Judul |
---|
Gus Dur Yang Saya Kenal (Catatan Transisi Demokrasi Kita) |
Penulis |
A. Muhaimin Iskandar |
Penerbit |
LKiS Yogyakarta, Februari 2004 |
Kategori |
3 Kata Pengantar Buku, Judul Buku, Karya Tulis Gus Dur |
Arsip Tahun |
2004 |
Judul Tulisan
Kata Pengantar: Keseimbangan Kepentingan Dalam dan Luar Negeri
Sinopsis
Buku ini merekam proses kepemimpinan Gus Dur saat menjabat Kepala Negara Republik Indonesia selama 20 bulan. Pemikiran dan kebijakan Gus Dur saat itu menjadi bahan penulisan pada buku ini.
Bisa disimpulkan, buku ini menjadi salah satu buku tafsir politik Gus Dur, saat membangun demokratisasi di Indonesia. Perlu diketahui, pada tanggal 20 Oktober 1999 Gus Dur terpilih sebagai presiden keempat RI melalui pemilu yang demokratis. Terpilihnya Gus Dur ini sebagai simbol harapan akan tegaknya demokrasi dan keadilan di Indonesia—sekaligus jawaban dari runtuhnya kekuasaan Soeharto pada 21 Mei 1998.
Sebagaimana yang diketahui, bahwa pemerintahan Orde Baru dikenal represif dan otoriter. Saat itu demokrasi hanya sekadar tempelan (seolah-olah ada namun tidak ada). Banyaknya orang yang menaruh harapan kepada Gus Dur adalah hal yang lumrah.
Namun sayang seribu sayang, Presiden Gus Dur dimakzulkan oleh MPR pada 23 Juli 2001 dan digantikan oleh Megawati Soekarno Putri. Proses kepemimpinan yang singkat itu menjadi endapan penulis untuk kembali merekam kebijakan Gus Dur saat menahkodai RI 1.
Penulis membagi empat bagian. Pertama, pandangan penulis terhadap demokratisasi yang dibangun oleh Gus Dur. Kedua, sikap penulis dengan sejumlah peristiwa politik yang melibatkan Gus Dur dengan politisi Senayan. Ketiga, pandangan penulis atas gagasan Gus Dur tentang sosial masyarakat. Keempat, pandangan penulis tentang perjalanan Partai Kebangkitan Bangsa sebagai salah satu partai yang menjadi pilar demokrasi, lahir pasca reformasi.
Penulis mengatakan bahwa Gus Dur ibarat sebuah teks yang berjalan, siapapun terbuka melakukan penafsiran terhadap apa yang sudah beliau lakukan, terutama yang berkaitan implementasi cita-cita pembangunan kehidupan demokratis di Indonesia. Buku ini pas jika diberi judul “Gus Dur Yang Saya Kenal (Catatan Transisi Demokrasi Kita)”.
Muhaimin Iskandar, kala itu memang menjadi orang terdekat Gus Dur. Bahkan Gus Dur-lah ‘yang membesarkannya’. Dulu ia dikenal sebagai aktivis pergerakan mahasiswa (PMII). Pasca reformasi ia terbang ke Senayan, dan berkat Gus Dur, ia menjadi orang penting dalam sejarah Partai Kebangkitan Bangsa, didaulat menjadi Sekretaris Jendral PKB, bahkan ia terpilih sebagai Wakil Ketua DPR RI.
Dalam buku ini, Gus Dur memberikan pengantarnya yang kritis, “Keseimbangan Kepentingan Dalam dan Luar Negeri”. Berisi catatan tajam untuk pemerintah. Gus Dur berbicara tentang sikap-sikap yang harus diambil oleh pemerintah, yakni keberanian. Terkait kepastian hukum dan keadilan. Gus Dur mengkritik pemerintah yang dinilai tidak mampu mengelola konflik internal dan mempertahankan kedaulatan.
Berbagai konflik internal yang terjadi saat itu adalah menghadapi kelompok separatis dan sektarian, seperti Gerakan Aceh Merdeka (GAM), kerusuhan Ambon, dan konflik Poso. Ditambah dengan terjadinya peristiwa Bom Bali pada tahun 2002 yang menewaskan 200 orang dan bom di Hotel JW Marriot.
Gus Dur mempertanyakan apakah ada keterlibatan oleh pihak luar. Karena menurut pembelaan Amrozi, ada dua bom yang meledak pada saat bersamaan. Bom yang diledakkan olehnya, buatan sendiri, tidak menimbulkan korban jiwa, sementara bom yang dibuat orang lain justru menimbulkan korban yang begitu besar.
Ketika negara ‘menyembunyikan sesuatu’ dan bersikap demikian kepada bangsanya sendiri bagaimana dengan negara lain yang meminta kepastian hukum atau keadilan, jika negara tidak terbuka dan transparan.
Selain sikap yang harus adil dan berani, Gus Dur juga mengingatkan akan pentingnya sebuah kedaulatan. Karena pemerintah saat itu dinilai tidak tegas, mau mengekor kepada Amerika, disaat presiden GW Bush menggalakkan perang melawan terorisme. Ada juga peristiwa pesawat Amerika yang berlatih di perairan Natuna dan melintas di atas Pulau Bawean. Gus Dur mengingatkan tentang harga diri bangsa, nasionalisme.