| Judul |
|---|
| Para Tokoh Angkat Bicara (Buku 1) |
| Penerbit |
| Grafiti Pers, Jakarta, 1995 (cetakan ke-1) |
| Kategori |
| 2 Bunga Rampai, Judul Buku, Karya Tulis Gus Dur |
| Arsip Tahun |
| 1995 |
Judul Tulisan
Daftar Isi Buku 1
Pengantar Penerbit
- Umar Kayam
Saya Ini Ilmuwan Gadungan - Kwik Kian Gie
Politik itu Nikmat Sekali - Abdul Haris Nasution
Kita Belum Cukup Dewasa - Sofjan Wanandi
Saya Ingin Jadi Pejabat - Abdurrahman Wahid
Saya Ini Makelar Akhirat - Arifin C. Noer
Saya Selalu Takut - Iwan Fals
Menolak Fitnah dan Prasangka - Franz Magnis-Suseno
Jangan Banting Setir - Rudini
Saya Bisa Panas Dingin - Sri-Bintang Pamungkas
Saya Pembela Kaum Duafa - Ali Sadikin
Saya Akan Dukung Pak Harto - A.A. Baramuli
Saya Memang Sukarnois!
Indeks
____________________________________________________________________________________
Daftar Isi Buku 2
Pengantar Penerbit
- Sardono W. Kusumo
Tari Hutan yang Terbakar - T.B. Simatupang
Pelaku Sejarah Tiga Zaman - Harmoko
Darah Daging Saya Wartawan - Goenawan Mohamad
Wartawan Penyair dari Pesisir - Baharuddin Lopa
Cuma Surat Kaleng - Sjahrir
Demokrasi dengan Tapi - Eka Tjipta Widjaya
Saya Percaya Tentara - Emha Ainun Nadjib
Mereka Menyangka Saya Kiai - Hutomo Mandala Putra
Mereka Semua Asbun! - Uskup Belo
Kami Ingin Lebih Bebas - Benyamin S.
Saya Setuju Pak Harto! - Adnan Buyung Nasution
Kekuasaan Harus Dibatasi
Indeks
____________________________________________________________________________________
Daftar Isi Buku 3
Pengantar Penerbit
- W.S. Rendra
Saya Impikan Reformasi Nilai - Juwono Sudarsono
Saya Ingin Jadi Orang Baik - Y.B. Mangunwijaya
Saya Tak Mau Jadi Godfather - Teguh Karya
Ibunda Enam Film Bercitra - Moerdiono
Hidup Sekali Kok Dibikin Susah - Ashadi Siregar
Pers Pamflet - Iwan Jaya Azis
Saya Bisa Gila - Barnabas Suebu
Saya Bukan Karbitan - Jenderal Soemitro
Jangan Membohong Sejarah - Zainuddin M.Z.
Habibie Belum Matang Jadi Pemimpin - Marsillam Simanjuntak
Memilih Tempat yang Paling Tepat
Indeks
Sinopsis
Beberapa tulisan yang ada di buku ini sebelumnya telah dimuat di Majalah Matra pada rubrik “Wawancara”. Majalah Matra hadir ke publik sejak Agustus 1986, menargetkan pembaca pria urban. Tren pria, gaya hidup, dan wawancara tokoh.
“Wawancara”, termasuk salah satu rubrik yang paling diminati, karena meminta para tokoh angkat bicara terkait pelbagai hal, mengomentari isu-isu sosial, membicarakan masalah-masalah yang muncul di tengah masyarakat.
Mereka diminta opininya, menyuarakan aspirasi khalayak. Mengungkapkan isi hati mayoritas yang selama ini tak mampu terucapkan. Mengingat di tengah cengkeraman Orde Baru, dimana sistem politik kurang bekerja, demokrasi hanyalah lip service, seolah-olah dibicarakan dan dilakukan, tapi kenyataannya tetap diktator.
Tidak semua hasil wawancara dimuat dalam buku ini. Penerbit mengkurasinya, menyaring tulisan, memilah latar belakang tokoh yang bervariasi, dan mengurutkan tulisan sesuai dengan kronologis tanggal pemuatannya.
Ada 35 tokoh yang diambil komentarnya. Dibagi ke dalam tiga bab. Dari musisi, politisi, agamawan, budayawan, ahli hukum, hingga kalangan militer ikut angkat bicara. Seperti Umar Kayam, Kwik Kian Gie, Iwan Fals, Goenawan Mohamad, Emha Ainun Nadjib, Zainuddin M.Z., Jenderal Soemitro, dan lainnya. Benar-benar bervariasi.
Ketika membacanya pun kita akan mengetahui gaya tutur yang disampaikan oleh masing-masing narasumber. Seperti Gus Dur dengan gaya ceplas-ceplosnya, namun tetap santai dan kritis. Tak lupa selipan humor khasnya.
Ada dua judul tulisan rekaman wawancara Gus Dur dalam Majalah Matra. Yang pertama, “Jangan Pakai Ukuran Lama”, terbit Januari 1987, dan yang kedua, “Saya ini Makelar Akhirat”, terbit Maret 1992. Sebagaimana yang disampaikan penerbit dalam pengantarnya, jika ada tokoh yang pernah diwawancarai hingga dua kali, maka yang diambil adalah yang paling belakang, dengan pertimbangan mengambil gagasan yang lebih aktual. Dalam hal ini, tulisan Saya ini Makelar Akhirat lah yang dimuat.
Tulisan ini membicarakan banyak topik. Namun yang paling dihighlight adalah soal demokrasi dan pemilu, tentang suksesi kepemimpinan—memilih wakil presiden, karena presidennya sudah jelas Soeharto yang akan kembali terpilih—serta menyinggung kontribusi dan peran NU untuk masyarakat. Tulisan ini juga dimuat ulang dalam buku Tabayun Gus Dur (1998) dan Saya Jadi Presiden (2004).
Beberapa poin yang disampaikan Gus Dur dalam wawancaranya antara lain; pertama, mendidik warga dengan baik, dan orientasinya jangan hanya mengejar jabatan di pemerintahan, karena itu tidak penting. Kedua, prediksi Gus Dur tentang suksesi kepemimpinan baru terjadi pada tahun 1998, akan muncul pemimpin dari kalangan sipil.
Ketiga, kritik Gus Dur terkait Dwifungsi ABRI. Lebih baik ABRI merumuskan orientasi politik yang konstitusional dibanding ikut campur dalam pengelolaan politik, seperti menduduki jabatan penting di kementerian atau aktif sebagai anggota parpol. Keempat, keberadaan Forum Demokrasi sebagai wadah menyampaikan gagasan dan bertukar pikir. Bagi Gus Dur, cita-cita ideal demokrasi adalah menjamin kebebasan berbicara, berpendapat, dan berbeda pendapat.