Kembali ke 3 Kata Pengantar

Al-Qur’an Kitab Toleransi – Tafsir Tematik Islam Rahmatan Lil ‘Alamin

3 Kata Pengantar
Al-Qur’an Kitab Toleransi – Tafsir Tematik Islam Rahmatan Lil ‘Alamin
Judul
Al-Qur’an Kitab Toleransi – Tafsir Tematik Islam Rahmatan Lil ‘Alamin
Penulis
Zuhairi Misrawi
Penerbit
Pustaka Oasis, Jakarta, 2017 (cetakan ke-2)
Kategori
, ,
Arsip Tahun

Judul Tulisan

Daftar Isi

Ucapan Terima Kasih

Kata Pengantar

Kata Pengantar

  • Al Qur’an Sebagai Fundamen Toleransi
    • Oleh: Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif

Pendahuluan

 

Menghadirkan Al-Qur’an

  • Al-Qur’an dan Pergulatan Politik
  • Menghadirkan Keistimewaan
  • Menghadirkan Mutiara
  • Menghadirkan Nilai-nilai Kemanusiaan Universal

 

Al-Qur’an sebagai Teks Terbuka

  • Al-Qur’an sebagai Teks
  • Al-Qur’an sebagai Diskursus
  • Al-Qur’an sebagai Cahaya dan Petunjuk

 

Membudayakan Tafsir untuk Zamannya

  • Tafsir Al-Qur’an: Penjelasan, Pemahaman, dan Tindakan
  • Khazanah Tafsir Al-Qur’an
  • Garis-garis Besar dalam Tafsir Al-Qur’an
  • Membudayakan Tafsir untuk Zamannya

 

Paradigma Toleransi: Inklusivisme, Pluralisme dan Multikulturalisme

  • Inklusivisme
  • Pluralisme
  • Multikulturalisme

 

Ayat-ayat Toleransi: Al-Qur’an sebagai Kitab Toleransi

  • Tuhan sebagai Sumber Kasih Sayang
  • Nabi Muhammad saw: Teladan Praksis Kasih Sayang
  • Tidak Ada Paksaan dalam Agama
  • Prinsip Toleransi dalam Dakwah
  • Iman dan Amal Saleh sebagai Basis Toleransi
  • Satu Umat, Beragam Nabi
  • Kitab Taurat sebagai Petunjuk dan Cahaya
  • Kitab Injil sebagai Petunjuk dan Cahaya
  • Ahlul Kitab sebagai Orang-orang Saleh
  • Toleransi di Tengah Keragaman Makhluk Tuhan
  • Kesetaraan Umat Beragama
  • Kebebasan Beragama
  • Larangan Menebarkan Kebencian
  • Larangan Menebarkan Kekerasan
  • Penghargaan Islam Atas Pemuka Agama Kristen
  • Mengucapkan Selamat Natal
  • Tuhan sebagai Hakim Atas Perbedaan
  • Mengutamakan Jalan Damai

 

Reinterpretasi Al-Qur’an: Dari Tafsir Intoleransi Menuju Tafsir Toleransi

  • Relasi Umat Islam, Kristen, dan Yahudi
  • Hukum Tuhan dalam Agama-agama Samawi
  • Sikap Keras terhadap Orang-orang Kafir
  • Paradigma Jihad dan Perang
  • Isa Al-Masih, Trinitas, dan Ketauhidan

 

Membumikan Toleransi Al-Qur’an

Daftar Pustaka

Indeks

Biodata Penulis

 

Sinopsis

Buku ini diantaranya terilhami dari pengalaman-pengalaman dan perjumpaan penulis, Zuhairi Misrawi,  dengan beberapa tokoh agamawan lintas iman, baik saat ia studi di Al-Azhar, Kairo-Mesir maupun di Indonesia. Seperti Dr. Milad Hanna (seorang Kristen Koptik di Mesir), Dr. Youhanna Qoltah (Uskup Agung Kristen Katolik Mesir), Romo Franz Magnis Suseno (Sesepuh STF Driyarkara Jakarta), dan Pendeta Martin Lukito Sinaga (Pendeta Gereja Simalungun).

 

Histori alam bawah sadarnya menyimpulkan mungkin demikian apa yang dulu Nabi ajarkan, ketika berjumpa dengan orang-orang yang berbeda agama dengannya. Saling mengasihi, memberi rasa aman, nyaman, serta saling mengayomi.

 

Ketika ada teroris yang mengatasnamakan Islam, lantas mengusik keyakinannya, benarkah al-Qur’an yang ia pelajari sejak kecil mengajarkan untuk saling membenci dan melegalkan kekerasan kepada umat agama lain? setelah dilakukan penelusuran, di dalam kitab suci al-Qur’an memuat 300 an ayat yang mengajarkan tentang toleransi. Mengajak umat Islam agar hidup toleran dan damai dengan umat-umat agama lain.

 

Dari ratusan ayat tersebut disarikan ke dalam 19 tema yang berkaitan dengan isu toleransi. Diantaranya, Tuhan sebagai sumber kasih sayang, keteladanan Nabi Muhammad, dan nilai-nilai dan petunjuk al-Qur’an, seperti kesetaraan umat beragama, kebebasan beragama, larangan menebar benci antar sesama, mengutamakan jalan damai, dan penghargaan atas pemuka agama lain.

 

Selain itu penulis mengambil lima tema—beserta tafsir ayat—yang biasa dipakai kelompok ekstrimis.  Seperti sematan kata kafir, paradigma jihad dan perang, relasi antara Islam, Yahudi, dan Kristen, hingga konsep trinitas.

 

Jika diperas, isi buku ini meringkas pesan-pesan yang terkandung di dalam al-Qur’an yang intinya ada dua. Pertama, mengakui bahwa dalam kehidupan kita tidak ada yang sama alias berbeda-beda dan beragam. Kedua, pentingnya mencari titik temu (kalimatun sawa’). Dalam konteks ber-Indonesia, berbeda keyakinan atau agama adalah sesuatu yang tak bisa dipungkiri, namun kita tetap membawa ikatan Pancasila.

 

Dapat disimpulkan bahwa buku ini mencoba meluruskan kesalahan tafsir terhadap teks al-Qur’an yang terjadi selama ini, serta mempermudah kita melacak ayat-ayat yang mempunyai semangat toleransi dan perdamaian.

 

Sementara Gus Dur dalam pengantarnya bercerita, jikalau ia tidak menemukan kitab terjemahan Ibnu Rusyd dalam bahasa Arab atas karya utama Aristoteles yang berjudul “Ethika Nicomacheia”, mungkin saja Gus Dur sudah menjadi seorang teroris. Gus Dur pun menangis ketika mendapatkan buku itu. Memeluknya. Berterima kasih atas karya agung Aristoteles dalam melihat bentangan luas peradaban manusia.

 

Dari Filsafat Yunani, Gus Dur menarik ke tradisi intelektual global dan mengkritik atas kejumudan (stagnasi) terhadap tradisi pemikiran Islam. Selanjutnya Gus Dur juga membicarakan sejarah kompleks atas gerakan Islam Indonesia hingga sikap Nahdlatul Ulama yang memutuskan pembentukan negara Islam tidak wajib, karena syariat bisa dilaksanakan oleh masing-masing individu tanpa bentuk negara tertentu.

 

Kesamaan Gus Dur dengan Zuhairi Misrawi pernah aktif di P3M (Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat). Di lembaga ini, pada tahun 80 an, Gus Dur adalah salah satunya yang mendekatkan isu-isu politik dan kemanusiaan ke lingkungan-lingkungan pesantren.