| Judul |
|---|
| Jika Rakyat Berkuasa: Upaya Membangun Masyarakat Madani dalam Kultur Feodal |
| Editor (Penyunting) |
| Tim MAULA |
| Penerbit |
| Pustaka Hidayah, IKAPI, Bandung, Februari 1999 (cetakan ke-1) |
| Kategori |
| 2 Bunga Rampai, Judul Buku, Karya Tulis Gus Dur |
| Arsip Tahun |
| 1999 |
Judul Tulisan
Daftar Isi
Pengantar Editor
Pengantar
- Oleh: Yasraf Amir Piliang
Prolog
- Peradilan Rakyat
Oleh: Jacob Sumardjo
I. Tentang Kuasa, Penguasa, dan Kekuasaan
- Pemimpin, Lembaga Politik, dan Teori Politik
Oleh: Ignas Kleden - Machiavelli: Guru Benar atau Guru Konyol?
Oleh: Franz Magnis-Suseno - Wajah Lain Machiavelli
Oleh: Rizal Mallarangeng - Kekuasaan dalam Selimut Kolektivisme Naif
Oleh: Andre Ata Ujan - Kekuasaan Ada di Mana-mana
Oleh: Tommy F. Awuy - Hegemoni Kekuasaan versi Gramsci
Oleh: Ariel Heryanto - Renungan Kekuasaan
Oleh: Jacob Sumardjo - Kekuasaan dan Tanggung Jawab
Oleh: Kuntowijoy0 - Mencari Pemimpin Sejati
Oleh: Mudji Sutrisno - Kekuasaan dan Kebudayaan
Oleh: M. Amien Rais - Moral Kekuasaan
Oleh: Nurcholish Madjid
II. Membedah Hegemoni Daulat Tuanku
- Megatruh
Oleh: Rendra - Jawa
Oleh: Kuntowijoyo - Kolonialisme, Feodalisme, Demokrasi
Oleh: Selo Soemardjan - Neo-Feodalisme: Dari Model Mataram sampai Beambten-Staat
Oleh: Umar Kayam - Akar Budaya Feodalisme
Oleh: Taufik Abdullah - Neo-Feodalisme dan Demokratisasi Ekonomi
Oleh: M. Dawam Rahardjo - Sistem Kekuasaan Jawa dan Stabilitas Politik Orba
Oleh: Fachri Ali - Mentalitas Pegawai, Feodalisme, dan Demokratisasi
Oleh: Koentjaraningrat - Budaya Feodal dan Intelektual Marjinal
Oleh: Bagin
III. Pergulatan Meruntuhkan Daulat Tuanku
- Sejarah, Kekuasaan, dan Amnesia
Oleh: Taufik Abdullah - Teknologisasi Kekuasaan
Oleh: Tommy F. Awuy - Strategi Sang Komandan
Oleh: Asvi Warman Adam - Dekonstruksi Kultural Orde Baru dan Masa Depan Bangsa
Oleh: Yasraf Amir Piliang - Belajar dari Demokrasi ala Soeharto
Oleh: M. Amien Rais - Homo Orbaicus
Oleh: Jalaluddin Rakhmat - Oposisi dalam Politik Indonesia
Oleh: Ignas Kleden - Menuju Politik Konkret
Oleh: Ulil Abshar Abdalla - Pelajaran Tiga Peristiwa Peralihan
Oleh: Deliar Noer - Dari Kemerdekaan Negara Menuju Kemerdekaan Rakyat: Renungan Proklamasi 17 Agustus 1945
Oleh: Pudjo Suharso
IV. Membangun Daulat Rakyat ala Indonesia
- Demokratisasi: Pemberdayaan Masyarakat
Oleh: Soetandyo Wignjosoebroto - Masa Depan Demokrasi di Indonesia
Oleh: Abdurrahman Wahid - Menuju Negara Rasional
Oleh: Kuntowijoyo - Budaya Politik atau Moralitas Politik?
Oleh: Ignas Kleden - Menghidupkan Kultur Masyarakat Berembuk
Oleh: Umar Kayam - Upaya Menegakkan Demokrasi
Oleh: M. Amien Rais - Budaya Nasional, Masyarakat Madani, dan Masa Depan Bangsa
Oleh: Nurcholish Madjid - Masyarakat Warga: Prasyarat Terwujudnya Kehidupan Demokratis dalam Bernegara
Oleh: Soetandyo Wignjosoebroto - Pembangunan Orde Baru dan Masyarakat Madani
Oleh: M. Dawam Rahardjo - Reformasi dan Pemberdayaan Civil Society
Oleh: Muhammad AS Hikam
- Masyarakat Madani (Civil Society): Akar Demokrasi di Indonesia
Oleh: Maswadi Rauf - Negara dan Strategi Pemberdayaan Lembaga Swadaya Masyarakat: Menuju Masyarakat Madani
Oleh: M. Dawam Rahardjo
Epilog
- Menuju Masyarakat Madani
Oleh: Nurcholish Madjid
Lampiran
- Dari Daulat Rakyat ke Indonesia Merdeka
Oleh: Mohammad Hatta (alm.)
Sumber Tulisan
Tentang Penulis
Indeks
Sinopsis
Parameter dari keberhasilan penguasa itu diukur dari bagaimana ia mampu membentuk masyarakat madani. Masyarakat yang beradab dan berperikemanusiaan. Itu adalah kebutuhan yang mendasar dalam kehidupan sosial.
Namun yang terjadi selama kekuasaan Orde Baru adalah sebuah kelicikan dan tangan besi. Penindasan, intimidasi, dan kekerasan kepada warga sipil. Soeharto menggunakan militer yang telah memerankan multifungsi di segala lini, dengan dalih stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi.
Di sisi lain, kekuatan Orde Baru yang demikian itu tak lain karena kultur feodal yang masih menguat di Indonesia. Politik dinasti, hubungan atas-bawah, yang mana tidak boleh ada kritik terhadap figur yang tengah berkuasa. Sehingga nilai ideologis dari kultur ini adalah yang penting hubungan pribadi dan penguasa tampak harmonis atas nama keteraturan sistem. Akibatnya, nyaris semua unsur kehidupan kehilangan daya kreativitasnya. Terutama bagi masyarakat sipil.
Padahal, untuk membangun masyarakat madani haruslah memberi ruang dan peran aktif bagi warga negara. Dominasi negara yang terlalu kuat justru telah menutup kemampuan masyarakat dalam menjalankan perannya.
Namun kenyataannya selama Orba berkuasa, negara telah gagal dalam membentuk masyarakat madani. Kebebasan menyuarakan pendapat menjadi ancaman, media yang kritis pun dibredel, dan hukum tidak lagi dipandang untuk memperjuangkan keadilan, tetapi malah menjadi ajang transaksional, jual beli.
Sebab itu, buku kumpulan tulisan dari para cendekiawan ini tengah memotret negara pasca Orde Baru, rakyat menjadi penguasa sejati. Yang menjadi penentu arah ke mana negara ini akan berlabuh. Kedaulatan kembali dalam genggaman rakyat.
Pembahasan buku dibagi menjadi empat bagian. Pertama, Tentang Kuasa, Penguasa, dan Kekuasaan. Kedua, Membedah Hegemoni Daulat Tuanku. Ketiga, Pergulatan Meruntuhkan Daulat Tuanku. Keempat, Membangun Daulat Rakyat ala Indonesia.
Tulisan Gus Dur, Masa Depan Demokrasi di Indonesia, pertama kali dimuat di Harian Kompas (01/09/ 1998). Dalam tulisannya itu Gus Dur mengkritisi proses demokratisasi di negara kita. Walaupun rezim Soeharto tidak lagi berkuasa, namun konstelasi politik yang ada belum memungkinkan tumbuhnya demokrasi yang sehat karena masih banyak rekayasa politik dan intrik. DPR dan MPR masih produk Orba.
Beberapa catatan Gus Dur agar demokrasi tumbuh sehat, pertama, hubungan pusat dan daerah tidak lagi subordinatif, melainkan hubungan koordinatif, setara. Kedua, pemilihan kepala daerah dipilih oleh rakyat secara demokratis, tidak lagi ditentukan oleh pemerintah pusat. Ketiga, peran ABRI kembali ke fungsinya, mengurusi pertahanan negara, tanpa mengontrol seluruh aktivitas masyarakat. Keempat, pres atau media bebas bersuara, berani mengkritik kebijakan pemerintah secara terbuka. Kelima, partai peserta pemilu tidak cuma diikuti tiga partai (PPP, PDI, dan Golkar). Kesimpulan, buku ini cukup mewakili suara-suara masyarakat sipil di tengah kultur budaya feodal.