Judul |
---|
Arus Bawah Menggugat – Kesaksian Reformasi |
Editor (Penyunting) |
Mohammad Nastain |
Penerbit |
Panitia MUSPIM PMII 99, Jakarta, April 1999 (cetakan ke-1) |
Kategori |
2 Bunga Rampai, Judul Buku, Karya Tulis Gus Dur |
Arsip Tahun |
1999 |
Judul Tulisan
Pengantar Editor
Daftar Isi
- Peta Politik Orde Baru: Sebuah Pengantar
Oleh: Abdurrahman Wahid - Nilai-nilai Kebangsaan dalam Gerakan Reformasi
Oleh: Sri Sultan Hamengku Buwono X - Gerakan Reformasi dan Gerakan Eliminasi
Oleh: TH. Sumartana - Reformasi Hukum dan Demokratisasi di Indonesia
Oleh: M. Fajrul Falaakh - Reformasi dan Pemberdayaan Masyarakat Sipil
Oleh: Muhammad AS. Hikam - Konflik Elit Politik dan Gerakan Reformasi
Oleh: Sastro Bahri Anshori - Gerakan Reformasi dalam Penuturan
Kesaksian PMII
Sinopsis
Represif dan kediktatoran Orde Baru akhirnya tumbang pada Mei tahun 1998. Hal ini tak lepas dari peran berbagai pihak, terutama gerakan mahasiswa dan arus bawah yang menguat, menggugat kekuasaan. Pada bulan dan tahun yang sama, PB PMII (Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) menggelar acara Yogyakarta Informal Meeting (YIM), yang merumuskan strategi kultural dan merefleksikan apa saja yang diupayakan oleh gerakan mahasiswa dalam menghentikan laju Soeharto selama tiga dekade.
Hal ini menjadi tanda awal dari era reformasi. Era perubahan di berbagai bidang; politik, hukum, ekonomi, dan sosial. Buku ini adalah kumpulan tulisan tentang kesaksian gerakan reformasi 1998, yang ditulis oleh para cendekiawan, tokoh masyarakat, dan tokoh agama. Dari Sri Sultan Hamengku Buwono X, TH. Sumartana, M. Fajrul Falaakh, Muhammad AS. Hikam, Sastro Bahri Anshori, hingga Gus Dur. Semua tokoh tersebut tengah memotret gerakan mahasiswa dan masyarakat arus bawah. Sebab itu, panitia MUSPIM PMII merasa sayang kalau misal kumpulan tulisan dari para tokoh reformasi ini tidak diterbitkan (publikasi).
Tulisan Gus Dur dalam buku ini adalah hasil transkrip pidato pada tahun 1994, yang kemudian diterbitkan oleh Media Indonesia. Tidak terlacak kapan dan di mana pidato ini pertama kali disampaikan. Panitia mendapatkan naskahnya dari AS. Hikam. Gus Dur pun memberi ijin untuk diterbitkan kembali.
Gus Dur mengkritisi dua hal tentang politik di Indonesia ketika masa orba. Pertama, selama Orde Baru kekuasaan dibangun secara sistematis—Gus Dur memberi istilah regimentasi, di mana kekuasaan dipertahankan dari berbagai lini; pengendalian partai, pelarangan oposisi, dan indoktrinasi ideologi. Kedua, kehadiran militer dalam politik yang kemudian menyulitkan transisi demokrasi. Puncaknya adalah lahirnya Dwifungsi ABRI. Yang menghambat proses kompetisi politik, semua dikuasai angkatan bersenjata, satu komando.
Pada masa itu, yang terjadi adalah demokrasi seolah-olah. Ada pemilu namun sudah diketahui hasilnya. Banyak analisis dari para penulis dalam buku ini yang ditumpahkan pada saat reformasi. Gus Dur menganalisis dengan pendekatan filsafat, seperti Michel Foucault, dengan teori govermentality atau govermental rationality, teori hegemoni dari Antonio Gramsci, dan tesis the logic of industrial rationality dari Jürgen Habermas.
Menarik apa yang diulas oleh Gus Dur, tidak hanya memandang dengan pendekatan filsafat dalam melihat kekuasaan, namun juga mengkritisi teori-teori tertentu yang gagal dalam melihat realitas politik di Indonesia. Dengan ditambahnya tulisan-tulisan bernas dari para aktor reformasi (seperti kesaksian anak-anak PMII) semakin memperkaya isi buku. Walaupun sudah puluhan tahun buku ini masih relevan untuk kembali didiskusikan terutama membincang demokrasi di Indonesia hari ini.