Kembali ke 2 Bunga Rampai

Peluang dan Tantangan Pembangunan Sampai 1989

2 Bunga Rampai
Peluang dan Tantangan Pembangunan Sampai 1989
Judul
Peluang dan Tantangan Pembangunan Sampai 1989
Editor (Penyunting)
Anwar Nasution
Penerbit
Penerbit Sinar Harapan, Jakarta, 1984 (cetakan ke-1)
Kategori
, ,
Arsip Tahun

Judul Tulisan

Daftar Isi

Sambutan Pemimpin Umum Harian Sinar Harapan

Pengantar dari Editor

 

  1. Aspek Ekonomi Anggaran Belanja Negara setelah Kenaikan Migas
    Oleh: Anwar Nasution
  2. Makro-Ekonomi Repelita IV dan Ketidakpastian
    Oleh: Moh. Arsyad Anwar
  3. Tiga Pelita Dibayangi Pancaroba Ekonomi Dunia, yang Keempat juga Penuh Tantangan
    Oleh: Djisman S. Simandjuntak
  4. Peranan dan Masalah Minyak Bumi dalam Pelita IV
    Oleh: Harsono Hadipoetro
  5. Sidang I
  6. Gaya Perencanaan dan Kenyataan Pembangunan
    Oleh: Sayogyo
  7. Pemerataan Dinomorduakan dalam Repelita IV?
    Oleh: Sam F. Poli
  8. Pembangunan Daerah di Indonesia
    Oleh: Alfian Lains
  9. Tahun 1984, Ambang ”Lepas Landas”?
    Oleh: Sediono M.P. Tjondronegoro
  10. Sidang II
  11. Peranan Swasta dalam Perkembangan Ekonomi Indonesia
    Oleh: Robby Djohan
  12. Dapatkah Golongan Swasta Menjadi Golongan Pembaru di Indonesia?
    Oleh: Loekman Soetrisno
  13. Repelita IV: Pengerahan Sumber Daya Secara Efektif (a Management Approach)
  14. Sidang III
  15. Sistem Politik Indonesia Menyongsong Repelita IV
    Oleh: Burhan D. Magenda
  16. Pelita IV: Antara Cita dan Kendala Realisasinya (Sebuah Tinjauan Awal dari Sudut Politik)
    Oleh: Abdurrahman Wahid 
  17. Stabilitas Politik dalam Repelita IV
    Oleh: Sabam Sirait
  18. Sidang IV

Sinopsis

Buku ini merupakan transkrip atau rekaman diskusi dan kumpulan makalah dari para akademisi, aktivis, dan analis sosial-ekonomi yang membahas Repelita IV. Repelita adalah singkatan dari Rencana Pembangunan Lima Tahun. Pada masa Orde Baru, pemerintah menyusun program lima tahunan yang akan dijadikan peta jalan, fokus kerja pemerintah. Seperti di bidang ekonomi, peningkatan kualitas SDM, dan pemerataan pembangunan.

 

Diskusi yang terselenggara pada 17-18 Januari 1984 oleh harian Sinar Harapan tersebut ikut andil menyumbangkan ide dan pemikiran yang harapannya, bisa didengar oleh pemerintah dalam menyempurnakan dan merencanakan program Repelita yang keempat (1984-1989).

 

Konteks yang terjadi saat itu, di tahun sebelumnya (1982 dan 1983), ekonomi dunia belum pulih akibat dari resesi dan harga minyak mentah Indonesia nyungsep, anjlok, karena jatuhnya harga yang ditetapkan oleh OPEC (organisasi pengekspor minyak bumi). Hal tersebut berimbas pada pertumbuhan ekonomi yang menurun tajam. Di tahun 1982 tumbuh 2,2% dan sekitar 3% di tahun 1983. Padahal sebelumnya rata-rata tumbuh 6-7% per tahun.

 

Selain membahas kondisi perekonomian yang sedang terpuruk, diskusi pada forum ini dibagi pada empat topik (dalam bentuk sidang I, II, III, dan IV). Masing-masing sidang diisi oleh para pakar, sesuai dengan kapasitas pemateri. Diantara keempat topik yang dibicarakan antara lain: Pertama, pembangunan nasional ditilik dari sisi makro ekonomi, pendapatan dan pertumbuhan. Kedua, pemerataan antargolongan dan daerah, biar tidak terpusat pada Jawa sentris. Provinsi-provinsi di luar Jawa turut serta menjadi perhatian pemerintah pusat.

 

Ketiga, potensi dan masalah dunia usaha, hal ini berkaitan dengan peranan swasta. Swasta menjadi salah satu sektor penting dalam pertumbuhan ekonomi. Keempat, sistem atau stabilitas politik yang berimbas pada kondisi perekonomian negeri. Dari keempat topik tersebut tentunya mengacu pada hasil capaian dari Pelita sebelum-sebelumnya; termasuk tantangan dan hambatan.

 

Gus Dur masuk pada sidang ketiga yang membicarakan tema politik. Gus Dur menyampaikan bahwa hasil pembangunan dalam Pelita IV akan menentukan Pelita V dan VI. Sejarahlah yang nanti akan menunjukkan, berhasil tidaknya suatu pembangunan.

 

Untuk mengubah kesadaran masyarakat, baik secara kolektif maupun individu, satu hal yang perlu diperhatikan adalah pada sektor politik. Kebijakan-kebijakan dan skala prioritas pemerintah yang nantinya akan mengubah wajah pembangunan di Indonesia.

 

Gus Dur mengawalinya dengan beberapa pertanyaan kunci. Kira-kira ihwal apa yang menjadi tolak ukur berhasil tidaknya suatu pembangunan, dan pada sektor mana yang menjadi prioritas pemerintah? Mengapa demikian, karena pemerintah dalam Pelita IV ini mengubah prioritasnya dari pertanian ke industri, namun mengapa tidak diimbangi pendidikan yang relevan pada bidang tersebut.

 

Selanjutnya, karakter politik Orde Baru yang berwatak statis, atas nama menjaga stabilitas justru memperlambat komunikasi pembangunan, yang mana keinginan dari atas tidak dijalankan di tingkat bawah. Gus Dur menyarankan agar pemerintah melakukan desentralisasi, biar eksekusinya dijabarkan sendiri oleh pemerintah daerah tingkat II atau organisasi masyarakat. Pelibatan akar rumput sangat penting dalam kerja-kerja sosial kultural agar lebih efisien.