| Judul |
|---|
| Insya Allah Saya Serius – NU, Muhammadiyah & Budaya Arab |
| Penulis |
| Abdurrahman Wahid |
| Editor (Penyunting) |
| Hairus Salim HS |
| Penerbit |
| Penerbit Gading, Yogyakarta, Desember 2024 (cetakan ke-1) |
| Kategori |
| 1A Kumpulan Tulisan, Judul Buku, Karya Tulis Gus Dur |
| Arsip Tahun |
| 2024 |
Judul Tulisan
Pengantar Penyunting
Kumpulan Tulisan:
- Insya Allah, Saya Serius
- Kebudayaan Arab dan Islam
- Fungsi Kesenian dalam Pembentukan Manusia Utuh
- Film Indonesia Antara Sejarah dan Legenda
- Bacaan untuk Remaja Sebagai Penunjang Pendidikan Agama
- Visi Masyarakat terhadap Pe(Kerja)an
- Dakwah Memprioritaskan Apa?
- Menjembatani Rukun Iman dan Rukun Islam
- Konsep Dasar Manusia: Mampukah Kaum Muslimin Merumuskannya?
- Gagalkah Para Pemimpin Islam?
- Ulama dan Pembinaan Kesadaran Lingkungan
- Penciptaan Kesiapan Mental Masyarakat Sekitar Tempat Hunian Wisata
- Gambaran Awal tentang Pembaruan
- Gerakan Keagamaan dan Pembaruan Pemikiran Agama
- Islam dan Tantangan Kehidupan Moderen
- Muhammadiyah dan Kebangkitan Islam di Indonesia
- Muhammadiyah, Pewaris Gerakan Kebangsaan dengan Peran yang Canggih
- Kebangkitan Islam sebagai Fenomena Sosio-kultural
- Islam dan Kebatinan: Sebuah Tinjauan Umum
- NU Adalah Sebuah Faham
- NU Sebagai Satpam
- Pengantar ke Permasalahan Integrasi Nasional
- Negara, Masyarakat, dan Persaingan Ekonomi Bebas
- Zakat Sebagai Penunjang Pembangunan Ekonomi Nasional
- Amar Makruf, Mabadi Khairi Ummah dan Pancasila
Sumber Tulisan
Lampiran-lampiran.
- Lampiran I. Contoh Cover Makalah Gus Dur
- Lampiran II. Laporan Diskusi Gus Dur di sebuah Majalah
- Lampiran III. Contoh tulisan-tulisan Gus Dur yang dimuat di berbagai majalah
- Lampiran IV. Dokumen tulisan yang Gus Dur siapkan untuk surat kabar Kompas
- Lampiran V. Foto Kenangan Mendampingi Gus Dur sebagai Pembicara.
Sinopsis
Tulisan-tulisan yang ada di dalam buku ini sebagian besar berisi makalah-makalah Gus Dur untuk kepentingan diskusi atau seminar yang kemudian diterbitkan oleh berbagai majalah. Di antaranya: Majalah Panjimas, Kiblat, Optimis, Amanah, Suara Muhammadiyah, Asri, dan Panji Masyarakat.
Hal ini bisa dicermati dari majalah yang menerbitkan tulisan Gus Dur terdapat keterangan, “..makalah ini..” atau “…dalam diskusi ini..”. Dan Gus Dur cukup rajin membuat materi (makalah/paper) saat diundang sebagai narasumber. Saking produktifnya, terkadang ada tulisan yang tidak terlacak kapan pertama kali diterbitkan.
Selain itu, ada juga tulisan hasil olahan wawancara atau ceramah Gus Dur. Pada waktu tahun 70-80an, tak banyak intelektual atau akademisi yang hasil ceramahnya ditranskrip, diolah, dan diterbitkan di media.
Judul dalam buku ini, “Insya Allah: Saya Serius”, diambil dari salah satu tulisan Gus Dur yang dimuat di majalah Wahyu, majalah yang berisi pengetahuan tentang Islam dan aktif menerbitkan gagasan keagamaan kontemporer.
Dalam buku ini, Gus Dur berbicara tentang bahasa, budaya, seni, film, lingkungan, zakat, NU, Muhammadiyah, dan lain-lain. Ada 25 tulisan Gus Dur yang ditulis dari tahun 1974 hingga 1993. Menariknya, dalam tiap tulisannya itu—acap kali—jika yang diulas adalah masalah-masalah sosial, Gus Dur selalu memasukkan perspektif keagamaan.
Sebaliknya jika yang diulas adalah topik keagamaan, maka ia memasukkan analisis sosialnya. Selain itu, Gus Dur selalu menyematkan kritik dan tak tak lupa menanggalkan reflektif bagi pembaca.
Hal itu bisa dibaca dari tulisan yang menjadi judul buku ini, Insya Allah: Saya Serius. Tulisannya itu berisi tentang budaya Arab dan budaya Melayu, yang masing-masing memiliki kekurangan. Gus Dur menuliskannya dengan cara yang menarik, memahamkan pembaca melalui analisis psikologi bahasa.
Orang Arab begitu mudahnya mengucapkan sumpah, mengatasnamakan Tuhan; “demi Allah”, “demi nabi”. Sementara orang Melayu terheran dengan hal yang demikian, karena mereka belum tentu melaksanakan sumpahnya itu.
Di samping itu, orang Melayu dengan mudahnya mengelak janji atau lari dari tanggung jawab dengan enteng mengatakan insya Allah (kalau Allah menginginkan/menghendaki), tanpa ada kesediaan bersikap sungguh-sungguh untuk memenuhi janjinya. Hal tersebut juga tidak dimengerti oleh orang Arab.
Mengapa bisa demikian? dalam pandangan Gus Dur, karena masing-masing memiliki kehidupan atau sosial budaya yang berbeda-beda. Kehidupan orang Arab yang serba keras, penuh tekanan, lingkungan gersang, yang menuntut kelihaian hidup. Sementara di tanah Melayu kehidupannya yang serba santai, slow living, orang bermalas-malasan pun masih bisa hidup.
Cara Gus Dur menuliskannya ini menarik, lewat bahasa kita diajak untuk mengenali kehidupan sosial budaya seseorang yang beragam dan unik. Dengan begitu kita mampu memahami keragaman dan menyadari kekurangan masing-masing.