Kembali ke 1B Rekaman Proses

Dialog Peradaban untuk Toleransi dan Perdamaian

1B Rekaman Proses
Dialog Peradaban untuk Toleransi dan Perdamaian
Judul
Dialog Peradaban untuk Toleransi dan Perdamaian
Penulis
Abdurrahman Wahid dan Daisaku Ikeda
Editor (Penyunting)
The WAHID Institute dan Soka Gakkai Indonesia
Penerjemah
Ayumi Shinoki dan Urara Umazawa
Penerbit
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010 (cetakan ke-1)
Kategori
, ,
Arsip Tahun

Judul Tulisan

BAB I Perdamaian Merupakan Misi Agama

1.1 Indonesia adalah Tempat Berbagai Agama Hidup Rukun

1.2 Kesulitan adalah Bekal Kemajuan

1.3 Gembira Bersahabat dengan Kebudayaan Lain

1.4 Mempertaruhkan Nyawa Melawan Militerisme

1.5 Menghormati Keanekaragaman adalah Mesin Penggerak Menuju Kemakmuran

 

BAB II Persahabatan sebagai Jembatan Dunia

2.1 Solidaritas Universal Lintas Bangsa dan Agama

2.2 Kebebasan Beragama Akar Masyarakat Demokratis

2.3 Dirikan Benteng Orang-orang Berbakat

2.4 Menegakkan Keadilan, Perdamaian dan Persahabatan

2.5 Mewariskan Semangat yang Agung

 

BAB III Perjuangan dan Pencarian di Masa Remaja

3.1 Jepang dan Indonesia, Dua Wajah Satu Rupa

3.2 Membina Kehidupan Bersama Alam

3.3 Perdamaian, Langkah Pertama yang Harus Ditempuh

3.4 Belajar dari Orang Baik di Dekat Kita

3.5 Pertalian Guru – Murid yang Penuh Tantangan

 

BAB IV Tantangan Menuju Abad Hak Azasi Manusia

4.1 Suami-Istri adalah Kawan Seperjuangan

4.2 Toleransi adalah Semangat Melindungi Jiwa

4.3 Jurnalis yang Pantang Menyerah demi Rakyat

4.4 Kontribusi pada Masyarakat Luas adalah Roh Agama

 

BAB V Persahabatan Antarbudaya sebagai Sumber Kreativitas

5.1 Menuju Dunia Multipolar

5.2 Mekarnya Jiwa Kreatif Bukti Perdamaian

5.3 Jalur Sutera Menyambung Kebudayaan dan Agama

5.4 Dialog adalah Kristalisasi Cita-cita Demokrasi

 

BAB VI Belajar Toleransi dari Sejarah Islam dan Buddha

6.1 Melihat Kenyataan Orang Lain

6.2 Nabi Muhammad dan Buddha Sakyamuni

6.3 Menerima Wahyu dan Mencapai Kesadaran

6.4 Menyelamatkan Umat Manusia dengan Mengatasi Penganiayaan

6.5 Mewariskan Semangat Anti-kekerasan

6.6 Budaya Aksara Menjadi Daya Pencipta Masyarakat

6.7 Ilmu Kedokteran dan Misi Damai Agama

6.8 Mengkaji Ulang Teori Benturan Antarperadaban

 

BAB VII Pendidikan Pilar Emas Masa Depan

7.1 Pekerjaan Mulia untuk Mengembangkan Manusia

7.2 Dari Pendiri kepada Penerus

7.3 Budaya Komunitas adalah Kebijaksanaan yang Hidup

7.4 Pendidik Mencipta Lingkungan Pendidikan Terbaik

7.5 Persahabatan Generasi Muda Landasan Perdamaian Dunia

 

BAB VIII Membuka Zaman Baru

8.1 Toleransi Jembatan Keragaman

8.2 Pemuda Mendorong Pergerakan Masyarakat

8.3 Perjuangan Merintis Pendidikan Kaum Wanita

8.4 Dialog Global Akan Menerangi Dunia

Sinopsis

Buku terbitan Gramedia Pustaka Utama yang bekerja sama dengan Soka Gakkai Indonesia dan The Wahid Institute ini memuat dialog antara Gus Dur dan Daisaku Ikeda. Daisaku Ikeda adalah seorang penggerak perdamaian dan pendiri Soka Gakkai International, organisasi Buddhis tingkat global, yang memiliki jutaan umat di ratusan negara.

 

Selain Gus Dur, ia juga berdialog dengan beberapa cendekiawan maupun pimpinan negara di dunia. Bahkan mengarang lebih 50 buku dialog. Tokoh-tokoh tersebut antara lain: Arnold Joseph Toynbee (sejarawan Inggris), Mikhail Gorbachev (politikus Rusia), John Kenneth Galbraith (ekonom, diplomat Amerika), Majid Tehranian (pakar ilmu perdamaian Iran), hingga Jao Tsung-I (sinolog Hongkong).

 

Pertemuan Gus Dur dan Daisaku Ikeda bermula saat Gus Dur mendapatkan gelar Honoris Causa dari Universitas Soka pada tahun 2002. Sejak saat itu, kedua tokoh yang mempunyai perhatian pada isu perdamaian dan toleransi ini muncul untuk melakukan dialog. Yang kemudian dijembatani oleh Soka Gakkai Indonesia. Kalau era sekarang dialog beliau berdua bisa dibilang semacam podcast.

 

Sepanjang tahun 2009, delapan seri yang ada di tiap bab buku ini diterbitkan dalam Majalah USHIO. Majalah ini cukup populer di Jepang, dengan oplah 400 ribu eksemplar. Dialog keduanya, tentang perdamaian dan pertukaran budaya, antara agama Islam dan agama Buddha, disambut baik oleh warga Jepang.

 

Pada September 2010, dialog keduanya diterbitkan ke dalam buku berbahasa Jepang, yang kemudian dialihbahasakan oleh Ayumi Shinoki dan Urara Numazawa ke dalam Bahasa Indonesia.

 

Delapan bab tersebut antara lain: Perdamaian Merupakan Misi Agama, Persahabatan sebagai Jembatan Dunia, Perjuangan dan Pencarian di Masa Remaja, Tantangan Menuju Abad Hak Azasi Manusia, Persahabatan Antarbudaya sebagai Sumber Kreativitas, Belajar Toleransi dari Sejarah Islam dan Buddha, Pendidikan Pilar Emas Masa Depan, dan Membuka Zaman Baru.

 

Semua bab dari dialog ini sudah diklasifikasi, ditata rapi, dalam bab-bab penting yang menarik dibaca. Apalagi keduanya memiliki kesamaan visi misi dalam menyuarakan ajaran-ajaran luhur tentang perdamaian, toleransi, dan hak asasi manusia. Walaupun berbeda keyakinan, namun sefrekuensi dalam isu-isu kemanusiaan.

 

Dari tiap bab yang ada, banyak pesan-pesan penting. Petuah atau kalam hikmah dari keduanya. Seperti Daisaku Ikeda menyatakan bahwa semua agama harus bekerja sama menuju satu tujuan, yakni perdamaian. Karena agama ada untuk kebahagiaan manusia. Begitu juga dengan Gus Dur, menyatakan bahwa dalam dialog dapat menciptakan wajah manusia yang tidak memandang perbedaan suku, budaya, latar belakang sejarah serta membuka jalan untuk meningkatkan nilai-nilai universal.

 

Keduanya saling berbagi pengalaman selama ini dalam menyuarakan perdamaian. Seperti yang Gus Dur nyatakan, bahwa beliau berkeliling ke Amerika dan negara-negara lain, tak lain supaya menyuarakan ajaran Islam yang benar, yakni perdamaian. Bukan kekerasan maupun peperangan, sebagaimana terjadi kesalahpahaman di negara-negara Barat terhadap Islam.

 

Keduanya juga membagikan nilai-nilai yang dipahami dalam ajaran Islam dan Buddha, yang memiliki kesamaan ajaran universal tentang isu-isu kemanusiaan. Selain itu, keduanya membagikan apa yang dimiliki oleh Indonesia dan Jepang—tentang tradisi, budaya, kekayaan alam—yang menjadi daya tarik oleh banyak negara.

 

Dialog keduanya mengalir, saling melempar pujian atas kerja-kerja kemanusiaan yang selama ini dilakukan.