| Judul |
|---|
| Memilih Partai Islam – Visi, Misi, dan Persepsi |
| Editor (Penyunting) |
| Sahar L. Hassan, Kuat Sukardiyono, dan Dadi M.H. Basri |
| Penerbit |
| Gema Insani Press, Jakarta, Desember 1998 (cetakan ke-1) |
| Kategori |
| 2 Bunga Rampai, Judul Buku, Karya Tulis Gus Dur |
| Arsip Tahun |
| 1998 |
Judul Tulisan
Isi Buku
Pengantar Penerbit
Bab 1. Pendahuluan
Bab 2. Mengenal Partai Islam
- Dengan Prinsip Ummatan Wasathan, Kita Perjuangkan Sistem, Bukan Orang
Oleh: Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra - PKB: Politik Rahmatan lil-‘Alamin
Oleh: Drs. A. Muhaimin Iskandar - Jatidiri Partai Keadilan
Oleh: Dr. Ir. Nur Mahmudi Ismail, M.S.c - Agenda Nasional Partai Keadilan
Oleh: Ir. Salahuddin Wahid - Khittah Perjuangan PKU
Oleh: Ir. Salahuddin Wahid - Perlu Aliansi Akbar Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Oleh: Drs. Hadimulyo - Mengapa Partai Islam
Oleh: Prof. Dr. Deliar Noer
Bab 3. Variasi Persepsi tentang Parpol Islam
- Agama dan Sekularisme
Oleh: Dr. Mohammad Natsir - Penggunaan Hak Pilih Umat
Oleh: Drs. K.H. Anwar Sanusi - Menuju Negara Rasional
Oleh: Kuntowijoyo - Partai Alternatif Era Reformasi
Oleh: Prof. Dr. Yuzril Ihza Mahendra - Urgensi Pembenahan Sistem Politik Demokratis (Sebuah Paradigma Orde Reformasi)
Oleh: Dr. Ir. A.M. Saefuddin - Partai Politik Era Reformasi
Oleh: Dr. M. Amien Rais - Partai Islam: Tantangan dan Problema dalam Era Reformasi
Oleh: Ismail Hasan Matereum, S.H. - Partai Allah
Oleh: A. Ilyas Ismail - Diperlukan Moratorium Politik
Oleh: Ahmaddani G-Martha - Jalan Lurus dan Jalan Pintas
Oleh: Simuh - Rambe Kamarul Zaman (Ketua DPP Golkar): Yang Penting Harus Punya Konstituen
Oleh: Didin Hafiduddin - Tidak Saling Menghujat
Oleh: Didin Hafiduddin - Rakyat Tidak Bingung oleh Puluhan Partai
Oleh: Dr. Lance Castles - Politik Islam Generasi Baru Jilid Dua
Oleh: Hajriyanto Y. Thohari - Dicari: Partai Pemersatu Umat
Oleh: Dr. Bustanuddin Agus, M.A. - Politik dalam Perspektif Islam
Oleh: Hasil Wawancara dengan Prof. Dr. Yusuf Amir Feisal
Bab 4. Polemik Kreatif Seputar Partai Islam
- Enam Alasan untuk Tidak Mendirikan Parpol Islam
Oleh: Kuntowijoyo - Parpol Islam, Antara Kelayakan dan Kewajiban: Catatan Buat Kuntowijoyo
Oleh: Eggi Sudjana - Parpol Islam, Kewajiban atau Alternatif? Sebuah Tanggapan untuk Eggi Sudjana
Oleh: M. Anton Athoillah Hasyim - Persaingan Memperebutkan Suara NU
Oleh: A. Syafi’i - Romantisme PKB
Oleh: H.M. Yusuf Hasyim - Pak Ud Pimpin Partai Kebangkitan Umat
Oleh: Salahuddin Wahid - Di Balik Berdirinya Partai-partai di Kalangan NU
Oleh: Salahuddin Wahid - A. Wahid Hasyim, NU, dan Islam
Oleh: Abdurrahman Wahid - A. Wahid Hasyim, Pancasila, dan Islam: Tanggapan terhadap K.H. Abdurrahman Wahid
Oleh: Salahuddin Wahid - Terserah Suara Rakyat: Menanggapi Tulisan Salahudin Wahid
Oleh: Abdurrahman Wahid - NU, Gus Dur, dan Megawati
Oleh: Salahuddin Wahid - Demokrasi Berimplikasi Sekularisasi
Oleh: Amsar A. Dulmanan - Negara Demokrasi Tak Mesti Negara Sekuler
Oleh: Salahuddin Wahid - Kami Banyak Titik Temu dengan PKB
Oleh: Alexander Litaay - Megawati dan Kriteria Presiden Masa Depan
Oleh: Asvi Warman Adam - Peluang Megawati Bergantung Koalisi
Oleh: Dr. Moh. Mahfud M.D. - Bulan Bintang Bukan Gerakan Ideologi Islam
Oleh: Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra - Krisis, Konflik, dan Prospek Pemilu 1999
Oleh: Lambang Trijono
Bab 5. Lampiran
- Susunan Dewan Mustasyar, Dewan Pertimbangan, dan Pengurus Harian Dewan Pimpinan Pusat Partai Nahdlatul Ummat
- Susunan Pimpinan Periode Kebangkitan Partai Politik Islam Indonesia Masyumi
- Pimpinan Pusat Partai Ummat Islam
- Susunan Pengurus DPP Partai Keadilan
- Susunan Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Umat
- Susunan Dewan Pimpinan Pusat Partai Bulan Bintang
Sinopsis
Keberadaan partai Islam sudah ada sejak masa kolonial, pada tahun 1929 sudah terbentuk Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), lalu pada 7 November 1945 didirikan Partai Politik Islam Masyumi sebagai wadah aspirasi umat Islam. Lalu disusul Nahdlatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia, Persatuan Tarbiyah Islamiyah, dan lainnya. Namun ketika masa Orde Baru, partai Islam dipaksa melebur dalam satu wadah, Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Lalu ketika Orde Baru tumbang, terjadi ledakan partai politik. Kurang lebih ada 100 partai baru, dan 10 di antaranya adalah partai Islam. Tahun 98 menjadi momentum, era reformasi politik yang dimanfaatkan oleh umat Islam untuk melahirkan partai-partai bernafaskan Islam.
Partai Islam dalam buku ini yang dimaksud adalah partai berasaskan Islam maupun partai yang memiliki basis pendukung utama umat Islam, seperti Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Keadilan (PK), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Umat (PKU), dan Partai Ummat Islam (PUI). Tidak semua partai Islam menjadi pembahasan dalam buku ini.
Buku ini cukup menjadi referensi bagi umat Islam saat itu, untuk memilih partai-partai Islam, melihat visi misi yang diusung oleh masing-masing partai. Sekaligus melihat dinamika politik yang terjadi saat itu, mengapa partai Islam didirikan, sejauh mana umat Islam merasa terpanggil untuk memilih salah satu partai yang sesuai dengan karakter atau ideologinya.
Menariknya lagi, di antara para penulis di buku ini adalah aktor kunci, saksi sejarah, pendiri maupun penggerak dari partai-partai Islam tersebut. Seperti, Gus Dur (PKB), Amien Rais (PAN), Yusril Ihza Mahendra (PBB), Gus Sholah (PKU), Deliar Noer (PUI), Ismail Hasan Matereum (PPP), dan lainnya. Ada sekitar 15 penulis yang aktif dan pernah terlibat dalam partai Islam.
Sementara itu, ada dua tulisan Gus Dur dalam buku ini. Pertama, “A. Wahid Hasyim, NU, dan Islam“. Tulisan tersebut membicarakan sikap Kiai Wahid tentang keberadaan Pancasila sebagai ideologi negara. Dalam bernegara, Pancasila kedudukannya lebih tinggi dibanding dengan agama (syari’at Islam).
Seiring dengan berjalannya waktu, NU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia, dalam Muktamar di Banjarmasin (1935) yang memutuskan bahwa Kerajaan Hindia Belanda wajib dipertahankan dan Muktamar Situbondo (1984) yang menerima Pancasila sebagai asas tunggal. Sikap NU itu tak lain dari gagasan para pendahulunya.
Kedua, “Terserah Suara Rakyat“. Tulisan tersebut merupakan tanggapan Gus Dur atas kritik Gus Sholah dari tulisan Gus Dur sebelumnya, tentang pandangan Kiai Wahid atas Pancasila. Tulisan ini menarik, melihat bagaimana kakak adik yang silang pendapat dalam menafsirkan sikap ayahandanya.
Bagi Gus Dur, Kiai Wahid bukanlah sosok yang memaksakan syariat dalam penerapan Undang-Undang, sebagai dasar hukum. Sementara Gus Sholah melihat kalau Kiai Wahid itu mengutamakan syariat Islam sebagai sumber hukum. Lalu Gus Dur mengakhiri, perbedaan pendapat ini bisa dilihat dari hasil pemilu nanti, pendapat mana yang paling banyak dianut oleh rakyat.
Dua tulisan itu yang di kemudian hari menjadi cikal bakal lahirnya buku “KH. A. Wahid Hasyim dalam Pandangan Dua Puteranya“.