Kembali ke 1A Kumpulan Tulisan GD

Sekadar Mendahului – Bunga Rampai Kata Pengantar

1A Kumpulan Tulisan GD
Sekadar Mendahului – Bunga Rampai Kata Pengantar
Judul
Sekadar Mendahului – Bunga Rampai Kata Pengantar
Penulis
Abdurrahman Wahid
Editor (Penyunting)
Tri Agus S. Siswowiharjo, Marto Art
Penerbit
NUANSA, Ujung Berung, Bandung, Mei 2011 (cetakan ke-1)
Kategori
, ,
Arsip Tahun

Judul Tulisan

Prakata Penyunting: Mendahului Para Pendahulu

Pengantar yang tidak Sekadar Pengantar – Dr. Al-Zastrouw Ng

Kata Pengantar – Y.B. Mangunwijaya

 

I. PENGANTAR BUKU HUMOR DAN BUDAYA

 

II. PENGANTAR BUKU POLITIK

 

III. PENGATAR BUKU NU DAN GUS DUR

 

IV. PENGANTAR BUKU AGAMA DAN PLURALISME

 

V. PENGANTAR BUKU BIOGRAFI

Sinopsis

Buku ini adalah kumpulan esai “kata pengantar” Gus Dur yang tersebar di puluhan buku dari tahun 1986-2009. Ada 26 tulisan dengan tema beragam: dari humor dan budaya, politik, NU, agama & pluralisme, sampai biografi.

 

Saat diskusi di Forum Demokrasi (Fordem), Gus Dur menyampaikan unek-unek kepada para sahabatnya jika ingin menerbitkan buku yang berisi kumpulan kata pengantarnya. Namun hal itu belum tertunaikan hingga beliau wafat. Lalu buku ini menjadi kado haul Gus Dur yang pertama yang telah diwujudkan oleh para sahabatnya (Tri Agus S. Siswowiharjo, Marto Art, dkk).

 

Jika ingin melacak dari mana tulisan-tulisan tersebut, dalam setiap artikelnya sudah ada keterangan lengkap: kapan ditulisnya artikel tersebut, diantarkan untuk buku karya siapa, judul buku apa, penerbit mana, sehingga memudahkan pembaca jika ingin menelusuri ke sumber aslinya.

 

Catatan-catatan di dalam buku ini berbeda dengan tulisan yang ditujukan untuk jurnal atau seminar/workshop. Menggunakan bahasa yang reflektif, menarik kesadaran, renyah, dan quoteable. Tidak hanya berbahasa Indonesia, ada juga tulisan yang menggunakan bahasa Inggris, dengan judul Islam in A Democratic State: A Lifelong Seacrh, untuk buku Asrori S. Karni.

 

Tulisan Mati Ketawa Cara Rusia (1986) untuk buku Z Dolgopolova menjadi artikel pembuka dari buku ini. Gus Dur mengomentari selera humor orang Rusia yang sangat tinggi. Dengan humor, seseorang bisa mengenal dirinya. Hal itu pun dilakukan oleh Gus Dur. Terkadang beliau meroasting dirinya untuk mengenal kekurangan diri sendiri, lalu mengerti keadaan orang lain. Akhirnya mendapat gelak tawa. Itulah cara seseorang dalam menikmati kepahitan-kepahitan hidup. Melalui humor yang komunikatif bisa menjadi bahan kritik sosial dan melihat kewarasan masyarakat.

 

Dengan membaca kumpulan tulisan pengantar Gus Dur ini, pembaca seakan tergugah, ingin menelusuri lebih jauh buku yang seperti apa yang diantarkan oleh Gus Dur. Bahkan menurut Zastrouw Ng, ajudan Gus Dur, beliau dalam setiap menulis pengantar buku tidak seluruhnya dibaca, namun bagian-bagian atau bab-bab penting saja yang dilahapnya. Pun demikian, pembaca akan mendapatkan maksud atau inti dari isi buku yang diantarkan.

 

Membaca buku ini, kita akan mendapatkan pemahaman dan pengetahuan baru, baik dari sisi agama, sosial budaya, sejarah tokoh, dan politik. Kita juga mampu mencerna pemikiran dan nilai-nilai yang selama ini Gus Dur ugemi. Terutama terkait prinsip dan moralitas.

 

Dalam tema budaya misalnya, Gus Dur ingin menyampaikan bahwa seseorang dalam melakukan pengenalan kepada Tuhan dengan cara yang unik, masing-masing individu berbeda-beda. Dalam tulisan Pengamat yang Terlibat (1993) untuk buku Muhammad Sobary, Gus Dur menyatakan bahwa cara orang kecil, seperti tukang pijat tuna netra, penarik becak—sebagaimana yang digambarkan oleh Kang Sobary—jika berdoa ya sebisanya, versi Jawa. Seperti berdoa “wolo-wolo kuwato”, yang dimaksud adalah “Laa haula walaa quwwata illa billah” (tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dari Allah). Mereka hanya bermodal keyakinan dan komitmen terhadap agama. Cara seperti ini jutsru lahir dari pengalaman yang mendalam.

 

Dalam tulisan Menumbuhkan Sikap Religius Anak-anak (1985), untuk buku Y.B Mangunwijaya, Gus Dur memberikan catatan reflektif kepada para orang tua dalam mengenalkan anaknya kepada Tuhan. Gus Dur menuliskannya dengan sebuah kisah nabi ketika ada seseorang yang bertanya, di manakah keberadaan Tuhan? lalu nabi kembali bertanya, menurutmu ada di mana? di langit, jawab seseorang yang bertanya itu kemudian diamini oleh nabi.

 

Dari kisah itu lalu Gus Dur memberikan uraian dengan pendekatan ilmu psikologi dan seperangkat ilmu sosial lainnya. Kesimpulan dari tulisannya adalah dalam mengenalkan Tuhan kepada anak, berilah cara-cara yang konkret, tidak sekadar formal. Karena cara yang konkret dengan menghargai kehidupan dan memuliakan kedudukan manusia itulah tujuan utama dari beragama.

 

Dari sekian tulisan kata pengantar, ada satu tulisan yang diuraikan dengan sangat panjang, dari halaman 132-169, yang diberi judul Musuh dalam Selimut, untuk buku Ilusi Negara Islam. Sepertinya Gus Dur sangat serius dengan persoalan ini. Gus Dur menggambarkan bahwa musuh terbesar kita adalah melawan hawa nafsu. Hal itu sebagaimana yang disampaikan oleh nabi saat usai perang badar.

 

Nafsu yang tenang, bersifat baik (an-nafs al-muthma’innah) adalah orang-orang yang membawa agama dengan cara-cara damai, santun, dan menghargai tradisi, sebaliknya, nafsu yang jahat (an-nafs al-lawwamah), dia yang beragama dengan menggunakan kekerasan, menjadikan agama sebagai alat untuk memenuhi syahwatnya, memberangus yang lain yang dianggap berbeda atau ‘kafir’. Hal itu yang dikhawatirkan oleh Gus Dur dengan adanya gerakan-gerakan wahabisme dan sekelompok orang yang berkeinginan memformalkan agama dalam bentuk negara.

 

Banyak tema menarik yang dibicarakan dalam buku ini yang dapat kita ambil sebagai bahan refleksi tentang tatacara beragama, berorganisasi, dan bernegara, agar memanusiakan sesama.