Judul |
---|
Negara Islam, Adakah Konsepnya? – Seri Buku Pemikiran Gus Dur (Draft) |
Penulis |
Abdurrahman Wahid |
Editor (Penyunting) |
Halimah S., Ubaidillah Fatawi |
Penerbit |
SGD Press, Yogyakarta, Oktober 2017 (Cetakan ke-1) |
Kategori |
1A Kumpulan Tulisan, Judul Buku, Karya Tulis Gus Dur |
Arsip Tahun |
2017 |
Judul Tulisan
Konsep Negara Islam
1. Islam: Punyakah Konsep Kenegaraan?
2. Beberapa Aspek Teoritis dari Pemikiran Politik & Negara Islam
3. Islam: Perjuangan Etis ataukah Ideologis?
4. Negara dan Kepemimpinan dalam Islam
5. Negara Islam, Adakah Konsepnya?
6. NU & Negara Islam (1)
7. NU & Negara Islam (2)
Relasi Islam dan Negara
8. Agama dan Kebangsaan
9. Islam, Negara, dan Pancasila
10. Merumuskan Hubungan Ideologi Nasional dan Agama
11. Islam, Anti-kekerasan, & Transformasi Nasional
12. Islam dan Pancasila: Titik Temu Ideologi Universal dan Ideologi Nasional
13. Pancasila dan Ajaran Agama Tidak Saling Bertentangan
14. Islam, Negara, dan Rasa Keadilan
15. Negara Berideologi Satu, Bukan Dua
Islam dalam Masyarakat
16. Agama sebagai Kekuatan Sosial Politik
17. Islam dan Masyarakat Bangsa
18. Hindari Negara Berasumsi Agama
19. Salahkah Jika Dipribumikan?
20. Islam dan Perjuangan Negara Islam
21. Yang Terbaik Ada di Tengah
22. Susah Menghadapi Orang Salah Paham
Sinopsis
Buku ini dikerjakan oleh Komunitas Santri Gus Dur. Komunitas GUSDURian yang berbasis di Yogyakarta. Komunitas ini digerakkan oleh anak-anak muda yang memiliki ketertarikan dengan ide dan gagasan Gus Dur.
Beberapa kolom Gus Dur yang pernah dimuat di media di antaranya membincang tema Negara Islam atau Islam dan Politik. Seperti tulisan yang berjudul: “Islam: Punyakah Konsep Kenegaraan?”, tayang di Majalah Tempo, 26 Maret 1983.
Tulisan itu diawali dengan perbincangan tesis dari Munawi Sjadzali, Menteri Agama Kabinet Pembangunan IV, tentang konsep kenegaraan dalam Islam.
Gus Dur menyimpulkan bahwa selama ini belum ada kesepakatan tentang konsep negara dalam Islam. Apakah diambil dari nilai-nilai dasar, apakah norma atau lembaga formal, ataukah sistem yang terstruktur yang diambil dari ideologi lain? Gus Dur pun menutup tulisannya dengan narasi, “selama tidak ada kejelasan tentang hal-hal di atas, sebenarnya sia-sia saja diajukan klaim bahwa Islam memiliki konsep kenegaraan.”
Perebutan narasi atau perdebatan penting tidaknya Negara Islam yang terjadi belakangan ini (saat buku ini terbit, tahun 2017), adalah mengulang dari apa yang sudah pernah ditulis oleh Gus Dur pada tahun 1983. Kalau ditarik ke belakang lagi, perdebatan pertama terjadi sejak sidang BPUPKI di bulan Mei 1945, yang memperdebatkan dasar negara Indonesia merdeka, hingga lahirlah rumusan Pancasila pada 1 Juni 1945.
Bedanya zaman dahulu belum ada media sosial—kampanye, propaganda, dan perebutan narasi tentang Negara Islam atau khilafah tidak semasif sekarang. Perbincangannya lebih ke mimbar-mimbar akademik atau forum-forum ilmiah, seperti tesisnya Munawir Sjadzali.
Sebab itu, untuk memudahkan generasi sekarang menjangkau pemikiran Gus Dur tentang tema Islam, Negara, dan Politik, Komunitas Santri Gus Dur merasa perlu mengerjakan hal ini, memetakkan kembali tulisan-tulisan Gus Dur yang tersebar di berbagai media. Dari tahun 80 an hingga 2000 an.
Di dalam buku ini dibagi menjadi tiga bab: Pertama, tentang konsep Negara Islam. Kedua, Relasi atau hubungan antara Islam dan Negara. Dan Ketiga, cara pandang Gus Dur melihat Islam yang tumbuh ke dalam kehidupan masyarakat.
Dengan melihat pembagian ini, pembaca dipermudah untuk menangkap maksud pesan-pesan yang disampaikan Gus Dur. Mengingat tulisan-tulisan Gus Dur di dalam buku ini tidak tersistematis sepertihalnya penulisan sebuah buku atau tugas ilmiah (skripsi-disertasi).
Penolakan Gus Dur terkait ide berdirinya Negara Islam di Indonesia juga tertuang dalam buku Ilusi Negara Islam. Judul tulisan Musuh dalam Selimut, adalah pengantar yang ditulis Gus Dur untuk buku tersebut.
Pendirian Negara Islam di Indonesia, selain ilusi, Gus Dur lebih memilih penerapan nilai-nilai atau moralitas dalam ajaran Islam. Seperti menjunjung tinggi keadilan hukum, persamaan hak atau kesetaraan, dan permusyawaratan. Terkait sistem politik, umat Islam diberi keleluasaan untuk memilih sistem politik ketatanegaraannya sendiri sesuai konteks sosiologis dan kulturalnya. Seperti di Iran, Arab Saudi, Al-Jazair, dan Indonesia sendiri yang berbeda-beda. Tidak ada negara Islam formal.