Judul |
---|
Dinamika Kaum Santri – Menelusuri Jejak dan Pergolakan Internal NU |
Editor (Penyunting) |
Slamet Effendy Yusuf, Mohamad Ichwan Syam, dan Masdar Farid Mas'ud |
Penerbit |
CV. Rajawali, Jakarta, Februari 1983 (cetakan ke-1) |
Kategori |
2 Bunga Rampai, Judul Buku, Karya Tulis Gus Dur |
Arsip Tahun |
1983 |
Judul Tulisan
Daftar Isi
Kata Pengantar
Catatan Pembuka
- Oleh: Dr. Zamakhsyari Dhofier
Bagian Pertama. Menelusuri Jejak dan Pergolakan Internal NU
- Bab I. Sebuah Kebangkitan
-
- Forum Diskusi
- Pergeseran di Tanah Suci
- Kongres Ummat Islam Indonesia
- Komite Hijaz
- Kebangkitan Ulama
- Bab II. Pasang Surut Sebuah Perjalanan
-
- Memasuki Gelanggang Politik
- Menjadi Partai Politik
- Melebur dalam PP
- Bab III. Pergolakan dalam PPP
-
- Konsensus Munas PPP
- Kisruh di Senayan
- Di Seputar Pemilu 1982
- Bab IV. Lahirnya Sebuah Koreksi
-
- Kisah tentang Tongkat dan Tasbih
- Pertemuan Kawatan
- Perjalanan Tiga Kiai
- Kesepakatan Mangunsarkoro
- Mencabut Kesepakatan
- Reaksi dan Komentar
- Bab V. Mencari Identitas yang Hilang
-
- Politik sebagai Panglima
- Ladang yang Terbengkalai
- Menemukan Kembali Identitas yang Hilang
- Menatap Masa Depan
Bagian Kedua. NU dalam Serba Pandangan
- Partisipasi tidak Hanya Lewat Politik
Oleh: Emanuel Subangun - Fenomena Politik NU Dewasa Ini
Oleh: Fachry Ali - NU dan Politik
Oleh: Abdurrahman Wahid - Meluruskan Tradisi NU
Oleh: Musfihin Dahlan - Ulama NU dalam Arus Transformasi
Oleh: Mahrus Irsyam - Proses Pencarian Kepemimpinan NU
Oleh: Ekie Syachruddin - Pergeseran Tatanilai dalam NU
Oleh: H. Mahbub Djunaidi - Kemelut NU
Oleh: Abu Gorda - Tajuk Rencana Harian-harian Merdeka, Berita Buana, Kompas, Sinar Pagi, Suara Karya dan Jurnal Ekuin
Sinopsis
Perjalanan Nahdlatul Ulama tidak bisa lepas dari peranan kaum santri. Jika melihat NU—dulu dan sekarang—lihatlah pada jaringan kehidupan masyarakat santri dengan kiainya yang otonom dan independen. Hal itulah yang menjadikan peranan NU terlihat besar di tengah perjalanan bangsa ini. Bukan pada jaringan sistem pengorganisasiannya.
NU adalah pesantren besar, sementara pesantren adalah NU kecil, pernyataan tersebut merupakan metafora betapa eratnya hubungan NU dan pesantren. Bicara pesantren tak bisa dilepaskan dengan NU, begitu juga sebaliknya. Di dalam roda organisasi NU mayoritas diisi oleh masyayikh, para pengasuh pesantren. Baik di tingkat pusat, wilayah, hingga cabang. Santri sebagai pemegang kendali.
Buku ini menyajikan sejarah dan jejak kronik pergolakan yang terjadi di internal NU. Dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama menyajikan historisitas, sabab musabab lahirnya NU, dengan segala dinamika organisasinya. Sempat melebur menjadi partai politik dan di kemudian hari memilih keluar darinya atau kembali ke Khittah (non-politik praktis).
Pada bagian ini pembaca akan menjadi terang bahwa dinamika organisasi ini selalu erat dengan pergolakan politik. Bagian pertama ini disusun oleh tiga serangkai: Slamet Effendy Yusuf, Mohamad Ichwan Syam, dan Masdar Farid Mas’udi. Dalam penulisannya memadukan teknik jurnalistik dan melengkapi datanya dengan kepustakaan.
Bagian kedua berisi sudut pandang dari para tokoh atau intelektual dalam melihat dinamika yang terjadi pada NU saat itu. Selain itu pada bagian ini berisi Tajuk Rencana dari berbagai surat kabar yang membicarakan NU, seperti Merdeka, Berita Buana, Kompas, Sinar Pagi, Suara Karya dan Jurnal Ekuin. Membaca buku ini semakin lengkap dari banyak angle tulisan.
Tulisan Gus Dur dalam buku ini pertama kali dimuat di Harian Kompas, tanggal 23 Januari 1982, dengan judul: “NU dan Politik”. Poin yang disampaikan oleh Gus Dur adalah bahwa NU lebih baik mengambil peran yang lebih besar, yakni menegakkan demokrasi dan keadilan di negeri ini, sebagai organisasi non politik praktis.
Dalam sejarahnya, NU lahir bukan dari wawasan politik, melainkan dari wawasan keagamaan. Gus Dur dengan detail menerangkan sejarah dan semangat para pendirinya. Sebagai organisasi non politik, NU justru lebih mulia, daripada sekadar merebutkan kursi politik. Karena yang dijaga oleh NU adalah umat dan marwah para ulama.
Membaca berbagai catatan dalam buku ini, jika direnungkan, kita seakan dejavu, karena yang dulu pernah dialami oleh NU, sejak era Kiai Hasyim Asy’ari hingga sekarang, ada beberapa hal yang kasusnya mirip, hanya aktornya saja yang berbeda.
Seperti konflik dan kemelut pasti terjadi di lingkungan organisasi, apalagi angin politik yang selalu berubah-ubah tidak menentu. Justru ihwal itu yang menjadikan NU semakin teruji. Menjadi organisasi yang kuat dan kokoh.