Judul |
---|
Persepsi Masyarakat Tentang Kebudayaan |
Editor (Penyunting) |
Alfian |
Penerbit |
PT Gramedia, Jakarta, 1985 (cetakan ke-1) |
Kategori |
2 Bunga Rampai, Judul Buku, Karya Tulis Gus Dur |
Arsip Tahun |
1985 |
Judul Tulisan
Daftar Isi
Ucapan Terima Kasih
- Oleh: Dr. Alfian
Kata Pengantar
- Oleh: Dr. Alfian
Bagian Pertama. Pengalaman Budaya
- Bab I. Persepsi Kebudayaan Cendekiawan Indonesia
Oleh: Onghokham, (Pembahasan oleh Sartono Kartodirjo) - Bab II. Persepsi Gerakan Islam terhadap Kebudayaan
Oleh: M. Dawam Wahardjo - Bab III. Persepsi Gerakan Islam tentang Kebudayaan: Sebuah Tinjauan Dini tentang Perkembangannya di Indonesia
Oleh: Abdurrahman Wahid - Bab IV. Birokrasi dan Kebudayaan
Oleh: Harsja W. Bachtiar, (Pembahasan oleh Prof. H. Bintoro Tjokroamidjojo) - Bab V. Persepsi Ketahanan Nasional terhadap Kebudayaan
Oleh: Sutopo Yuwono, (Pembahasan oleh Selo Soemardjan)
Bagian Kedua. Kebudayaan Nasional dan Budaya Politik
- Bab VI. Persepsi tentang Kebudayaan Nasional
Oleh: Koentjaraningrat, (Pembahasan oleh Sutan Takdir Alisjahbana) - Bab VII. Persepsi Politik tentang Kebudayaan
Oleh: Alfian, (Pembahasan oleh Nazaruddin Sjamsuddin)
Bagian Ketiga. Aspek Bahasa dan Pemikiran
- Bab VIII. Perspektif Kebebasan terhadap Kebudayaan
Oleh: E.K.M. Masinambow, (Pembahasan oleh Stephanus Djawani) - Bab IX. Alam Pikiran dan Kebudayaan
Oleh: Soerjanto Poespowardjojo - Bab X. Persepsi Kebudayaan: Utopia dan Realita
Oleh: Toety Heraty Noerhadi, (Pembahasan oleh Umar Kayam)
Lampiran: Masyarakat dalam Persepsi Kebudayaan
- Oleh: Ignas Kleden
Indeks
Tentang Para Penulis
Sinopsis
Buku ini merupakan kumpulan makalah yang disampaikan pada acara “Seminar Persepsi Masyarakat tentang Kebudayaan”, yang diselenggarakan oleh Lembaga Research Kebudayaan Nasional (LRKN-LIPI), pada tanggal 13-15 September 1982, di Widya Graha LIPI Jakarta. Namun hasil dari diskusi tentang kebudayaan itu baru terbit pada tahun 1984.
Acara yang berlangsung selama tiga hari itu dihadiri oleh beberapa tokoh yang memiliki kompetensi keilmuan di bidang sosial humaniora atau ilmu budaya. Seperti, Onghokham, Dawam Rahardjo, Sutan Takdir Ali Syahbana, Toety Heraty Noerhadi, dan sejumlah tokoh lainnya termasuk Gus Dur.
Dalam buku ini, memuat sembilan naskah dari sejumlah narasumber, yang secara materi sudah disampaikan dan didiskusikan dalam forum seminar. Untuk mempermudah pemetaan pembahasan, penyusun membagi tiga bagian.
Pertama, membicarakan tentang pengalaman budaya. Diantaranya mendiskusikan pengalaman budaya atau persepsi dari para cendekiawan di zaman tradisonal Jawa dan zaman modern, kebudayaan dilihat dari dimensi cendekiawan muslim, kebudayaan dari perspektif birokrasi, dan kebudayaan dalam pandangan ketahanan nasional.
Kedua, membincang kebudayaan nasional dan budaya politik. Bahwa kebudayaan nasional selalu mengalami perubahan, belum lagi kebudayaan politik. Ketiga, mendiskusikan aspek bahasa dan pemikiran. Yang berkaitan dengan persoalan hubungan antara perubahan kebahasaan dengan perubahan aspek kebudayaan. Selain kita punya bahasa nasional, juga punya berbagai macam bahasa daerah.
Tulisan di dalamnya ada yang bersifat abstrak, sehingga membutuhkan perangkat keilmuan lain untuk memahaminya dengan baik. Ada juga tulisan yang mudah dipahami, karena membicarakan tradisi yang ada di masyarakat, sesuatu yang dekat dengan pengalaman kehidupan mereka.
Sementara itu, tulisan Gus Dur berjudul “Persepsi Gerakan Islam Tentang Kebudayaan: Sebuah Tinjauan Dini Tentang Perkembangannya di Indonesia.” Dalam pembacaan Gus Dur, gerakan Islam di tanah air berbeda dengan gerakan-gerakan Islam yang ada di Timur Tengah dan Asia Selatan dalam melihat kebudayaan.
Menurutnya, gerakan Islam di Indonesia mengalami ambivalensi tentang kebudayaan. Di satu sisi kebudayaan dianggap hal penting, menjadi benteng identitas, namun di sisi lain gerakan Islam tidak memiliki rumusan-rumusan institusional yang tuntas tentang kebudayaan.
Walaupun para pemikir muslim berbeda-beda pendapat dalam melihat kebudayaan—seperti Hamka, Sidi Gazalba, Agus Salim, hingga Nurcholis Madjid—namun mayoritas pemikir, pemuka agama, dan cendekiawan sepakat bahwa agama (ad-din) harus menjiwai kebudayaan, karena kebudayaan adalah bagian dari jalan hidup, yang mana seluruh aspek sosial, ekonomi, politik, pendidikan, seni, teknik, dan lainnya—Islam harus menjiwai di dalamnya. Tentu ada juga yang silang pendapat dengan gagasan itu.
Gus Dur menyatakan bahwa ada kebudayaan yang bersifat inspiratif, yang melingkupi nilai-nilai dasar dan semangat dalam menggerakkan tujuan beragama, seperti keadilan. Dan kebudayaan yang bersifat normatif, yang melingkupi aturan, pakem, dan batas norma, seperti boleh dan tidak boleh.
Tulisan Gus Dur ini kemudian mendapatkan tanggapan dari Dawam Rahardjo, dengan judul Persepsi Gerakan Islam terhadap Kebudayaan.