Judul |
---|
Islam, Negara, dan Demokrasi |
Editor (Penyunting) |
Imam Anshori Saleh |
Penerbit |
Penerbit Erlangga, Jakarta, November 1999 (cetakan ke-1) |
Kategori |
Judul Buku, Karya Tulis Gus Dur, Kumpulan Tulisan GD |
Arsip Tahun |
1999 |
Judul Tulisan
- Mengapa Saya Ketemu Pak Harto
- Anwar, Mahathir, dan Kita di Indonesia
- A. Wahid Hasyim, NU, dan Islam
- Islam di Asia Tenggara
- Terserah Suara Rakyat
- Pertempuran Tiga Kecenderungan di Mesir
- Hindari Negara Berasumsi Agama
- Agama dan Demokratisasi
- Strategi Perjuangan Umat Islam
- Kisah Perjalanan Politik Aliran
- Pilih Tegang atau Santai-Santai Saja
- Dari Merinding Sampai Kata “Awas!”
- Dimensi Kehalusan Budi dan Rasa
- Membentuk Solidaritas Sosial
- Demokrasi, Keadilan, dan Keterwakilan
- Fundamentalisme
- Lari
- Pemilu 1999 dan Masa Depan Bangsa
- Membangun Demokrasi Bukan Tugas yang Ringan (dari Pidato kepresidenan pertama K.H. Abdurrahman Wahid)
Sinopsis
Islam, Negara, dan Demokrasi
Himpunan Percikan Perenungan Gus Dur
Pencinta demokrasi hendaknya mengikuti tanpa kaitan dengan agama, Karenanya, bukankah lebih praktis berjuang melalui jalur itu dan menunjukkan bahwa agama mereka telah memiliki postulat-postulat demokrasi tersebut sejak lama? Dengan demikian, bukankah lebih praktis memperjuangkan Islam melalui hak-hak asasi manusia dan persamaan kedudukan seluruh warga negara daripada menjelaskan sebaliknya?
Sesungguhnya Islam adalah demokrasi. Ada beberapa alasan mengapa Islam disebut sebagai agama demokrasi. Pertama, Islam adalah agama hukum, dengan pengertian agama Islam berlaku bagi semua orang tanpa memandang kelas, dari pemegang jabatan tertinggi hingga rakyat jelata dikenakan hukum yang sama. Kedua, Islam selalu berpandangan memperbaiki kehidupan. Hal ini sebenarnya adalah prinsip demokrasi, karena demokrasi pada dasarnya adalah upaya bersama-sama untuk memperbaiki kehidupan. Karena itulah, Islam dikatakan sebagai agama perbaikan, dinul islah, atau agama inovasi. Selamat berdemokrasi!