Judul |
---|
NU Memasuki Abad Modern |
Penulis |
Abdurrahman Wahid |
Editor (Penyunting) |
Dr. Sunardji Dahri Tiam |
Penerbit |
Lajnah Ta'lif Wan Nasyr NU, Gresik 1986 |
Kategori |
1B Rekaman Proses, Judul Buku, Karya Tulis Gus Dur, Pidato & Sambutan |
Arsip Tahun |
1986 |
Judul Tulisan
- Kata pengantar
- Mengantarkan warga NU memasuki abad modern
- Nahdlatul Ulama berasas Pancasila
- NU beraqidah Islam Ahlussunnah wal jama’ah
- Ketuhanan YME dalam pandangan NU.
- Mengapa NU mempertahankan R.I.
- Hubungan NU dengan Negara
- Jaminan Dasar Islam kepada masyarakat
- Ketaatan kepada pemerintah
- Warga NU bebas menyalurkan aspirasi politiknya..
- Kiprah NU sesudah tidak berfungsi politik langsung
- Korpri bisa juga masuk/aktif di NU
- Pengaruh NU melalui khitthah 26
- Garis garis pemikiran NU
- Empat bidang kegiatan utama
- Silaturrahim
- Peningkatan pendidikan
- Pengembangan da’wah
- Peningkatan usaha ekonomi
- Penutup
- Deklarasi Situbondo
Sinopsis
Buku ini berisi transkrip pidato Gus Dur saat memberi pengarahan kepada warga NU Gresik, pada Sabtu, 28 Desember 1985, di Wisma Ahmad Yani Semen Gresik. Buku garapan Lajnah Ta’lif Wan Nasyr (LTNU) Gresik ini dicetak dengan tujuan agar pesan-pesan pimpinan NU tersebar ke seluruh lapisan masyarakat secara umum, wabilkhusus warga NU.
Dalam pidatonya itu Gus Dur menyampaikan beberapa pokok pemikiran tentang Ke-NU-an. Pertama, tantangan NU dalam memasuki abad modern. Sebagai organisasi keagamaan yang berbasiskan tradisi dan kultur dihadapkan pada situasi pertumbuhan industri; mesin dan teknologi. Bagaimana langkah ke depan yang harus dilakukan oleh penggerak organisasi.
Kedua, keputusan Muktamar NU ke-27 di Situbondo atas penerimaan Nahdlatul Ulama terhadap Pancasila. Gus Dur menceritakan kronologi kenapa NU menerima Pancasila sebagai ideologi negara. Gus Dur melihat karena Indonesia ingin menjadi negara modern, maka dalam modernitas suatu bangsa atau negara harus ditentukan oleh sistem yang tunggal dan program pemerintah yang berkelanjutan, jangka panjang, tidak peduli siapapun pemenang pemilu lima tahunan. Dengan penerimaan itu, bagaimana agama bisa berfungsi atau berperan di dalam negara.
Ketiga, aqidah NU adalah Islam ahlussunnah wal jama’ah. Ajaran syari’atnya mengikuti salah satu madzhab empat, dalam kerangka bernegara Republik Indonesia. Jadi syari’at yang diterapkan adalah apa yang sekarang berlaku di masyarakat. Kapan tanda waktu shalat, orang melaksanakan ibadah shalat, kapan waktunya puasa, seseorang dengan sendirinya berpuasa, zakat juga sama.
Gus Dur mengatakan bahwa syariat khas Indonesia adalah akhlak atau etika bermasyarakat, tanpa ada campur tangan atau wewenang dari negara. Sebab negara tidak boleh hanya melayani Islam saja, harus juga melayani agama-agama lain.
Dalam pidatonya, Gus Dur menyimpulkan bahwa di mata Undang-Undang, semua agama memiliki kedudukan yang sama menurut negara. Tidak boleh ada warga negara kelas satu, kelas dua, dan seterusnya hanya karena berbeda suku, agama, bahasa, ataupun pemikiran. Pengertian negara yang demikian ini yang dikembangkan oleh Nahdlatul Ulama. Berbasiskan etika masyarakat dan akhlak.
Gus Dur juga menjelaskan tentang tafsir dari sila pertama, Ketuhanan yang Maha Esa. Dalam Islam, sila pertama ini dimaknai sebagai tauhid. Namun tidak menutup kemungkinan umat agama lain menafsirkan yang berbeda. Gus Dur juga mempertajam makna persaudaraan sesama muslim, ukhuwwah islamiyyah untuk kepentingan nasional.
Pidato Gus Dur yang disampaikan dalam buku ini semakin memperdalam tentang dasar ideologi organisasi NU yang berpaham ahlussunnah waljama’ah an-nahdliyyah. Hal ini penting untuk dipahami bersama, khususnya warga NU tentang akidah ini. Tentang bentuk negara Republik Indonesia. Tentang hubungan agama dan negara. Tentang NU tidak terlibat ke politik praktis, dan lain-lain. Bahkan Gus Dur sendiri berapi-api mengatakan, “jangan bawa-bawa NU dalam politik praktis. Politik dan pemilu itu urusannya warga NU bukan urusan organisasi”.
Keempat, jaminan dasar Islam kepada masyarakat. Hal ini menyangkut maqasidus syari’ah. Diantaranya, jaminan dasar keselamatan fisik, keselamatan akidah (keyakinan), keselamatan keluarga dan keturunan, keselamatan harta benda, keselamatan pekerjaan. Kelima dasar ini dijamin oleh negara. Karena itu negara harus ada, dan hadir untuk masyarakat.
Kelima, ketaatan kepada pemimpin (ulil amri). Agar jaminan dasar itu terlaksana, maka penduduk atau warganya harus menaati perintah dari pemimpin atau pemerintah. Sebagai bentuk ketaatan bukan berarti tidak boleh melakukan kritik, berbeda pandangan, bahkan berdebat. Hal itu diperbolehkan sebagai bentuk ketaatan akan tatanan negara menjadi lebih baik, bisa melalui DPR dan MPR.
Buku ini penting menjadi pegangan warga NU supaya paham bagaimana pemikiran Gus Dur dan NU, apa saja yang telah dirumuskan oleh para pendahulu, masyayikh, guru-guru kita dalam menggerakkan roda organisasi Nahdlatul Ulama.