Judul |
---|
Anak-Anak Abraham – Kebebasan dan Toleransi di Abad Konflik Agama |
Editor (Penyunting) |
Kelly James Clark |
Penerbit |
PT Kanisius, Yogyakarta, 2018 (cetakan ke-5) |
Kategori |
2 Bunga Rampai, Judul Buku, Karya Tulis Gus Dur |
Arsip Tahun |
2018 |
Judul Tulisan
Daftar Isi
Pengantar Penerbit
Ucapan Terima Kasih
Anak-anak Abraham
- Panggilan Anak-anak Abraham
Oleh: Kelly James Clark
Anak-anak Abraham Yahudi
- Bangsa-bangsa Dunia dan Kemah Yakub: Kemanusiaan dalam Citra Ilahi
Oleh: Dr. Einat Ramon - Tarian Jiwa: Tanah Israel dan Jiwa Yahudi
Oleh: Robbi Dov Berkovits - Memperbincangkan Kembali Pemberontakan Suci
Oleh: Leah Shakdiel - Apakah Yudaisme Mengajarkan Hak-hak Asasi Manusia Universal?
Oleh: Arik Ascherman - Intoleransi dalam Pendidikan di Israel
Oleh: Nurit Peled-Elthanan
Anak-anak Abraham Kristen
- Toleransi Beragama
Oleh: Jimmy Carter - Intoleransi Agama dan Luka Allah
Oleh: Nicholas Wolterstorf - Kebebasan Beragama bagi Semua
Oleh: Ziya Meral - Minoritas dengan Pandangan Mayoritas
Oleh: Hanna Siniora - ”Hormati Setiap Orang” Iman Kristen dan Budaya Sikap Hormat Universal
Oleh: Miroslav Volf
Anak-anak Abraham Islam
- Anak-anak Ibrahim yang Beragama Islam, Tuhan Tidak Tidak Perlu Dibela
Oleh: Kyai Haji Abdurrahman Wahid - Jalan Tengah
Oleh: Hadieh Mirahmadi - Islam sebagai Pengejawantahan Kasih Abadi dan Toleransi
Oleh: M. Fethullah Gulen - Bibit-bibit Historis dan Religius tentang ”Kehormatan”
Oleh: Rana Husseini - Sebuah Risalah Islam tentang Toleransi
Oleh: Abdulkarim Soroush
Indeks
Sinopsis
Buku ini adalah terjemahan dari buku Abraham’s Children: Liberty and Tolerance in an Age of Religious Conflict, yang diterbitkan oleh Yale University London (2012). Yang berisi kumpulan esai dari tiga pemeluk agama: Yahudi, Kristen, dan Islam. Triolog itu antara lain: Einat Ramon, Dov Berkovits, Jimmy Carter, Nicholas Wolterstorff, Gus Dur, M. Fethullah Gulen, serta lainnya.
Ada lima belas kontributor yang menulis tentang refleksi teologis dari masing-masing agama: hubungan lintas iman dan toleransi, serta kritik terhadap kekerasan dan sikap eksklusivisme. Semua penulis menyerukan perdamaian, kasih universal, dan kebebasan memeluk ajarannya. Karena toh semuanya memiliki akar spiritual dan sumber inspirasi yang sama, yakni dari Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.
Oleh sebab itu, buku ini sangat menarik untuk dibaca siapa pun, terutama yang tengah mendalami kajian lintas iman (interfaith), untuk mengenal lebih dalam lagi tentang tradisi, nilai, spiritual dari masing-masing agama-agama Abrahamik.
Kehadiran buku ini menjadikan Prof. Dr. A. Sudiarja berkeinginan kuat menerjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Melalui Dr. Karlina Supelli akhirnya pesan itu bisa diteruskan kepada sahabatnya, Prof. Kelly James Clark, sebagai editor, kemudian diterbitkan oleh Penerbit Kanisius Yogyakarta (2018).
Adanya terjemahan ini harapannya supaya pesan-pesan universal tentang kebebasan beragama dapat dibaca oleh khalayak, untuk melihat diri mereka sendiri, dan mampu memahami perbedaan satu sama lain. Tak bisa dipungkiri bahwa berbagai isu konflik antar agama selalu menghangat di permukaan, karenanya tak luput menjadi sasaran kritik dari para ateis. Mereka kembali mempertanyakan apa fungsi keberadaan agama, jika agama adalah sumber kejahatan, mendorong perilaku amoral, dan kekerasan.
Sebab itu, tulisan-tulisan dari para trialog ini adalah jawaban atas kegelisahan dari para ateis akan fenomena itu. Tulisan Gus Dur dalam versi Inggris, God Needs No Defense, pertama kali diterbitkan di dalam buku Silenced–How Apostasy and Blasphemy Codes Are Choking Freedom Worldwide, sebagai kata pengantar. Gus Dur mengawali tulisannya dengan mengutip puisi Gus Mus, Allahhu Akbar. Dalam puisi itu, Kemahabesaran Allah tidak akan berkurang sedikit pun oleh cacian atau pun hinaan manusia. Mahakuasa Allah telah melekat dan abadi.
Esai Gus Dur tersebut sangat menarik, bahkan selalu relevan sampai kapan pun (timeless), karena yang ditulisnya adalah menyangkut pesan-pesan universal dalam ajaran agama. Tentang orang yang beragama seharusnya menjadi pelindung, bukan malah mempersekusi. Dalam agama tidak ada paksaan, semua orang bebas memeluk keyakinannya masing-masing, dan pesan itu juga dinyatakan dalam al-Qur’an. Bedakan antara ajaran agama (wahyu) dengan produk politik. Syiarkan agama dengan kasih sayang Tuhan, sebagaimana yang digaungkan para sufi. Pesan Gus Dur, sebagai muslim yang baik harus bisa menunjukkan wajah Islam yang damai, toleran, dan menjunjung harkat kemanusiaan.