| Judul |
|---|
| Romo Mangun di Mata Para Sahabat |
| Editor (Penyunting) |
| Y.B. Priyanahadi, dkk. |
| Penerbit |
| Kanisius, Yogyakarta, 2003 (cetakan ke-5) |
| Kategori |
| 2 Bunga Rampai, Judul Buku, Karya Tulis Gus Dur |
| Arsip Tahun |
| 2003 |
Judul Tulisan
Percikan Kesan
Pengantar dari Penerbit
Daftar Isi
Bagian 1. Kesaksian Para Sahabat
- Perjalanan Romo yang Bijak
Oleh: Abdurrahman Wahid - Sebuah Obituari Terlambat
Oleh: Umar Kayam - Romo Mangun Tidak Pernah ”Plintat-Plintut”
Oleh: H.M. Amien Rais - Surat Romo Mangun kepada Mas Rudy
Oleh: A. Malik Fadjar - ”In Memoriam” Romo Mangun
Oleh: H. Rosihan Anwar - Jip
Oleh: Goenawan Mohamad - Kiblat
Oleh: Mohamad Sobary - Jasad itu Bernama
Oleh: Faruk HT - Romo Mangun: Pembela Kaum Miskin
Oleh: Julius Kardinal Darmaatmadja, S.J. - Romo Mangun Sekilas dalam Kenangan
Oleh: J. Soedjati Djiwandono - Kelirumologi Romo Mangun
Oleh: Jaya Suprama - Sekadar Ikut Mengantar Kepergian Romo Mangunwijaya
Tajuk Rencana Kompas - Selamat Jalan Bapak Kaum Papa
Tajuk Rencana Bernas - Sebelum Masuk Tanah Terjanji
Oleh: Sindhunata - Y.B. Mangunwijaya, Hati Nurani Bangsa
Oleh: Jennifer Lindsay - Alam Pikiran Y.B. Mangunwijaya
Oleh: Budi Darma - Guru Peziarah
Oleh: F.X. Mudji Sutrisno - ”Burung-burung Rantau” Elektrifikasi Budaya dari Kacamata Islam
Oleh: Jamal D. Rahman - Arsitektur Mangun, Roman Mangun, dan Y.B. Mangunwijaya dalam Perjalanan Hidup Seorang Anak Muda
Oleh: Ignatius Haryanto - Romo Mangun sebagai Guru
Oleh: A. Supratiknya dan A. Atmadi - Romo Mangun: Lentera Pendidikan
Oleh: Mutrofin
Bagian 2. Gema Sepeninggalnya Romo Mangun
- Presiden, ”Selamat Jalan Romo”
- Romo Mangun telah Tiada
- ”Burung Manyar” Pulang Kandang
- Selamat Jalan ”Burung Manyar”
- Romo Mangun, ”Aku Wis Kesuwen Neng Donya”
- Romo Mangun Dimakamkan di Yogya
- Rute Jenazah Melewati Lembah Code
- Warga Code Menghentikan Kegiatan
- ”Kami Rindu Petuah dari Romo Mangun”
- Menunggu Uluran ”Burung Manyar” Lain
- Kematian yang Membikin Cemburu
- Kepergian Sang Romo
- Jubah dan Caping di dalam Peti
- Dr. Amien Rais, ”Lebih Cepat dari Kesiapan Kita”
- K.H. Abdurrahman Wahid. ”Sama, Cuma Beda Cara”
- Wawancara, Mohammad Sobary, ”Romo Mangun, Bak Bisma yang Terluka”
- ”Dia Tak Tahan Melihat Penderitaan Orang”
- ”Jangan Utamakan Indoktrinasi dalam Mengajarkan Agama”
- Sang Humanis Mekarkan Solidaritas
- Sang Pembela Manusia yang Ketakutan
- Bapak, Kawan, dan Tetangga Rakyat Miskin
- Romo Mangun dan Konsep ”Asih-ajrih”
- Di SDK Mangunan, Kalitirto: Guru Dianggap sebagai Kakak dan Sahabat
- Bagai Anak Ayam Kehilangan Induk
- Bukan Sekadar Politik Rohaniwan Biasa
- Ikuti Saja Cara Berpikir Bung Hatta
- Romo Mangun Sahabat Keluarga Bung Hatta
Biodata dan Karya Romo Mangun
Biodata dan Foto Kontributor
Sinopsis
Buku ini diterbitkan dalam rangka memperingati 100 hari wafatnya Romo Mangun. Berisi testimoni dari para sahabat yang diambil dari buku, koran, dan majalah, serta artikel-artikel lain yang berisi kesaksian dan penghormatan terakhir kepada Romo Mangun.
Romo Y.B Mangunwijaya meninggal pada 10 Februari 1999, saat bertugas dalam acara seminar tentang perbukuan di Hotel Le Meridien di Jakarta, dalam usia 69 tahun.
Beliau merupakan salah satu sahabat Gus Dur dalam berjuang pada penegakan keadilan dan demokrasi, serta pembelaannya kepada kemanusiaan, wong cilik.
Sepertihalnya Gus Dur, saat rezim Orde Baru berkuasa, Romo Mangun dikenal berani dan kritis, bahkan sering berhadap-hadapan dengan penguasa yang represif. Salah satu keberaniannya adalah pembelaannya kepada warga Kedung Ombo yang tanahnya tengah digusur akibat proyek pembangunan. Legacy beliau yang paling menempel hingga sekarang adalah beliau menata pemukiman warga Bantaran Kali Code Yogyakarta menjadi lingkungan yang lebih manusiawi.
Wajar jika segudang penghargaan diberikan kepadanya, sebagai rohaniawan, pejuang kemanusiaan, guru bangsa, pekerja sosial, budayawan, arsitek, dan lainnya. Dengan banyaknya atribusi yang disematkan kepada beliau menunjukkan bahwa Romo Mangun begitu dekat dengan masyarakat, memperjuangkan hak-hak mereka yang terenggut.
Beliau tidak hanya pandai berteori, namun juga aktif terjun ke lapangan, mendengarkan keluhan dan rintihan rakyat.
Ada sembilan belas tulisan kesaksian dari para sahabatnya, seperti Sindhunata, Mohamad Sobary, Umar Kayam, Jaya Suprama, hingga Gus Dur. Buku yang rencananya menjadi kado ulang ke-70 Romo Mangun ini justru menjadi kado Romo Mangun kepada kita semua melalui sahabat-sahabatnya. Yang berisi keteladanan, warisan perjuangan, dan inspirasi.
Tulisan Gus Dur, Perjalanan Romo yang Bijak, pertama kali dimuat di Harian Kompas (4 Maret 1999). Gus Dur mengawali perbincangan dengan makna wali (saint), sosok manusia suci, yang seluruh hidupnya sudah diniatkan atau diwakafkan untuk kepentingan umat. Gus Dur, Romo Mangun, dan Ibu Gedong, adalah tiga tokoh yang berbeda secara keyakinan (agama)—Islam, Katolik, dan Hindu, namun ketiganya dipertemukan dalam satu nafas: kemanusiaan.
Dalam tulisan itu, Gus Dur ingin menekankan bahwa walaupun agama kita berbeda, namun dengan rasa saling menghormati, sikap terbuka, saling pengertian, dan empati, maka kita akan menemukan hakikat kemanusiaan. Cinta kasih.
Hal itulah yang diajarkan oleh Romo Mangun selama hidupnya. Beliau sepenuhnya berjuang dengan ketulusan untuk mengangkat harkat martabat kemanusiaan. Memperhatikan nasib mereka yang malang, pendidikan masyarakat yang kurang, dan ekonomi warga yang rendah.
Saat perencanaan buku ini, Romo Mangun berpesan agar dirinya jangan dikultuskan, tetapi perhatikanlah nasib rakyat kecil, itulah hal yang paling penting dalam hidup.