| Judul |
|---|
| Refleksi Seabad Kebangkitan Nasional – Sari Pemikiran 45 Tokoh |
| Editor (Penyunting) |
| Drs. H. Eddi Elison |
| Penerbit |
| Dewan Harian Nasional 45, Jakarta, Juli 2008 (cetakan ke-1) |
| Kategori |
| 2 Bunga Rampai, Judul Buku, Karya Tulis Gus Dur |
| Arsip Tahun |
| 2008 |
Judul Tulisan
Daftar Isi
Prakata
- Oleh: R. Soeprapto
Sambutan
- Oleh: Mendagri, Ardiyanto
Pengantar I
- Oleh: Ketua DPR, Agung Laksono
Pengantar II
- Oleh: Panglima TNI, Jenderal TNI Djoko Santoso
- Memaknai Kebangkitan Nasional
Oleh: Abdurrahman Wahid - Peran Generasi Muda Membangun Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Oleh: Try Sutrisno - Terjajahnya Kembali Indonesia Sejak 1967
Oleh: Kwik Kian Gie - Kebangkitan Nasional Melalui Gerakan Budaya
Oleh: Nani Soedarsono - Sejarah Membuktikan, Kita Bangsa yang Besar dan Kuat
Oleh: Mohammad Achadi - Kebangkitan Nasional: Dari Mana Harus Mulai?
Oleh: Bungaran Saragih - Sistem Pemerintahan Negara Kekeluargaan
Oleh: Sofian Effendi - Perubahan UUD 1945 dan Demokratisasi
Oleh: Valina Singka Subekti - Manajemen Pemerintahan dalam Sejarah Pergerakan Bangsa NKRI
Oleh: Ermaya Suradinata - Rekonstruksi Sistem Pendidikan Menuju Kebangkitan Bangsa
Oleh: Nanat Fatah Natsir - Relevansi Kebangkitan Nasional terhadap Masalah Reforma Agraria
Oleh: Gunawan Wiradi - Kepekaan Politik Birokrasi untuk Penguatan Kebangsaan Indonesia
Oleh: Siti Nurbaya - Konsolidasi Kebangkitan Nasional Indonesia
Oleh: Ki Tyasno Sudarto - Seabad Setelah Hari Kebangkitan Nasional
Oleh: Sayidiman Suryohadiprojo - Prevensi dan Rekonstruksi Keindonesiaan Kita Menuju Masa Depan Indonesia yang Bermartabat
Oleh: Kiki Syahnakri - Perempuan dan Kebangkitan Nasional
Oleh: Ratna Batara Munti - Wilayah Negara dalam UUD 1945
Oleh: Adi Sumardiman - Menyimak Arah Perjalanan Bangsa Indonesia
Oleh: Marjono SW - Globalisasi, Kedaulatan Bangsa, Demokrasi dan Pancasila
Oleh: Sidarto Danusubroto - Pers Setelah Seabad Kebangkitan Nasional
Oleh: Toeti Adhitama - Globalisasi Versus Kebangsaan
Oleh: Budiono Kartohadiprodjo - Siapa Pelopor Kebangkitan Nasional?
Oleh: Asvi Warman Adam - Nation and Character Building Syarat Mutlak Menghadapi Abad XXI
Oleh: Soeprapto - Semangat Kebangkitan Nasional di Zaman HAM
Oleh: Usman Hamid - Kebangkitan Nasional, Kebangkitan Politik Perempuan
Oleh: Adriana Venny - Tiada Kebangkitan Tanpa Kesadaran
Oleh: Krishnanda Wijaya-Mukti - Menjaga Martabat Bangsa di Tengah Globalisasi
Oleh: Thahjadi Nugroho - Seabad Kebangkitan Nasional
Oleh: Franz Magnis-Suseno - Sebuah Prelude untuk Genesis Infrastruktur Perubahan
Oleh: Ridwan Saidi - Kembali ke Jati diri Pendidikan Nasional
Oleh: Ki Soenarno - Bangkitkan Semangat Nasionalisme:
Oleh: A.P. Batubara - Tuntutan Reformasi Agrikultur: Fokus Ganda Agribisnis dan Agroenergi
Oleh: Bomer Pasaribu - Memulihkan Trisakti, Menyongsong Kebangkitan Nasional
Oleh: A Effendy Choirie - Restorasi Indonesia : Sebuah Pembalikan Cara Pikir
Oleh: Sukardi Rinakit - Harga Diri Bangsa sebagai Kata Kunci (Menanti Kebangkitan di Tahun Ke Seratus)
Oleh: Eros Djarot - Peta Jalan Kebangkitan Indonesia
Oleh: Budiman Sudjatmiko - Kebangkitan Nasional VS Kebangkrutan Nasional
Oleh: Fadli Zon - Bagaimana Memasarkan Indonesia Kepada Dunia
Oleh: Hermawan Kartawidjaya - Konfigurasi Olahraga Nasional Pasca Kebangkitan Nasional
Oleh: Eddi Elison - Reinventarisasi Nasionalisme/Kebangsaan di Kalimantan Barat
Oleh: Syafaruddin Usman MHD, S.pd. S.H./Isnawita Din, S.H. - Implementasi Jiwa, Semangat dan Nilai 45 untuk Memperkokoh NKRI
Oleh: Mohamad Zen - Menumbuhkan Kehidupan Kebangsaan yang Bebas dan Cerdas
Oleh: Chris Siner Key Timu - Membangkitkan Kembali Marwah Bangsa
Oleh: Didiek Poernomo - Jangan Meninggalkan Sejarahmu, Hai Bangsaku
Oleh: Eddie Kusuma - Kita Mundur Lebih dari Seratus Tahun
Oleh: Adjie Susanto
Sinopsis
Buku ini berisi kumpulan tulisan dari 45 tokoh yang tengah merefleksikan makna Kebangkitan Nasional. Tokoh-tokoh tersebut terdiri dari beragam profesi serta lintas generasi. Mulai dari pejuang kemerdekaan (kelahiran 1920 an) hingga akademisi, TNI, jurnalis, rohaniawan, dan aktivis reformasi (kelahiran 1960 an).
Pengalaman, pendapat, dan curahan pikiran mereka terhadap makna Kebangkitan Nasional menarik untuk dibaca, karena para tokoh-tokoh tersebut merupakan pelaku sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa ini.
Peringatan Kebangkitan Nasional bagi Gus Dur tidak akan bermakna jika bangsa ini tidak berpijak pada kejujuran dan keterbukaan. Tanpa itu, peringatan tahunan bahkan seabad sekalipun hanya sekadar menjadi seremonial sejarah tanpa arti.
Gus Dur melihat bahwa dua prinsip itu yang menjadikan peraturan atau perundang-undangan di negara kita dapat ditegakkan. Karena roda demokrasi masih berjalan setengah-setengah, tidak berani menindak kepada mereka yang salah. Justru malah memenjarakan lawan politik atau oposisi. Masih tebang pilih.
Sikap terbuka diantaranya adalah mengakui kontribusi rakyat kecil yang tidak tertulis dalam buku sejarah resmi. Pada paragraf awal, Gus Dur mengkritik mengapa dalam peringatan Hari Kebangkitan Nasional mengacunya pada peristiwa berdirinya Budi Utomo, tahun 1908? Yang mengambil sejarah resmi bikinan negara.
Padahal, banyak peristiwa lain dan tokoh-tokoh lain yang memiliki semangat juang yang sama, berkontribusi nyata, tetapi tidak diakui secara resmi oleh negara. Gus Dur pun membandingkan sosok Dewi Kartika, seorang perempuan yang berjuang di dunia pendidikan, namun namanya tak seharum RA Kartini, yang diakui dan ditulis dalam sejarah resmi. Banyak tokoh-tokoh serupa yang tidak populer, dan diabaikan oleh sejarah (negara).
Dalam sikap jujur, Gus Dur menyinggung kasus Ahmadiyah yang ditolak keberadaannya. Dalam sistem demokrasi, penolakan terhadap Ahmadiyah harusnya tidak perlu, karena negara menjamin kebebasan terhadap seluruh pemeluk agama dan keyakinan masing-masing. Keberagaman adalah sunnatullah yang harus dijaga. Berdasarkan amanah konstitusi, Gus Dur siap membela kelompok Ahmadiyah. Hal itu juga merupakan salah satu bagian dari refleksi Kebangkitan Nasional. Menegakkan keadilan dan menjaga integritas bangsa.
Kehadiran buku ini oleh Dewan Harian Nasional 45 juga mencoba menjawab tantangan Indonesia di berbagai bidang. Ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, dan bidang pertahanan keamanan. Kondisi yang demikian ini tidak jauh berbeda dengan apa yang dulu dialami oleh Dr. Sutomo, Dr. Wahidin Sudirohusodo, dan kawan seperjuangannya pada saat 17 tahun sebelum kemerdekaan, 20 Mei tahun 1908. Menyatakan perang melawan kolonialisme dan membangkitkan semangat nasionalisme.
Sejarah akan terus berulang. Refleksi demi refleksi yang ditulis oleh para pendahulu akan bermakna bagi yang mau membacanya. Buku ini layak menjadi alternatif bacaan agar generasi sekarang dapat menangkap makna dan semangat kebangsaan yang dulu pernah dinyalakan oleh para pejuang, pendahulu bangsa.