Kembali ke 3 Kata Pengantar Buku

KH. Zainul Arifin Pohan: Panglima Santri Ikhlas Membangun Negeri

3 Kata Pengantar Buku
KH. Zainul Arifin Pohan: Panglima Santri Ikhlas Membangun Negeri
Judul
KH. Zainul Arifin Pohan: Panglima Santri Ikhlas Membangun Negeri
Penulis
Ario Helmy
Editor (Penyunting)
Aprillia Koeshendraty
Penerbit
Pustaka Compass Yayasan Compass indonesiatama, Tanggerang, November 2015
Kategori
, ,
Arsip Tahun

Judul Tulisan

Setangkup Sepuluh Jari

Pengantar Penerbit

Mengantar Edisi Revisi

Kata Pengantar:

Daftar Isi

Mengantar Hikayat Anggut

Sekapur Sirih

Gurindam Hikayat

Musibah Idul Kurban Berdarah

Bab I. Dari Istana Sultan Ke Mejelis Konsul Nu (Barus, 2 September 1909 – Batavia, 7 Maret 1942)

  1. Menyusur Hingga Firaun
  2. Pohon Keluarga Pohan
  3. Bunda Nan Sakti
  4. Sejarah Malang Mandailing
  5. Meninggalkan Istana Sultan
  6. Menjunjung Langit Kerinci
  7. Anak Gunung Dan Anak Stambul
  8. Berlabuh Di Hati Hamdanah
  9. Menjadi Amtenar Batavia
  10. Dari Samrah Menuju NU
  11. Menerangi Jam Malam Muktamar

BabnII. Dari Bukit Duri Ke Proklamasi (Jakarta, 8 Maret 1942 – Jombang, 17 Agustus 1945)

  1. Jepang Mendarat, Nu Dipikat
  2. Menggalang Rukun Tetangga
  3. Memimpin Hizbullah Meredam Romusha
  4. Lari-Lari Kecil Di Cibarusah
  5. Mengusung Senjata Zikir

Bab III. Dari Yogyakarta Ke Tanah Suci (Yogyakarta, 1 Januari 1950- Jakarta, 29 Juli 1955)

  1. Berawal Di Gedung Komidi
  2. Mempersenjatai Laskar Hizbullah
  3. Berpartai Di Masyumi
  4. Melebur Hizbullah Ke Dalam TNI
  5. Menghadapi Linggajarti, Renville Dan Agresi-Agresi Militer
  6. Pemerintahan Darurat, Negeri Berdaulat

Bab IV. Dari Pemilu Ke Dekrit Presiden (Yogyakarta, 1 Januari 1950 – Jakarta, Mei 1955)

  1. Kembali Ke Jakarta
  2. Cerai Dari Masyumi Nu Mandiri
  3. Ditinggal Sahabat
  4. Kursi Waperdam Dan Pedang Raja
  5. Kabinet AA Untuk Konferensi AA
  6. Kembali Ke Parlemen Macet Di Konstituante
  7. Prahara Di Tengah Huru-Hara
  8. Alam Demokrasi Terpimpin
  9. NU Ikut Demokrasi Terpimpin
  10. DPRGR Dan Pemerintah
  11. Mendampingi Soekarno Hingga Salat Berdarah

Kusuma Bangsa Gugur

Puspa Ragam Kahaza

Citra Pusaka

Senarai Acuan

Indeks

Riwayat Pramuwacana

Sinopsis

Dalam pengantarnya Gus Dur menegaskan bahwa salah jika ada anggapan (stereotip) kalau organisasi NU itu orang Jawa an sich. Karena faktanya NU pernah dipimpin oleh Kiai Idham Chalid dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, selain itu ada tokoh militan dari Barus, Tapanuli Tengah, Sumatra Utara yang bernama K.H. Zainul Arifin Pohan.

 

Pada era kemerdekaan kontribusi beliau sangat besar untuk negeri ini, yakni sebagai komandan laskar Hizbullah. Beliau ikut andil dalam berperang melawan penjajah, terutama saat agresi militer II Belanda. Pada masa itu, Kiai Zainul Arifin bertugas mengkonsolidasikan laskar-laskar militer untuk membantu tentara, bergerilya di bawah komando Jendral Soedriman.

 

Sementara dalam pemerintahan, beliau pernah menjabat sebagai Anggota DPR Sementara (DPRS), Wakil Perdana Menteri Kabinet Ali Sastroamijoyo I, dan juga anggota Majelis Penasihat Pemimpin Revolusi (MPPR). Karena kiprah dan jasanya yang besar itulah pada tahun 1963 beliau dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional oleh pemerintah Republik Indonesia.

 

Buku ini menjadi semacam rekam jejak perjuangan Kiai Zainul Arifin yang layak dibaca oleh generasi sekarang agar tidak melupakannya. Bahkan Gus Dur sendiri menuliskan tentang sosoknya. Dua hal yang disorot oleh Gus Dur. Pertama adalah peran Kiai Zainul Arifin selama di organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Kedua, perannya dalam percaturan politik nasional.

 

Beliau mulai aktif berkecimpung di NU sejak tahun 1933 menjadi anggota Ansor. Pada tahun 1935 Kiai Zainul Arifin diangkat menjadi Ketua Cabang Nahdlatul Ulama Jatinegara. Dari sana, beliau kemudian memiliki kedekatan dengan Rais Akbar K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H. Wahab Chasbullah.

 

Saat Muktamar NU ke-13 di Menes, Banten, namanya sudah menonjol karena kecerdasan, keuletan, dan kepiawaiannya dalam berdiplomasi sehingga mampu menyelesaikan masalah-masalah yang ada di dalam organisasi. Pada saat muktamar berlangsung, beliau dipercaya sebagai pimpinan sidang.

 

Sementara dalam politik nasional beliau mampu menjaga kepentingan umat Islam. Bersama Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Saifuddin Zuhri, dan beberapa kiai yang lain bekerja keras mengerahkan strategi politik demi Nahdlatul Ulama dan pesantren. Dalam kepemimpinannya, NU menjadi kekuatan penyeimbang di era Soekarno.

 

Dalam buku ini penulis membagi empat bab. Bab pertama, bicara tentang sejarah dan latar belakang keluarga yang melingkupi Kiai Zainul Arifin hingga meretas karir di organisasi Islam tradisional, Nahdlatul Ulama. Bab kedua, perjuangannya secara fisik dan politik selama periode pendudukan Jepang hingga proklamasi yang tergabung dalam laskar Hizbullah.

 

Bab ketiga, secara khusus merinci peran Kiai Zainul Arifin pada masa revolusi (1945-1949), selain aktif sebagai komando laskar Hizbullah, beliau juga terlibat di Komite Nasional Indonesia Pusat. Bab keempat, berisi konsentrasi Kiai Zainul Arifin pada kegiatan-kegiatan BP KNIP hingga diberlakukannya UUD Sementara 1950 yang membawanya menjadi anggota DPRS. Pada bab ini juga diulas peristiwa berdarah pada 14 Mei 1962, beliau terkena tembakan oleh kelompok Islam ekstrimis saat salat Idul Adha bersama Bung Karno di depan Istana Negara dan akhirnya wafat.

 

Buku ini adalah bacaan wajib bagi generasi sekarang, untuk mengenang kembali jasa pahlawan kita dalam menjaga keutuhan NKRI.