Judul |
---|
Kebengalan dan Kesalehan Tadjus Sobirin |
Penerbit |
Lajnah Ikhtiar Jakarta, Desember 1996 |
Kategori |
3 Kata Pengantar, Judul Buku, Karya Tulis Gus Dur |
Arsip Tahun |
1996 |
Judul Tulisan
Daftar Isi
Pengantar Penerbit
Halaman Persembahan
Daftar Isi
Prolog: Tokoh Tanggung dari Kampung (KH. Abdurrahman Wahid)
Bab I
- Hati yang Cekeran
- Katok Monyet dan Balada Anak Pasar
- Jago Kluruk dan Tak Pernah Ingkar Janji
- Damarwulan Patah Hati
- Petinju Pasar Malam dan Doa Agar Kalah
- Bek Kiri dan Kursus Merampok
- Pemuda Radikal, Eh… Pemuda Kebangsaan
Bab II
- Lion King dan Dakwah Candradimuka
- Taruna Gojin dan Pierre Tendean
- Surat Al Adiyat dan Isyarat Lubang Buaya
- Dari Sepeda Ban Mati sampai Paser
- Fort Knok, dan Kota-kota Dunia
- Dari Etos Kepala sampai ‘Menghamili’
- Kumbo Karno dan ‘Tidak Munduk-munduk’ kepada Presiden
Bab III
- Bupati, Medan Amal yang Luas dan Hutang Abadi
- Berantem, Katarsis dan Penembusan
- Diantara Pemborong dan Pembohong
- Tragedi Cambuk dan Pisau
- Pencarian Sahabat Jibril
- Klakson Mobil Dinas Berbunyi…”Rakyat”
- Hadiah Buat Para Pengkritik
Bab IV
- Turunan Elang, Bukan Turunan Nabi
- Mumpung Menjadi Anak Bupati
- Satu-Dua-Tiga…Sayang Semuanya
- Etika Menjadi Tamu
- Indahnya Sayap-sayap Sufi
- Menunggu di Liang Lahat
- Menjadi Ayah Sekaligus Ibu
Epilog
Bengal dan Saleh
Sinopsis
Tatkala kemudian saya benar-benar bertatap muka dan bergaul dengannya, saya menyaksikan dan menakar bahwa kadar ke-Tadjusan-nya hampir selalu lebih berat dibanding langkah kewajiban ke-Golkarannya.
⚫ Fenomena Tadjus tidak luas echo-nya dan tidak besar gaungnya, namun tetap besar kualitas prinsipilnya. Kebengalannya dan kesalehannya tampil ke hadapan mata-mata pandang baku yang sejauh ini memang belum siap untuk mengakomo- dasikannya, mengapresiasikan serta menakar harga idealistiknya.
Tapi kita semua tahu Tadjus tidak memiliki posisi atau kekuasaan untuk membatalkan masuknya Rhoma ke Golkar. Sebagaimana dalam sangat banyak permasalahan yang lain, Tadjus sama sekali bukan lambang atau representator dari kaki-kaki raksasa kekuasaan.
⚫ Bahkan seandainya memungkinkan sebenarnya kawan-kawan dan saya merasa lebih tepat jika menuliskan buku ini semacam menuliskan anekdot-anekdot Abu Nawas yang –sebagaimana Tadjus– bengal dan saleh. Bukan bengal tapi saleh.
Emha Ainun Nadjib