| Judul |
|---|
| Pidato Presiden Republik Indonesia Di Depan Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia 7 Agustus 2000 |
| Penerbit |
| Badan Informasi dan Komunikasi Nasional, Jakarta, Agustus 2000 (cetakan ke-1) |
| Kategori |
| 1B Rekaman Proses, Judul Buku, Karya Tulis Gus Dur |
| Arsip Tahun |
| 2000 |
Judul Tulisan
Sinopsis
Buku ini berisi transkrip pidato Gus Dur saat Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, pada tanggal 7 Agustus 2000. Buku ini bisa dibilang semacam arsip rekaman, apa saja yang disampaikan oleh Gus Dur saat sepuluh bulan menjabat sebagai presiden RI.
Pidato Gus Dur ini sangatlah panjang, ada sekitar 17 halaman. Dalam sidang tahunan itu beliau menyampaikan terkait hasil capaian yang sudah dilakukan dan tantangan yang dihadapi di pemerintahannya. Masalah transisi dan beban berat yang dirasakan olehnya. Baik di bidang politik, ekonomi, sosial, keamanan, dan hukum.
Capaian-capaian pemerintahan Gus Dur antara lain; memisahkan dwi fungsi TNI-Polri, mengembalikan TNI ke barak dan tidak boleh menduduki jabatan sipil. Membuka kebebasan pres sebagai pilar demokrasi. Mengubah Departemen Pertahanan-Keamanan menjadi Departemen Pertahanan untuk memisahkan fungsi pertahanan dari fungsi keamanan, sehingga kelihatan antara tugas Menteri Pertahanan dan Panglima TNI.
Melakukan penguatan lembaga-lembaga perwakilan rakyat di daerah, dengan memilih Kepala Daerah sesuai dinamikanya masing-masing tanpa intervensi dari pemerintah. Hal itu menjadi antitesa selama Orde Baru yang ditunjuk atau dikehendaki istana. Di era Gus Dur pula disahkannya RUU Otonomi Khusus Aceh, harapannya agar pemerintah daerah dapat membawa masyarakat Aceh lebih sejahtera.
Dalam pemerintahannya dihadapkan pada persoalan disintegrasi, konflik sosial, kerusuhan, aksi separatis di beberapa wilayah, seperti Aceh, Papua, Kalimantan Barat, dan Maluku. Untuk mengatasi berbagai konflik tersebut Gus Dur melakukan pendekatan secara kutural, manusiawi dengan berdialog, dan penolakan menggunakan kekerasan.
Selain konflik antar wilayah, Indonesia saat itu dihadapkan pada krisis ekonomi, pasca 98. Bagi Gus Dur, situasi saat itu tidaklah mudah, namun harus tetap dihadapi. Semangat dan optimismenya menyambut Indonesia Baru sangat menyala. Gus Dur mengingatkan pemerintah untuk mengatasi krisis, melanjutkan reformasi, menjaga keutuhan bangsa, dan melanjutkan pembangunan nasional, sesuai amanah GBHN.
Pesannya tidak jauh-jauh dari upaya mewujudkan negara Indonesia yang damai-bersatu, demokratis, berkeadilan hukum, rakyat mampu mandiri, punya daya saing dan hidup sejahtera.
Gus Dur menyampaikan paket komplit, apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang presiden atau pemimpin negara. Dari menjaga keamanan, stabilitas ekonomi, hingga penanganan musibah atau bencana.
Gus Dur menutup pidatonya dengan penuh ketawadhuan. Beliau menyatakan akan belajar banyak dari kekurangan dan kelemahan dalam sepuluh bulan pertamanya, untuk perbaikan ke depan. Komitmennya melanjutkan agenda reformasi dan demokratisasi sangatlah kuat. Andaikan saja Gus Dur diberi kesempatan menjabat tuntas lima tahun sebagai presiden, melihat pidatonya ini, barangkali akan lebih besar lagi kebaikan yang ia berikan untuk kesejahteraan rakyat.