Kembali ke 2 Bunga Rampai

Solichah A. Wahid Hasyim Muslimah di Garis Depan – Sebuah Biografi

2 Bunga Rampai
Solichah A. Wahid Hasyim Muslimah di Garis Depan – Sebuah Biografi
Judul
Solichah A. Wahid Hasyim Muslimah di Garis Depan – Sebuah Biografi
Editor (Penyunting)
Muhammad Dahlan, Rofiqul-Umam Ahmad, Ali Zawawi
Penerbit
Yayasan KH. A. Wahid Hasyim, Jakarta, Juli 2001 (cetakan ke-1)
Kategori
, ,
Arsip Tahun

Judul Tulisan

Pengantar

Catatan Editor

Daftar Isi

 

Bagian Pertama: Profil Solichah A. Wahid Hasyim

  1. Menjadi Teladan Perempuan: Biografi Solichah A. Wahid Hasyim
    Oleh: Muhammad Dahlan

    • Riwayat Keluarga Solichah
    • Masa Kecil Solichah
    • Pernikahannnya dengan Abdurrohim
    • Pernikahannnya dengan A. Wahid Hasyim
    • Perkembangan Pendidikan Anak-anaknya
    • Aktivitas Solichah di Pelbagai Organisasi
    • Sikap Solichah terhadap ”Pemberontakan PKI”
    • Di antara Menantu dan Cucu
    • Akhir Hayat Solichah
    • Catatan Kaki

 

Bagian Kedua: Kesan dan Pandangan Para Sahabat

  1. Bu Wahid Politisi Keibuan
    Oleh: Aisyah Amini
  2. ”Juru Bicara” Ide-ide NU
    Oleh: K.H. Ali Yafie
  3. Ibu Wahid: ”The Iron Lady”
    Oleh: Anniswati M. Kamaluddin, S.E.
  4. Bersatulah Muslimah NU!
    Oleh: Asmah Sjachruni
  5. Memperjuangkan Kemajuan Perempuan dan Keluarga Sakinah
    Oleh: A. Sulasikin Murpratomo
  6. Bu Wahid: Ibu Politisi PPP
    Oleh: Hamzah Haz
  7. ”Nyekar” Ibu Wahid Hasyim
    Oleh: Harry Tjan Silalahi
  8. Ibu Solichah A. Wahid Hasyim
    Oleh: Ismail Hasan Matereum, SH
  9. Ibu Solichah A. Wahid Hasyim yang Saya Kenal
    Oleh: Prof. Dr. Maftuchah Yusuf
  10. Pengayom Generasi Muda NU
    Oleh: Maryam Thoha
  11. ”Ibu” dari Banyak Pemuda Pergerakan
    Oleh: M Said Budairy
  12. ”Ibu Besar” Keluarga NU
    Oleh: Dr. Muzaini Ramli
  13. Pejuang Kemajuan Perempuan
    Oleh: Prof. Dr. Nabilah Lubis, MA
  14. Ibu Wahid, ”Senior” dan Sahabat yang Kharismatis
    Oleh: PP Muslimat NU
  15. Ibu Wahid, Sosok Demokrat
    Oleh: Pusat Santunan dalam Keluarga II
  16. Tetap Aktif di Masa Perawatan
    Oleh: Purwidiyati
  17. Konsisten antara Perkataan dan Perbuatan
    Oleh: K.H. Sahal Mahfudz
  18. ”Juru Bicara” Program Keluarga Berencana
    Oleh: Sri Wulan Basuki Rachmat
  19. Mengenang Ibu S. Wahid Hasyim
    Oleh: S. Soeradji
  20. Bu Wahid: Ibu dan ”Ayah” Sekaligus
    Oleh: Madillah Himpuni Suparman
  21. Pribadi Dwitunggal:  Islam dan Indonesia
    Oleh: dr. Tarmizi Taher
  22. Bu Wahid yang Toleran
    Oleh: Theodora Walandouw Tumbuan
  23. Bu Wahid yang Berani dan Agak Keras
    Oleh: Yayasan Al Islah
  24. ”Single Parent” yang Sukses
    Oleh: M. Yusuf Hasyim

 

Bagian Ketiga: Kesan dan Kenangan Anak dan Cucu

  1. Seribu Jilid Makna Jejak Ibu
    Oleh: Abdurrahman Wahid 
  2. Ibu yang Sempurna
    Oleh: Aisyah Hamid Baidlowi
  3. Ibuku, Ibu ”Par Exellence”
    Oleh: Salahuddin Wahid
  4. Ibu Solichah: Ibu, Teman, Guru, Pemimpin dan Komandan
    Oleh: Umar Wahid
  5. Ibu: Seorang Humanis yang Tegas
    Oleh: Lily Chodidjah Wahid
  6. Mereka yang Kehilangan Figur Pemersatu: Kesan dan Kenangan Cucu
    Pengantar

 

1.1. Alissa Qotrunnada Munawaroh (Lisa)

    • Eyang: Sosok Humanis

1.2. Zannuba Arifah Chafsoh (Yeni)

    • Nilai Sebuah Kesetiaan

1.3. Anita Hayatunnufus Rahman (Nita)

    • Ajaran Bagaimana Menghargai ‘Wong Cilik’

1.4. Inayah Wulandari (Inai)

    • Eyang Bagaikan Nyai Ontosoroh

2.1. Umi Athia (Ati’)

    • Kain Kafan itu Ternyata sudah Disiapkan

2.2. Abdul Wahid (Adi)

    • Membangun Tradisi ”Silaturrahm”

2.3. Afifah Afiani (Afi)

    • ”She’s Also a Lady’

2.4. Asriani Chotimatuzinah (Ani’)

    • Eyang ingin Dimandikan di Kamar Saja

2.5. Arief Rachman (Ayi’)

    • Seleranya bagai Sang Ratu

3.1. Irfan Asy’ari Sudirman Wahid (Ipang)

    • Kehilangan Figur Pemersatu

3.2. Iqbal Billy Wahid (Billy)

    • Kharisma Seorang Dewi

3.3. Arina Saraswati Wahid (Acha)

    • Jiwa Sosialnya Membanggakan

4.1. Fitria Latifah Wahid (Fitri)

    • Belajar Cara Menghargai Orang Lain

4.2. Novita Sofia Wahid (Vita)

    • ”Silaturahm” dan Komunikasi Modern

4.3. Fatih Waluyo (Firry)

    • Pribadi yang Menakjubkan

5.1. Nurul Fatchiati (Nungki)

    • Sisi Feodal Kehidupan Eyang

5.2. Abdul Hakim Wahyono (Riri)

    • Eyang: Sosok ”Perfeksionist”

5.3. Maria Advianti (Vivi)

    • Adil dalam Membangi Kasih Sayang

6.1. Abdul Aziz Wahid (Aziz)

    • Kategori ”Superwoman”

6.2. Karima Wahid

    • Bershio Babi: Pemurah dan Welas Asih

 

Di Antara Peristiwa, Selintas Gambar

Susunan Panitia Penulisan Biografi

Sekilas Editor

Sinopsis

Buku ini dihadirkan dalam rangka menyambut haul ketujuh atas berpulangnya Nyai Solichah Wahid, istri Kiai Abdul Wahid Hasyim. Beliau wafat pada tanggal 29 Juli 1994 di Jakarta dalam usia 72 tahun. Kepergiannya telah membawa duka tidak hanya bagi anak dan cucunya, tetapi juga para sahabat, murid, tetangga, dan orang-orang yang ada di sekitarnya.

 

Sebagai bentuk kristalisasi; nilai, keteladanan, rekam jejak, dan warisan perjuangan, baik di bidang sosial dan politik, Yayasan Wahid Hasyim mencoba mengabadikannya. Dengan maksud supaya banyak orang yang terinspirasi, mengambil manfaat dari jejak langkahnya. Lebih-lebih memantik penulisan biografi tokoh-tokoh lain di masa mendatang.

 

Nyai Solichah ditinggal wafat suaminya ketika masih berusia 30 tahun. Pada waktu itu, anak tertua (Gus Dur) berusia 13 tahun, dan anak terakhir (Hasyim Wahid), masih dalam kandungan. Perjuangannya dalam mendidik dan mengasuh enam anaknya dinilai banyak kalangan berhasil, karena telah membawa anaknya sukses di bidangnya masing-masing. Dari yang berprofesi sebagai dokter, politisi, aktivis, pengasuh pesantren, bahkan salah satu putranya pernah menjabat sebagai presiden RI.

 

Sebagai single parent dalam pengasuhan, beliau bisa menjadi role model, panutan. Bagaimana perempuan harus berdaya, mengutamakan pendidikan bagi anak-anaknya, dan caranya survive, bertahan hidup dengan posisi ibu tunggal pasca suami tercintanya wafat. Hal itu tentu tidaklah mudah.

 

Di luar bidang pengasuhan (parenting), Nyai Solichah merupakan aktivis NU. Dalam catatan penyusun, ada tiga peristiwa yang strategis di mana Nyai Solichah menjadi avant-garde, muslimah di garis depan. Peristiwa-peristiwa itu antara lain. Pertama, penyikapannya atas tragedi pemberontakan yang dilakukan oleh kaum komunis (PKI), dengan terbunuhnya beberapa jenderal pada tanggal 1 Oktober 1965. Nyai Solichah berinisiatif mengumpulkan para tokoh-tokoh NU, dan beliau mewakili Muslimat NU yang menandatangani pembubaran PKI.

 

Kedua, ikut serta menyosialisasikan program KB di kalangan warga NU, sehingga banyak diterima dan mencapai hasil yang mengagumkan. Ketiga, menjadi jembatan dan mengarahkan para petinggi NU ketika terlibat konflik menjelang Muktamar Situbondo tahun 1984. Beliau mendekati dua faksi, kelompok Cipete dan kelompok Situbondo untuk islah, rekonsiliasi.

 

Buku ini dibagi menjadi tiga bagian. Pertama adalah biografi atau profil; riwayat keluarga (nasab), masa kecil, aktivitas, hingga akhir hayatnya. Pada bagian ini yang mengantarkan pembaca untuk memahami Nyai Solichah secara utuh.

 

Kedua, Nyai Solichah di mata para sahabat-sahabatnya, seperti Aisyah Amini, Hamzah Haz, Kiai Ali Yafie, Asmah Sjahruni, dan lainnya. Mereka datang dari latar belakang yang beragam. Hal ini menunjukkan pergaulan dan aktivitas Nyai Solichah. Ketiga, tulisan dari anak-anak dan cucu-cucu Nyai Solichah. Tentang kesan dan kenangan yang terekam dalam melihat sosok ibu dan eyangnya.