Kata Pengantar: Tokoh Tanggung dari Kampung

Sumber Foto: https://id.wikipedia.org/wiki/Tadjus_Sobirin

Oleh: K.H. Abdurahman Wahid

Menulis biografi seseorang bukanlah pekerjaan mudah. Pertama-tama, haruslah ada sesuatu yang ditonjolkan dari orang itu, karena ketokohannya akan diukur dari hal-hal yang menonjol itu. Karena itulah, biografi biasanya hanya dituliskan untuk orang-orang besar atau tokoh-tokoh penting. Sehingga, seolah-olah tidak ada tempat bagi biografi orang-orang biasa. Hanya orang-orang luar biasa sajalah yang biasanya dibuatkan biografi mereka. Ini tentu juga karena alasan komersial, yaitu orang tidak akan tertarik membeli riwayat orang-orang biasa saja. Sedangkan tidak semua tokoh-tokoh penting dan orang luar biasa pun bisa ‘dijual’ dalam bentuk buku biografi.

Hal lain yang harus diperhatikan dari menulis biografi ialah, adanya tema yang secara terus-menerus menjadi benang merah yang menghubungkan satu tahap ke tahap yang lain, dari hidup orang yang dituliskan biografinya itu. Baik Edgar Snow maupun Stuart Schraam tentang Mao Zedong, mengambil tema pandangan-pandangan revolusioner maupun peran tokoh agung Cina itu dalam revolusi Kong (Chantan). Baik ketika bergerilya maupun setelah kemenangannya, dalam merobohkan rezim Kuomintang di tahun 1949, ditelusuri oleh kedua penulis itu, bagaimana konsistensi dan kegigihan Mao dalam mempertahankan cita-cita revolusionernya. Ketegaran sikap Mao untuk tidak mau didikte oleh birokrasi, tampak dari sikapnya yang dari waktu ke waktu melakukan pembersihan dalam tubuh aparat pemerintahan. Dua adagiumnya sangat terkenal, yaitu “kekuasaan hanya Iahir dari laras senapan”, dan “saya bersama rakyat, karena itulah saya sendirian.” Kedua adagium itu, menunjukkan watak revolusi Mao hingga akhir hayatnya.

Hal ketiga yang perlu diperhatikan adalah watak unik dari pandangan, sikap dan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh subyek biografi itu sendiri. Biografi Charles De Gaulle, pendiri dan perinüs republik kelima di Prancis dalam tahun-tahun 1950-an, jelas menunjukkan keyakinan tokoh tersebut akan tugas kesejarahan yang dipikulnya. Misi kesejarahah itu diterapkannya, dalam perlawanan terhadap pendudukan Prancis oleh pasukanpasukan Hitler dalam perang dunia kedua, maupun misi kesejarahannya untuk membangun kekuatan militer Prancis yang tangguh, termasuk persenjataan nuklir yang dijulukinya Force de Frappe. Keunikan inilah yang menampilkan fiksasi seorang tokoh seperti De Gaulle itu.

***

Dari uraian di atas, tampak jelas bahwa penulisan sebuah biografi adalah upaya untuk membuat rekonstruksi arti penting dari hidup orang yang dituliskan biografinya itu bagi orang lain. Dengan kata lain, sebuah biografi selalu akan berhadapan dengan tuntutan apa yang disajikan haruslah memiliki arti bagi kepentingan orang banyak. Karenanya, biografi hanya sekadar sebagai nostalgia, atau untuk menyenangkan hati subyek biografi itu sendiri, pada dasarnya adalah sesuatu yang tidak patut dilakukan oleh penulis-penulis biografi yang baik dan serius.

Betapa banyak orang yang hidupnya tidak mempunyai arti banyak bagi masyarakat dituliskan, dan dengan cepat dilupakan oleh para pembaca. Tidak ada perubahan kehidupan sosial yang dapat di harapkan dari biografi semacam itu, dan tidak pula biografi semacam itu menimbulkan inspirasi sama sekali. Panjangnya masa hidup tokoh yang diliput oleh sebuah biografi, tidak menjamin hasil yang lebih baik dari ‘sekedar sebuah gambaran biografi dari seorang tokoh yang merubah jalannya sejarah. Seperti deskripsi tiga tahun lebih pemerintahan Presiden Kennedy (1961-1963), oleh pembantu terdekatnya Ted Tarensen. Karena, penulisan sebuah biografi yang baik memerlukan beberapa ‘persyaratan’ diantaranya adalah empati yang jujur terhadap subyek biografi, sehingga gambaran ketokohan subyek itu sendiri menjadi lebih hidup bagi pembaca.

Rasa kagum Stuart Schraam baik kepada De Gaulle maupun Mao Zedong, memberikan gambaran yang hidup tentang perjuangan mereka, walau pun De Gaulle menentang revolusi dan Mao Zedong pejuangnya. Dua pandangan konservative dan revolusioner yang saling bertentangan itu, dapat ditampilkan secara hidup oleh Stuart Schraam karena kekagumanya kepada mereka.

Hal Iain yang diperlukan adalah kesanggupan membaca jalan hidup subyek biografi, ditengah zig-zagnya jalan hidup seseorang, apalagi seorang tokoh yang melakukan perjuangan rumit dan sulit dalam jangka panjang. Ketika Arthur Schle Singger YK mengungkapkan benang panjang pandangan hidup kerakyatan (populistik) Presiden AS Andrew Jackson, yang memerintah di paruh pertama abad lalu, terbukalah sebuah sembilan tabir rahasia yang berwujud serangan gencar oleh media masa terhadap dirinya, dengan tuduhan pemabuk, sering main wanita dan penjudi. Ternyata media massa waktu itu yang hampir seluruhnya dikuasai oleh para bankir, yang menginginkan agar Bank Central tidak dijadikan milik negara dan tetap dimiliki oleh swasta. Dengan penghancuran reputasi dan fitnah terhadap Jackson, memang para bankir itu dapat membuat Jackson tidak terpilih kembali untuk masa jabatan kedua, tetapi ia berhasil menegakkan penguasaan pemerintah atas bank sentral guna melindungi kepentingan rakyat Amerika.

***

Dilihat dari ukuran-ukuran di atas, patutkah subyek biografi ini di abadikan dalam sebuah buku? Cukup berbobotkah Tadjus Sobirin di buatkan biografi, apalagi oleh penulis sekaliber Emha? Apakah arti kepentingan ‘sosial’ (socially redeeming) yang di layani oleh buku ini? Tidakkah penulisan buku biografi Ketua DPD Golkar itu kira-kira tidak merupakan pemborosan uang untuk membeli buku yang tidak ternilai? Bahkan, dibuatkan kata pendahuluan oleh orang yang di saat mendiktekan pendahuluan ini sudah tidak lagi dapat membaca dan menulis?

Sepintas lalu memang tidak terlihat hal-hal yang istimewa dari ‘tokoh tanggung’ ini. Terus terang, saya sewaktu diminta menulis kata pendahuluan ini memang ada keraguan di hati. Hanyalah pergaulan yang baik dengan pribadi Tadjus Sobirin sajalah, yang membuat hati tergerak memberikan jawaban. Tapi setelah dibacakan beberapa bab, ternyata memang pantas dituliskan biografinya. Ada benang merah panjang yang dapat diungkapkan pada tema utama, yang dapat diketengahkan dan bahkan timbul rasa empati terhadap ‘tokoh tanggung’ kita ini.

Tadjus Sobirin adalah orang biasa-biasa saja, sama sekali bukan orang yang luar biasa. la adalah produk sejarah yang ikut sejarah, bukannya merubah sejarah. Dia adalah seorang pelaku aktif dari berbagai unit sosial. Baik itu unit keluarga, unit ketentaraan, unit pemerintahan maupun unit politik. la adalah orang kampung yang tidak berhenti menjadi orang kampung. Tak ada seorang pun yang dapat mempercayai prediksi, bahwa dia akan mampu memimpin unit-unit sosial yang lebih besar dari apa yang dipimpinnya secara bertahap selama ini. Katakanlah ia bukan materi seorang presiden atau kepala pemerintahan, melainkan berhenti pada capaian yang di hasilkannya selama ini, Keinginannya untuk bergaul ramah dengan siapapun, dan tanggung jawabnya kepada masa depan keluarga, maupun masyarakat yang dipimpinnya, itu semua muncul menjadi benang merah yang timbul sejak masa kecilnya hingga ke puncak pengabdiannya.

Saat ini benang-benang merah itulah yang membentuk keutuhan sosok Tadjus Sobirin seorang pelaku sejarah. Kepribadiannya merupakan sebuah gambaran menarik yang patut dijadikan oleh orang lain, karenanya pantas di abadikan dalam bentuk sebuah sajian biografis yang berada ditangan pembaca saat ini. Dari anak kampung di Cirebon, putra tokoh lokal sebuah gerakan masyarakat sudah melebihi angan-angannya untuk menjadi bupati, komandan Kodim, apalagi penanggung jawab orsospol terbesar di daerah sesensitif ibukota kita ini.

Bukan soal tinggi rendah jabatan, luas atau sempitnya lahan kiprah ‘sepelenya’ peranan Tadjus Sobirin, bila diukur secara nasional dan ‘ketokohan-tanggungnya’ yang harus di nilai tentang diri subyek biografi kita ini. Yang harus dilihat adalah konsistensi sikapnya yang lugas dalam menangani persoalan-persoalan, sikapnya yang tegas dalam melayani kepentingan umum. Kesungguhhannya untuk menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya. Ternyata Emha, melalui penulisan yang penuh plastisitas telah berhasil menampilkan sebuah keluarbiasaan dari seorang tokoh yang biasa-biasa saja. Sebuah pelajaran penting yang dapat di ambil dari hal ini : yang merubah sejarah bukanlah tokoh-tokoh penting saja, melainkan tokoh-tokoh biasa seperti subyek biografi ini.