Judul |
---|
Kiai Menggugat Gus Dur Menjawab – Sebuah Pergumulan Wacana dan Transformasi |
Penulis |
Abdurrahman Wahid |
Editor (Penyunting) |
Munib Huda Muhammad |
Penerbit |
IRCiSoD, Yogyakarta, Oktober 2020 (cetakan ke-1) |
Kategori |
1B Rekaman Proses, Judul Buku, Karya Tulis Gus Dur |
Arsip Tahun |
2020 |
Judul Tulisan
Pendahuluan: Gus Dur, Sebuah Cermin Banyak Gambar
Bagian 1
Kiai Menggugat, Gus Dur Menjawab
- Kiai Menggugat
- Gus Dur Menjawab
Bagian 2
Pemikiran Gus Dur Tentang: Politik, Ideologi, Negara, Sastra, Agama, Kemiskinan, dan lain lain
- Mencari Nilai-Nilai Baru dalam Paham Kebangsaan: Sebuah Tinjauan dari Sudut Pandangan Sosial
- Merumuskan Hubungan Ideologi Nasional dan Agama
- Sejarah Undang-Undang Dasar 1945 dalam Perspektif Sejarah
- Kehidupan Beragama, Rekayasa Sosial, dan Kemantapan Kehidupan Beragama
- Pandangan Islam Tentang Marxisme-Leninisme
- Dua Kekuatan Sedang Wawuh
- Orang NU Kok PDI
- Garapan NU Setelah Muktamar
- Beberapa Aspek Teoritis dari Pemikiran Politik dan Negara Islam
- Sebuah Telaah Awal: Peran Organisasi Sosial Politik di Masa Depan
- Sastra, Agama dan Politik
- Hikmah Muktamar PPP II
- Islam, Negara dan Pancasila
- Amar Ma’ruf, Mabadi Khoiri Ummah dan Pancasila
- Beda Tugas NU dan Tugas Negara
- Kebersamaan dalam Menanggulangi Kemiskinan: Sebuah Perspektif Islam
Penutup
Epilog: Pribumisasi Islam sebagai Ejawantah Integrasi-Interkoneksi Nash Islam dan Kebudayaan
Sinopsis
Buku ini dicetak kembali setelah lebih dari 18 tahun. Pertama kali terbit pada tahun 1989, dengan judul “Gus Dur Diadili Kiai-Kiai, Sebuah Dialog Mencari Kejelasan”. Lalu diterbitkan ulang dengan judul “Kiai Menggugat Gus Dur Menjawab-Sebuah Pergumulan Wacana dan Transformasi” pada cetakan kedua dan ketiga.
Buku ini adalah catatan atau transkrip dari klarifikasi Gus Dur pada pertemuan RMI di Jawa Barat pada tanggal 8-9 Maret 1989, di Pesantren Dar al-Tauhid Arjawinangun Cirebon. Acara ini dihadiri sekitar 200 kiai.
Diantara pernyataan dan aktivitasnya yang dianggap kontroversial antara lain, ucapan assalamu’alaikum diganti dengan selamat pagi, kunjungannya ke Israel yang membuat heboh masyarakat, jabatannya sebagai ketua Dewan Kesenian Jakarta, yang dianggap oleh sebagian kiai sebagai hal yang aneh, dan statusnya sebagai anggota MPR.
Mungkin kalau zaman dulu sudah ada medsos (gadget), tidak menutup kemungkinan pernyataan Gus Dur akan dipermasalahkan oleh sebagian umat Islam (yang tidak menyukainya), dengan ancaman UU ITE. Saat itu, Gus Dur pernah dikafirkan oleh Habib Jamallulail gara-gara membuka acara “Malam Puisi Yesus Kristus”.
Gus Dur pun sudah terbiasa dengan tuduhan-tuduhan berupa antek zionis, sekuleris, liberal, dan sematan-sematan yang lain, yang menjatuhkan martabatnya. Apalagi saat itu beliau menjabat sebagai Ketua PBNU. Mudah digoreng oleh media. Termasuk kesalahpahaman tentang ucapan assalamu’alaikum diganti dengan selamat pagi.
Gus Dur menjawab kegusaran-kegusaran para kiai yang berseliweran di media itu. Pertemuan ini selain sebagai media tabayun (klarifikasi), juga mengundang decak kagum atas pemikiran-pemikiran Gus Dur, termasuk di antaranya Kiai Husein Muhammad, selaku panitia acara.
Jawaban Gus Dur seakan memberi kuliah umum. Gus Dur mengutip kaidah fikih sebagaimana gaya khasnya dan menjelaskan kandungan ayat suci alqur’an beserta tafsirannya. Menjelaskan sejarah, kronologi, dari polemik-polemik yang terjadi.
Pernyataan kontroversial yang menjadi bahan bakar oleh sebagian orang itu, justru menjadi bahan kajian ilmiah yang mungkin tidak pernah dipikirkan oleh para kiai yang menyangkalnya. Seperti pernyataan perlunya rukun tetangga di samping rukun Islam dan rukun Iman. Perlunya penekanan pada konsep keadilan di masyarakat, yang waktu itu Gus Dur dianggap mengikuti aliran muktazilah yang anti aswaja, serta penjelasannya dari konsep pribumisasi Islam.
Setidaknya, dalam buku ini kita akan melihat sisi kontroversial Gus Dur itu sebagai apa posisinya? Ketua PBNU, Ketua Dewan Kesenian Jakarta, atau sebagai kiai. Dengan melihat beragam hal, kita akan bisa memahami sisi mana yang dianggap aneh atau kontroversi.
Selain itu buku ini juga memuat pemikiran-pemikiran dan cara pandang Gus Dur. Bahwa masyarakat yang yang adil harus diwujudkan, hal itu ditandai dengan perhatian yang cukup terhadap kesejahteraan orang-orang yang menderita dan penyerahan dana untuk membela kaum lemah.
Dalam Islam ada perintah zakat. Bagi Gus Dur zakat sama dengan memberi ikan, tidak sampai mememecahkan masalah sosial, sementara memecahkan masalah sosial adalah memberi pancing atau kail. Perhatiannya terhadap masalah-masalah sosial terjawab dalam buku ini.
Rujukan yang diilhaminya itu atas prinsip yang telah dibakukan oleh al-Qur’an. Ada tiga hal, pertama, persamaan (al-musawwah), kedua, musyawarah (syuro), dan ketiga, keadilan (al-‘adalah).
Sebab itu, Islam adalah agama yang dinamis, bukan agama yang sempit pandangannya. Pesan Gus Dur, sebagai seorang beragama, tidak hanya cukup dengan menghormati namun juga ikut merasakan kesulitan yang dialami. Dengan kesediaan untuk memahami masalah dari berbagai sudut pandang, maka rasa saling pengertian antar umat beragama akan terwujud.