Judul |
---|
Mengapa Partai Islam Kalah? – Perjalanan Politik Islam dari Pra-Pemilu 1999 sampai Pemilihan Presiden |
Editor (Penyunting) |
Hamid Basyaib, Hamid Abidin |
Penerbit |
ALVABET, Jakarta Selatan, Oktober 1999 (cetakan ke-1) |
Kategori |
2 Bunga Rampai, Judul Buku, Karya Tulis Gus Dur |
Arsip Tahun |
1999 |
Judul Tulisan
Daftar Isi
Mengapa Partai Islam, Mengapa Kalah – Catatan Editor
Bab I. Pro-Kontra Partai Islam
- Agama Berdimensi Banyak, Politik Berdimensi Tunggal
- Oleh: Kuntowijoyo
- Islam dan Politik
- Oleh: Deliar Noer
- Islam Politik dan Islam Struktural
- Oleh: Masykuri Abdillah
- Antara Formalisme & Pengembangan Nilai-nilia Islam
- Oleh: Abd A’la
- Antara Asas Islam dan Asas Pancasila
- Oleh: KH Abdurrahman Wahid
- Reformasi Politik Islam
- Oleh: Fikri Yathir
- Dilema Politik Islam
- Oleh: Din Syamsuddin
- Fenomena Partai Islam
- Oleh: Bahtiar Effendi
- Fundamentalisme Islam
- Oleh: Azyumardi Azra
- Partai Islam, Negara Islam
- Opini Majalah Tempo
- Hatta dan Partai Islam
- Oleh: Deliar Noer
- Noblese Oblige
- Oleh: Hajriyanto Y. Thohari
- Desakralisasi Partai Islam
- Oleh: Sukidi
- Partai Islam yang Rasional
- Wawancara Yusril Ihza Mahendra
- Era Baru, Butuh Wahana Baru
- Wawancara M. Amien Rais
- Tak Mungkin Indonesia Jadi Negara Islam
- Wawancara Franz Magnis-Suseno
- Kalangan Islam Harus Tampil Percaya Diri
- Wawancara Malik Fajar
Bab II. Kiprah Parpol Islam dalam Pemilu 1999
- Parpol Islam: Antara Gembira dan Ragu
- Monitor/polling Majalah Tempo
- Peta Politik bagi Umat
- Oleh: Kuntowijoyo
- Problem Empiris Politik Islam
- Oleh: Khamami Zada
- Fragmentasi Partai Islam
- Oleh: M. Arskal Salim GP
- Satu Islam Dua Pemilu
- Oleh: Azyumardi Azra
- Tragedi Jepara dan Ideologisasi Agama
- Oleh: Mohammad AS Hikam
- Stembus Accoord dan Caleg Non-Muslim
- Oleh: Hartono Mardjono
- Umat yang Gugup
- Oleh: Ulil Abshar-Abdalla
- Eksperimen Islam Politik Jilid III
- Oleh: M. Alfan Alfian M
- Aliansi Islam
- Oleh: Kacung Marijan
- Memahami Perilaku Memilih Muslim
- Oleh: Abdul Munir Mulkhan
- Sikap Muslim Memilih Partai
- Oleh: N. Syamsudin CH Haesy
- Partai Semangka, Mangga, dan Mentimun
- Oleh: Eep Saefulloh Fatah
- Radikalisme dan Ekstremisme Bukan Ajaran Islam
- Wawancara Nur Mahmudi Ismail
- Politik Islam Sekarang Jauh Lebih Majemuk
- Wawancara Robert W. Hefner
Bab III. Kekalahan Parpol Islam
- Mengevaluasi Parpol Islam Pascapemilu
- Oleh: Farid Wajdi
- Kalah-Menang bagi Parpol Islam
- Oleh: Efa Ainul Fatah
- Kekalahan Partai Politik Islam
- Oleh: Mochtar Naim
- Parpol Islam dan Kelanjutan Reformasi
- Oleh: Abu Bakar E. Hara
- Islam dan Politik di Indonesia
- Oleh: Sugiono
- Pemilu dan Elit Politik Islam
- Oleh: Bahtiar Effendy
- Tukang Azan dan Kekalahan Partai Islam Modernis
- Oleh: Hajriyanto Y. Thohari
- Kegagalan Islam Politik
- Oleh: Riza Sihbudi
- Kekalahan Partai Islam
- Oleh: Saiful Mujani
- Kemenangan Partai Terbuka
- Oleh: Denny JA
- Apakah Politik Islam Kalah?
- Oleh: Fathi Siregar
- Stembus Accord: Malaikat Penyelamat Partai Islam
- Oleh: Husin M. Al-Banjari
- Kemenangan Mega Bukan Kekalahan Islam
- Wawancara Moeslim Abdurrahman
- Mega Boleh Menang, Tapi….
- Wawancara Hartono Mardjono
- Partai Islam Tidak Prospektif
- Wawancara Azyumardi Azra
- Semua Orang Diberi Hak Bermimpi
- Wawancara Mitsuo Nakamura
Bab IV. Parpol Islam Pascapemilu 1999
- Hikmah di Balik Kekalahan Partai Islam
- Oleh: Fahruddin Salim
- Membangun Ukhuwah Politik
- Oleh: Khamami Zada
- Membangun Visi Baru Politik Islam
- Oleh: Ahmad Zubaidi
- Ukhuwah Politik: Antara Teori dan Problem Politik
- Oleh: Husin M. Al-Banjari
- Islam Pascapemilu
- Oleh: Moeslim Abdurrahman
- Megawati, Hadiah Gratis bagi Umat Islam
- Oleh: Eep Saefulloh Fatah
- Haz dan Ihza
- Oleh: Haidar Bagir
- Atas Nama Umat Islam
- Oleh: Ulil Abshar-Abdalla
- Politik Garam
- Oleh: Bahtiar Effendy
- PR Umat Islam
- Oleh: Deliar Noer
- Demokrasi dan Posisi Umat Islam
- Oleh: Ahmad Syafi Maarif
- SA, ET, dan Prospek Partai Keadilan
- Oleh: Husin M. Al-Banjari
- Menggagas Konfederasi Partai-Partai Islam
- Oleh: Saleh Khalid
- Islam Tidak akan Kalah
- Wawancara Nurcholish Madjid
Bab V. Fraksi Islam, Fraksi Reformasi, dan Poros Tengah
- Fraksi Islam, Perlukah?
- Oleh: Bahtiar Effendy
- Fraksi Islam, Oposisi dan Reposisi
- Oleh: M. Alfan Alfian M
- Fraksi Islam
- Oleh: Azyumardi Azra
- ”Fraksi Islam” dan ”Poros Tengah”
- Oleh: Hartono Mardjono
- Membabat Habis Mitos Jumlah Terbesar
- Oleh: Kuntowijoyo
- Pertarungan Perjuangan Politik Umat
- Oleh: Ahmad Rusli Arsyad
- Fraksi Reformasi
- Oleh: Saiful Mujani
- Gus Dur dan Fraksi Reformasi
- Oleh: Mohammad AS Hikam
- Poros Tengah: Antara Ada dan Tiada
- Oleh: Hajriyanto Y. Thohari
- Membaca Peluang ”Poros Tengah”
- Oleh: Salahuddin Wahid
- Kendala Menyatukan Islam Modern-Tradisionalis
- Oleh: Mundzar Fahman
- Poros Tengah, Quo Vadis?
- Oleh: Moch. Sa’adun M
- Sebenarnya Indonesia Negara Sekuler
- Wawancara Gregory James Barton
- Saya Sudah Bulat Mencalonkan Gus Dur
- Wawancara M. Amien Rais
- Poros Tengah Ibarat Cewek
- Wawancara Yusril Ihza Mahendra
- Amien dan Gus Dur Tidak Mendukung Megawati
- Wawancara Hamzah Haz
Sumber Tulisan
Biodata Editor
Sinopsis
Buku ini berisi kumpulan tulisan dari para cendekiawan, dan beberapa wawancara dari para politisi dan pengamat politik tanah air—yang pernah dimuat di media—baik majalah maupun koran Harian. Membincang perjalanan politik Islam dari pra-pemilu 1999 sampai pemilihan presiden.
Pertanyaan besarnya adalah mengapa partai Islam kalah dengan partai-partai nasionalis atau sekular? Secara Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Dari 17 parpol Islam yang lolos seleksi pemilu 1999, hanya PPP yang meraih suara signifikan, mampu menduduki lima besar secara nasional.
Mengapa label formal, asas Islam, kurang menjual alias tidak bisa menarik dukungan suara? Hal apa yang mendasarinya? Apakah karena politisi Islam yang mewakili partai-partai itu dianggap tidak kredibel, baik secara moral maupun figur intelektual, atau karena faktor lain? Dalam arti pemilih lebih menyukai partai-partai yang mengusung nilai-nilai keislaman, moderat, inklusif, yang lebih substantif ketimbang simbol-simbol Islam yang terkesan eksklusif.
Dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, kesadaran keagamaan umat Islam yang meningkat, lebih mementingkan substansi, seperti kejujuran, keadilan, dan etika sosial daripada simbol-simbol, seperti yang ditampilkan oleh Islam politik. Kedua, mungkin kepentingan umat Islam diperjuangkan perwujudannya oleh para politisi di luar lingkungan Islam politik, atau bahkan dari kalangan non-Muslim.
Untuk menjawab pertanyaan atau kegelisahan di atas, buku ini dibagi ke dalam lima bab. Pertama, Pro-Kontra Partai Islam. Kedua, Kiprah Parpol Islam dalam Pemilu 1999. Ketiga, Kekalahan Parpol Islam. Keempat, Parpol Islam Pascapemilu 1999. Kelima, Fraksi Islam, Fraksi Reformasi, dan Poros Tengah.
Sementara tulisan Gus Dur, Antara Asas Islam dan Asas Pancasila, turut serta mewarnai buku Mengapa Partai Islam Kalah?. Tulisan tersebut pernah dimuat di Harian Media Indonesia (17 Maret 1999).
Gus Dur membicarakan mengapa Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yang didirikannya itu tidak berasaskan Islam, melainkan berasaskan Pancasila. Gus Dur menjawab, bahwa PKB memang bukan partai Islam, karena kita memang tidak memerlukan partai berasas tersebut, meskipun para anggota dan simpatisannya kebanyakan berasal dari NU, sebuah organisasi Islam.
Walaupun demikian, PKB tetap memperjuangkan tegaknya ajaran Islam. Tapi, tidak melalui pelaksanaan hukum Islam, seperti syariatisasi. Sebab negara Indonesia adalah negara yang plural, milik kita bersama. Gus Dur menyatakan, perjuangan penegakan hukum Islam bukan hanya terletak di bidang politik, melainkan pada penegakan moralitas atau akhlak bangsa. Melalui pendidikan dan dakwah (tabligh).
Gus Dur banyak mengutip ayat-ayat al-Qur’an dalam tulisannya itu, yang berisi tentang pentingnya menjaga persatuan di tengah perbedaan pandangan. Seperti ayat yang berarti: tiada paksaan dalam beragama (laa ikraaha fiddin), bagimu agama mu bagiku agama ku (lakum diinukum waliyadiin), bagi kami amal perbuatan kami dan bagi kamu amal perbuatan kamu (walanaa a’maaluna walakum a’malukum), dan lainnya.
Dengan lebih mementingkan perjuangan berbasis nilai dan pendekatan moral (etika), alhasil Partai Kebangkitan Bangsa menduduki peringkat ketiga, di atas PPP. Basis kuat secara kultural mampu mengalahkan partai-partai Islam yang ideologis. Menarik bukan?