Judul |
---|
Ngobrol dengan Gus Dur dari Alam Kubur |
Penulis |
Argawi Kandito |
Penerbit |
Pustaka Pesantren, Yogyakarta, Agustus 2010 (cetakan ke-1) |
Kategori |
1B Rekaman Proses, Judul Buku, Karya Tulis Gus Dur |
Arsip Tahun |
2010 |
Judul Tulisan
Pengantar Redaksi
Kata Pengantar: “METODE GUS DUR” (Oleh: M. Jadul Maula)
Pengantar Penulis
Daftar Isi:
- Telewicara dengan Gus Dur, Peringatan 9 Hari
- Gus Dur tentang Kepresidenannya
- Gus Dur tentang Pembakaran Gereja di Malaysia
- Gus Dur Berjumpa al-Bukhari dan Syaikh Jampes
- Gus Dur dan Syaikh Abdul Qadir al-Jailani 27
- Gus Dur dan al-Palembani
- Gus Dur tentang Peran Leluhur dalam Kehidupan
- Gus Dur tentang Sunan Geseng
- Gus Dur tentang Istilah Kiai
- Gus Dur tentang Khalifah fil Ardh
- Gus Dur tentang Agama
- Gus Dur tentang Fenomena Bayi Ajaib yang Bertuliskan Ayat Suci
- Gus Dur tentang Rancangan UU Nikah Sirri
- Gus Dur tentang Manfaat Tahlilan
- Gus Dur tentang Manakib
- Gus Dur tentang Pancasila
- Gus Dur tentang Formalisme Agama
- Gus Dur tentang Rencana Kedatangan Obama
- Gus Dur tentang Proses Kematiannya
- Gus Dur tentang Rahasia Mencari Ilmu
- Gus Dur tentang Jihad
- Gus Dur tentang Kebenaran Ayat Al-Qur’an
Biodata Penulis
Sinopsis
Buku yang ditulis oleh Argawi Kandito ini bagi sebagian orang dianggap kontroversial. Terutama yang tidak percaya hal ihwal kegaiban atau alam hakikat. Karena buku ini berisi dialog dengan Gus Dur setelah beliau berpulang, wafat. Tak salah jika diberi judul Ngobrol dengan Gus Dur dari Alam Kubur. Obrolan yang akhirnya dijadikan buku ini tentu atas seizin Gus Dur.
Syaikh Pandrik, nama lain dari Argawi Kandito, memiliki ‘kelebihan’, yakni bisa berinteraksi dengan para leluhur (arwah) yang sudah berada pada dimensi lain. Dalam buku ini, adalah ikhtiarnya berkomunikasi dengan Gus Dur. Argawi hampir setiap hari melakukan kontak dengan Gus Dur, dengan didampingi ayahnya yang bertugas untuk mencatat obrolan dan pengarah pertanyaan-pertanyaan.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada Gus Dur berisi tema-tema tertentu (tematik), yang dinilai relevan dengan kondisi sosial bangsa saat itu. Jawaban-jawaban khas Gus Dur pun terlihat dalam obrolannya, yang genuine. Dari gayanya yang ceplas-ceplos, humornya, dan tidak semua pertanyaan dijawab olehnya.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan itu di antaranya tentang sejarah lafadz Allah, tentang agama, sejarah tokoh atau Sunan dalam melakukan penyebaran ajaran Islam, hingga pertanyaan pribadi yang ditujukan kepada Gus Dur, seputar kematiannya.
Hobi Gus Dur selama hidup, yakni suka berkeliling, silaturrahim ke kiai-kiai, berziarah ke makam-makam, ternyata masih juga dilakukan di alam sana. Kunjungan Gus Dur ke Syekh Abdul Qodir al-Jailani, Syekh Abdul Shomad al-Palembani, Sunan Drajat, Sunan Geseng, Sunan Kalijaga, dan tokoh-tokoh lain yang biasa diziarahi oleh kalangan muslim tradisional di Indonesia.
Informasi dari penulis, di alam sana, Gus Dur masih menimba ilmu kepada para tokoh-tokoh itu. Apa yang selama ini dilakukannya di dunia, ternyata diwujudkan juga di alam kubur. Bahkan, disaat ruh Gus Dur berpisah dengan jasadnya, menurut pengakuannya, beliau mendapatkan perlakuan VIP dari para malaikat. Kenapa bisa begitu? Gus Dur sendiri juga tidak tahu. Yang lain antri, beliau disuruh masuk saja.
Bagi pembaca yang mempercayai tentang kehidupan setelah kematian, membaca buku ini adalah pilihan tepat. Karena kehidupan tidak berhenti pada kematian. Justru menjadi pembuka pada kehidupan yang nyata.
Gus Dur menceritakan keadaan kehidupan di alam kubur (barzakh), suasananya, kondisinya, fasilitas yang didapat oleh orang-orang yang selama hidup di dunia. Dari teroris sampai waliyullah (kekasih Allah). Semua diceritakan oleh Gus Dur.
Gus Dur selalu memberi pesan-pesan penting untuk kita yang masih hidup di dunia. Seperti pernyataan, berikan yang terbaik untuk masyarakat luas, bantu orang-orang lemah dan teraniaya, berbuat adil. Dari alam kubur pun beliau masih bersuara tentang kesejahteraan rakyat. Masih memikirkan nasib bangsa ini. Bahkan beberapa kali Gus Dur selalu menyinggung tanggung jawab pemerintah terhadap rakyat.
Dalam setiap tema yang menjadi topik obrolan, pada bagian akhir, penulis memberikan catatan atau ringkasan, penekanan apa saja yang disampaikan oleh Gus Dur. Dengan begitu, pembaca semakin terang menyingkap sesuatu yang dirasa masih awam. Penulis juga memberikan catatan kaki (footnote), seperti rujukan ayat-ayat al-Qur’an yang menjadi jawaban dari Gus Dur. Hal itu menarik.
Membaca buku ini seakan-akan kita diingatkan kembali apa tujuan hidup kita selama di dunia ini. Ketika Gus Dur ditanya bekal apa saja yang harus kita persiapkan untuk menuju kematian? Gus Dur pun menjawab, menjalankan perintah agama dan berkemasyarakatan yang baik, itu merupakan jalan.