Judul |
---|
Dialog – Indonesia Kini dan Esok Buku Pertama |
Penulis |
Imam Walujo, Kons Kleden |
Penerbit |
Lembaga Penunjang Pembangunan Nasional (LEPPENAS), Jakarta, Desember 1980 (cetakan ke-1) |
Kategori |
2 Bunga Rampai, Judul Buku, Karya Tulis Gus Dur |
Arsip Tahun |
1980 |
Judul Tulisan
Daftar Isi Buku Pertama
- Kobarkan Kembali Idealisme dan Semangat Berjuang
Oleh: H. Adam Malik - ”Langit Indonesia Makin Rendah”
Oleh: Prof. Dr. Sutan Takdir Alisjahbana - Apa Arti Hidup Merdeka?
Oleh: Subadio Sastrosatomo - Demokratisasi Syarat untuk Mencapai Kemajuan
Oleh: Franz Magnis Suseno - Tiga Jalur Benang Merah Memintal Indonesia Tahun 2000
Oleh: Emil Salim - Antara Ukuran dan Kekuasaan
Oleh: Dorodjatun Kuntjoro Jakti - Menetapkan Pangkalan-Pangkalan Pendaratan Menuju Indonesia yang Kita Cita-Citakan
Oleh: Abdurrahman Wahid - Kita Jernihkan Dulu Duduk Beberapa Permasalahan Dasar
Oleh: Taufik Abdullah - ”Kehidupan dari Penjara ke Penjara”
Oleh: Ridwan Saidi - Tiga Syarat untuk Terciptanya Solidaritas Politik
Oleh: Yuwono Sudarsono - Kita Harus Mengenali Diri Sendiri
Oleh: Sabam Sirait - Diperlukan Reformasi Kebudayaan
Oleh: Bur Rasuanto - Catatan Riwayat Hidup
____________________________________________________________________________________
Daftar Isi Buku Kedua
- Pembangunan Tak Bisa Dihentikan
Oleh: Jend. Purn. Daryatmo - Legitimasi Belum Mantap
Oleh: Letjen Sutopo Yuwono - Arah Pembangunan Kita Sudah Tepat
Oleh: Ir. Rachmat Witoelar - Yang Penting Pembangunan Infrastruktur Politik
Oleh: Akbar Tanjung - Menumbuhkan Kultur Politik Yang Baru
Oleh: Jend. Purn. Soemitro - Kita Sama Berdiri di Landasan Pancasila
Oleh: K.H. Imam Sofwan - Dibutuhkan Pendobrakan Intelektual
Oleh: A. Dahlan Ranuwihardjo, S.H. - Persoalan Pembentukan Struktur Sosial dan Kebudayaan Nasional
Oleh: Prof. Dr. Selo Soemardjan - Kebudayaan Telah Kita Permak
Oleh: Dr. Toeti Heraty Noerhadi - Berilah Kesempatan Untuk Berpartisipasi
Oleh: Dr. Umar Kayam - Bangsa Kita Belum Merdeka dari Kurungan Magis
Oleh: Y.B. Mangunwijaya - Suatu Koreksi, Pembaharuan Merupakan Keharusan
Oleh: Abdul Madjid - Mencari Sistem Politik Yang Selalu Menumbuhkan Alternatif
Oleh: A. Rahman Tolleng - Ke Arah Strategi Pembangunan Total.
Oleh: Prof. Sarbini Sumawinata, MA
Riwayat Hidup yang diwawancarai
Riwayat Hidup yang mewawancarai
Sinopsis
Buku ini berisi kumpulan wawancara dengan para tokoh yang membincang tentang keindonesiaan: kini dan esok. Kini, menyikapi berbagai permasalahan yang muncul saat itu, dan esok, adalah harapan masa depan Indonesia yang lebih baik. Ada dua belas intelektual yang dimintai gagasannya tentang Indonesia. Antara lain: Emil Salim, St. Takdir Alisjahbana, Adam Malik, Franz Magnis Suseno, Ridwan Saidi, Gus Dur, dan lainnya.
Semula, isi buku ini merupakan rangkaian wawancara yang diterbitkan oleh Bulletin OPTIMIS sejak edisi perdana hingga edisi kesepuluh. Hasil dari wawancara itu kemudian dibukukan, dan diedarkan ke publik pada akhir Desember 1980.
Secara garis besar, beberapa pokok pertanyaan yang diajukan kepada para tokoh adalah hal yang sama, menyikapi masalah dasar yang dihadapi oleh bangsa, bagaimana pandangan dan bacaan mereka dari berbagai gejala yang diamatinya itu, dan seperti apa konsep atau problem solving yang ditawarkan oleh dua belas intelektual dalam melihat nasib Indonesia ke depan. Jawaban-jawaban mereka pun beragam sesuai kapasitas masing-masing. Sebagai politisi, budayawan, maupun teknokrat.
Wawancara dengan Gus Dur diberi judul “Menetapkan Pangkalan-pangkalan Pendaratan Menuju Indonesia yang Kita Cita-citakan”. Gus Dur menyoroti berbagai kasus mendasar terkait ide pembangunan. Gus Dur menyatakan bahwa dalam pelaksanaan pembangunan butuh jangka panjang, tidak serba ujug-ujug, simsalabim. Oleh karenanya, diperlukan ‘pangkalan-pangkalan’ pendaratan agar tercapai cita-cita yang diinginkan.
Pembangunan yang dimaksud oleh Gus Dur adalah proses transformasi masyarakat, perubahan kejiwaan dan sosial secara menyeluruh, sehingga masyarakat bisa hidup sejahtera lahir batin. Bukan sekadar gemerlap pembangunan fisik semata.
Gus Dur memberikan dua tawaran langkah untuk mencapai tujuan. Yang pertama, cara romantik revolusioner, yakni memobilisasi rakyat secara masif dengan ideologi tunggal tentang pembangunan. Namun ide ini tidak cocok diterapkan di Indonesia, karena dalam memahami ideologi Pancasila, bangsa kita masih kabur, belum clear secara ideologi. Sebab itu, mustahil jika menempuh langkah ini.
Yang kedua, pendekatan strategi-alternatif. Yakni proses perubahan yang lahir dari arus bawah, dari masyarakat akar rumput. Melalui komunitas-komunitas lokal, pesantren, yang sudah ada di desa-desa. Meski perubahan ini relatif lambat dari yang pertama, namun proses perkembangan lebih masuk akal.
Banyak hal yang dibicarakan oleh Gus Dur. Tentang transformasi sosial ekonomi, tantangan pembangunan, pentingnya kesadaran berbangsa, menyikapi munculnya sektarianisme dan intoleransi, gagapnya kaum intelektual karena terlalu nyaman di menara gading, dan politisi yang haus kekuasaan hingga lupa terjadinya kesenjangan sosial. Pun demikian Gus Dur tetap optimis dengan masa depan Indonesia.