| Judul |
|---|
| Berpolitik atau Kembali ke Barak – Militer Dalam Wacana Masyarakat Madani |
| Editor (Penyunting) |
| M. Dahrun Syarief Magalela, Sunaryo Purwo Sumitro |
| Penerbit |
| BIGRAF Publishing, Yogyakarta, Oktober 1999 (cetakan ke-1) |
| Kategori |
| 2 Bunga Rampai, Judul Buku, Karya Tulis Gus Dur |
| Arsip Tahun |
| 1999 |
Judul Tulisan
Daftar Isi
Dari Penerbit
Catatan Editor
Bagian Pertama. ABRI Kembali Ke Barak
- Penarikan Diri Militer dari Pemerintahan
Oleh: Ulf Sundhaussen - Wajah ABRI di Era Informasi
Oleh: JB Wahyudi - Harus Back to Basic
Oleh: Suwarno Adiwijoyo - ”Back to Barack?”
Oleh: Roch Basoeki Mangoenpoerojo - Angkatan Bersejata Menjadi Angkatan Perang
Oleh: Sediono Tjondronegoro - Apakah Kita Butuh Tentara?
Oleh: Ruedi Hofmann
Bagian Kedua. ABRI dan Reformasi
- Mengkaji Kembali Dikotomi Peran Sosial Politik ABRI
Oleh: Atantya H. Mulyanto - Dwifungsi : Logika Sejarah dan Rasionalitas
Oleh: Mochtar Pabottingi - Militer Berkelit dari Reformasi
Oleh: Santoso - Militer di Era Reformasi Mengubah Semangat, Bukan Wajah
Oleh: Ibrahim G. Zakir - ABRI di Era Baru
Oleh: Denny J,A. - Format Politik ABRI di Masa Depan
Oleh: Matori Abdul Djalil - Kursi-kursi ABRI dan ”Logika” Perdebatannya
Oleh: Andi. A. Mallarangeng - Dwifungsi Sipil
Oleh: Hermawan Sulistyo - Militer : dari Jago Jadi Kesatria
Oleh: Eep Saefulloh Fatah - Mengkritisi Paradigma Baru ABRI
Oleh: M. Alfan Alfian M. - Rekonstruksi Relasi Mahasiswa-Militer
Oleh: Mutrofin - Peristiwa Semanggi dan ABRI
Oleh: Marcus Mietzner - Tragedi Lhokseuma We : Kegagalan Diplomasi Tentara
Oleh: M. Alfan Alfian M.
Bagian Ketiga. ABRI, Demokrasi dan Masyarakat Madani
- Mencari Formula Peranan Sospol ABRI
Oleh: Sulastomo - Strategi Reformasi Dwifungsi ABRI
Oleh: Arbi Sanit - Dwifungsi ABRI: Prinsip dan Cara
Oleh: K.H. Abdurrahman Wahid - Antara Dwifungsi ABRI dan Militer Profesional
Oleh: Roslinormansyah - Dwifungsi ABRI Antara Klaim Historis dan Privelese
Oleh: Manuel Kaisiepo - Pembagian Peranan dalam Masyarakat Demokratis
Oleh: Manuel Kaisiepo - ABRI sebagai Katalisator Demokrasi
Oleh: Eep Saefulloh Fatah - Militer Profesional dan Demokrasi
Oleh: M. Ghufran H. Kordi K. - ABRI dan Demokrasi
Oleh: Nurcholis Madjid - Tentara Nasional Indonesia dalam Abad XXI
Oleh: Sayidiman Suryohadiprojo - ”Civil Society” dan ”Civil Ethics”
Oleh: William Chang - Masyarakat Sipil, Bukan Berarti Antimiliter
Oleh: Muhammad Wahyuni Nafis - Membangun Format Baru Hubungan Sipil-Militer
Oleh: Wiranto
Sumber Tulisan
Index
Sinopsis
Buku ini merupakan kumpulan tulisan dari para intelektual yang mengkritisi keberadaan ABRI/TNI selama Orde Baru berkuasa. Karena hampir seluruh sendi kehidupan masyarakat selama Orde Baru telah dikontrol oleh militer. Kata Gus Dur, hanya ada sedikit bidang yang tidak bisa dirambah olehnya, yaitu ceramah di masjid dan pengajian-pengajian umum.
Hal itu menandakan betapa tamaknya kalangan militer selama 32 tahun. Mengkontrol penuh sebagian besar aktivitas masyarakat. Memegang kendali dalam bidang politik—kursi DPR, MPR, jabatan Gubernur, Bupati, Camat, hingga Lurah. Militer masuk ke semua lini. Demokrasi berjalan hanya seolah-olah. Dengan begitu, ekonomi dan sosial pun tak lepas dari genggamannya.
Hal ini mengakibatkan patahnya inisiatif dari masyarakat sipil. Rakyat di bawah tidak dianggap lagi perannya dalam mencari alternatif, karena semua sudah dikuasai dan dikalahkan oleh alternatif dari militer.
Pasca Soeharto lengser, wacana militer kembali ke barak pun mengemuka. Dengan melihat betapa ngerinya iklim demokrasi selama Orde Baru. Berbagai media pun menayangkan opini atau gagasan dari para cendekiawan, baik dari dalam maupun luar negeri, yang mengkritisi peran militer.
Selain berupa gagasan kritis yang tayang di media, era Reformasi menjadi penanda sejarah baru di Indonesia. Rakyat mulai berani bersuara, tanpa sembunyi-sembunyi dan sensor. Termasuk berjibunnya buku-buku sejarah alternatif yang ditulis oleh para sejarawan. Karena selama Orba (dalam buku-buku sejarah nasional resmi) hanya militerlah yang terframing sebagai pihak yang paling berjasa, sebagai pahlawan yang sah dalam merebut kemerdekaan negeri ini. Sementara sumbangsih rakyat atau kelompok masyarakat sipil yang lain diabaikan dalam penulisan buku sejarah nasional.
Dengan latar belakang itu, buku ini memberikan banyak masukan dan cara pandang bagaimana langkah terbaik yang harus dilakukan oleh militer di negeri ini. Terlebih iklim politiknya sudah jauh berbeda dibanding saat Orde Baru berkuasa. Tidak perlu kiranya militer kembali mendominasi ruang-ruang sipil.
Buku ini dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, ABRI kembali ke Barak. Kedua, ABRI dan Reformasi. Ketiga, ABRI, Demokrasi, dan Masyarakat Madani. Ketiga bab itu mengerucut pada satu pembahasan bahwa trend masyarakat global adalah mengarah kepada pembentukan struktur masyarakat madani yang lebih menghendaki redefinisi peran militer dalam politik—antara lain mengembalikan peran mereka; kembali ke barak. Selain itu, memberikan ruang kepada masyarakat sipil dalam mengatur kehidupan sosial mereka, tanpa keterlibatan militer.
Gus Dur menulis Dwifungsi ABRI: Prinsip dan Cara, yang dimuat di Harian Kompas, 13 Oktober 1998. Beberapa pandangan Gus Dur terkait peran militer, batasan-batasan, dan penataan ulang fungsi militer dalam pemerintahan. Gus Dur juga memberikan usulan terkait kesejahteraan militer yang perlu dipikirkan, sehingga pasca pensiun ia tidak lagi bergantung pada jabatan sipil.