Judul |
---|
Menuju Demokrasi Tanpa Kekerasan – Kerangka Konseptual Untuk Pembebasan |
Penulis |
Gene Sharp |
Penerbit |
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1997 |
Kategori |
3 Kata Pengantar Buku, Judul Buku, Karya Tulis Gus Dur |
Arsip Tahun |
1997 |
Sinopsis
Buku ini ditulis oleh Gene Sharp, seorang pakar strategi perjuangan tanpa kekerasan. Dalam pendahuluannya, Gene menulis bahwa kediktatoran bisa diruntuhkan tanpa menggunakan kekerasan. Tergantung pilar-pilar kekuasaan dan rakyatnya sendiri, masih tunduk terhadap kepemimpinan yang diktator atau melawannya.
Gene memberikan tips atau semacam strategi melawan kediktatoran tanpa kekerasan. Diantaranya perlawanan dari sipil yang terorganisir. Seperti membuat pernyataan sikap (pres rilis), pemboikotan, pemogokan, mengirimkan utusan khusus, lobi kelompok, komunikasi publik dengan penyebaran poster, meme, video, maupun aksi-aksi simbolik yang lain. Tujuannya adalah untuk mengajak masyarakat secara luas untuk bergerak bersama.
Jadi, buku ini semacam panduan untuk para aktivis atau pejuang demokrasi dalam menumbangkan rezim diktator.
Gus Dur memberikan pengantar pada buku ini dengan judul tulisan: Titik Tolak Demokrasi dan Sikap Menolak Kekerasan. Pada paragraf awal, Gus Dur langsung memberikan penekanan bahwa kepemimpinan yang diktator itu selamanya bersifat militer (militeristik). Contohnya adalah Hitler. Walaupun ia adalah seorang sipil, tetapi dikelilingi oleh kelompok militer.
Salah satu ciri-ciri dari diktator adalah tidak memberikan hak pendapat kepada masyarakat secara luas. Kebijakan-kebijakan yang diambil pun selalu tertutup.
Sederhananya, sikap dari diktator adalah menolak terhadap segala bentuk pluralitas pandangan atau keragaman pendapat. Semuanya harus satu bendera dan seragam. Padahal sejatinya masyarakat kita adalah plural, beragam. Oleh karenanya, kebanyakan masyarakat menentang sikap kepemimpinan yang diktator ini.
Namun karena tekanan represif dari penguasa, masyarakat enggan berkomentar atau berteriak lantang menentang kepemimpinan seperti itu. Lebih memilih bungkam, agar selamat. Sebab itu, para pejuang demokrasi harus melakukan pendampingan secara intens ketika terjadi pembungkaman kepada masyarakat.
Gus Dur menulis, dalam sejarahnya, menggulingkan pemerintah yang diktator dengan menggunakan senjata sebagai alat perubahan yang sah adalah percuma. Hal itu pernah terjadi dalam sejarah Cina, ketika penumbangan Koumintang di bawah Chiang Kaishek, dibumihanguskan oleh Kungcantang di bawah Mao Zedong. Penumbangan itu berhasil, namun pada hakikatnya hanyalah perpindahan dari satu ke lain sistem pemerintahan diktatorial. Mao Zedong mengendalikan penuh politik, ekonomi, dan kehidupan sosial masyarakat.
Artinya, cara-cara kekerasan yang dilakukan akan sia-sia. Karena seringkali metode kekerasan berujung pada kehancuran dan tidak menjamin terciptanya demokrasi. Sementara perjuangan tanpa kekerasan setidaknya bisa menghapus siklus balas dendam. Perjuangan yang demikian ini yang lebih dipilih karena sifatnya yang berkelanjutan, jangka panjang.
Pantas saja, selama Gus Dur menjabat sebagai presiden, beliau lebih mengedepankan dialog kepada semua kelompok, istana dibuka kepada semua golongan, beliau menampung beragam pendapat, mengembangkan pluralitas, karena itu adalah salah satu jalan untuk menegakkan demokrasi.
Gus Dur menolak sikap hidup yang monolitik, serba seragam. Yang diinginkannya adalah terwujudnya keragaman pemikiran. Dalam sejarah kepemimpinannya, ia membuka keran demokrasi yang selama orde baru tertutup. Departemen penerangan dibubarkan. Tidak ada lagi kontrol media oleh pemerintah, pres dipersilakan bicara apapun, semua orang bebas berbicara menyatakan pendapatnya termasuk mengkritik pemerintah.
Gus Dur juga melakukan rekonsiliasi terhadap kelompok yang dulu termarginalkan, penghapusan dwi fungsi ABRI, mengayomi hak-hak kaum minoritas, seperti masyarakat Tionghoa.
Buku ini menarik, penulis membagi ke dalam sepuluh bab tentang mengapa harus berjuang menegakkan demokrasi tanpa kekerasan dan cara-cara melawan kediktatoran, bahkan dalam lampiran diberikan semacam tips dan trik metode perlawanan tanpa kekerasan. Franz Magnis Suseno memberikan kesimpulan atas buku ini, bahwa perjuangan dengan cara non-kekerasan harus dilakukan dengan cara yang sabar dan rasional, demi pencapaian sasaran-sasaran demokratis.