Judul |
---|
Saya Jadi Presiden – Prediksi Futurologis Gus Dur yang Menjadi Kenyataan |
Penulis |
Abdurrahman Wahid (Kumpulan Wawancara di berbagai Media) |
Editor (Penyunting) |
Suhendrik |
Penerbit |
CV. Garoeda, Pasuruan, 2004 (cetakan ke-1) |
Kategori |
1B Rekaman Proses, Judul Buku, Karya Tulis Gus Dur |
Arsip Tahun |
2004 |
Judul Tulisan
Daftar Isi
1. Pengantar
2. Gus Dur, Sebuah Telaah Singkat
- Oleh Agus Harianto, 1994
3. Gus Dur, Sebuah Figur yang Bervolusi
- Oleh Muhammad Suhendrik, 1996
- Majalah EDITOR No.15/Thn IV/22 Desember 1990
5. Kami Tidak Menyusun Kekuatan
- Majalah TEMPO No.7 Th. XXI. 13 April 1991
- Majalah TEMPO No.38 Th. XXI. 16 November 1991
- Majalah MATRA No.68, Maret 1992
8. Duet Gus Dur dengan Ajengan Singaparna
- Majalah TEMPO No.49 Tahun XXI. 1 Februari 1992
9. Insiden Nipah Akibat Arogansi Birokrasi
- Majalah FORUM No.14 Th.II. 28 November 1993
10. Spanduk Tidak Akan Pernah Merubah Keadaan
- Tabloid DETIK No. 042 Th. XVII. 22-28 Desember 1993
11. Saya Jadi Presiden? Ha-Ha-Ha….
- Majalah TIARA No. 108, 3 Juli 1994
- Tabloid DETIK No. 048 Th. XVII. 2-8 Pebruari 1994
13. Saya Bisa Bikin Ikatan Cendekiawan Sosial lndonesia
- Tabloid DETIK No. 062 Th. XIVII. 18-24 Mei 1994
14. PPP Bisa Dipastikan Nomor Tiga
- Harian SURABAYA POST, Sabtu, 3 September 1994
- Harian JAWA POS, 29 September 1994
16. Pudarnya Rasa Kemanusiaan, Lahirnya Kekerasan
- Harian JAWA POS, Desember 1994
17. Itu Ahlul Fitnah wal Jamaah
- Majalah GATRA No. 2 Th.I. 26 Desember 1994
18. Kalau Melihat NU dari Saya Itu Salah Baca
- Majalah FORUM No.17 Th.III. 8 Desember 1994
- Majalah SINAR No. 43/Th.II/9 September 1995
- Majalah WARTA, Maret 1996
21. Saya Nomor Tiga: Tentang Suksesi NU, ICMI dan Pak Harto
- Majalah MATRA No. 117, April 1996
22. PBNU Tidak Berharap Banyak
- Majalah UMMAT No. II Th.II. 25 November 1996
- Majalah FORUM No. 17 Th.V. 2 Desember 1996
24. Dialog Tak Ada, Revolusi Sosial
- Majalah D&R No. 18/XXX/19 Desember 1998
25. Pak Harto Banyak Pengikutnya
- Majalah GATRA No. 6 Th.V. 26 Desember 1998
26. Kami Mau Menang dan Kami yang Memimpin
- Majalah FORUM No.20 Th. VII. 11 Januari 1999
27. Konfigurasi Pemikiran Gus Dur Demokrasi versus Aristokrasi
- Oleh Agus Harianto
Sinopsis
Buku ini berisi koleksi wawancara Gus Dur yang tersebar di berbagai media dari tahun 1991-1999. Total ada 27 tulisan yang terkoleksi; diambil dari Majalah Editor, Tiara, Tempo, Gatra, Warta, Forum, dan lainnya. Sebagian isi buku ini ada yang sudah pernah dimuat di buku Tabayun Gus Dur dan Para Tokoh Angkat Bicara.
Harapan penyunting, hasil wawancara oleh para kuli tinta yang telah dikumpulkan tersebut dapat menjadi ide bagi pembaca untuk mengenal pemikiran, mengetahui gambaran psikologis, belajar kepribadian dari sosok Gus Dur.
Sebagaimana yang telah diliput oleh para wartawan, model kepenulisannya tidak hanya berisi percakapan atau tanya jawab yang monoton dengan Gus Dur, namun disertai juga penggambaran situasi, sela-sela Gus Dur sedang diwawancarai; sedang tertidur sebentar, terkantuk-kantuk, kemudian langsung menjawab pertanyaan. Tertawa, diam sejenak, terbatuk-batuk, sedang menerima telepon, ada tamu, dan lainnya.
Selain itu, sebagaimana judul dalam buku ini, ada salah satu wawancara yang kemudian menjadi kenyataan, “Saya Jadi Presiden”, prediksi futurologis Gus Dur menjadi presiden RI ke-4. Dimuat di Majalah Tiara, No. 108, terbit pada tanggal 3 Juli 1994.
Menjelang pemilu atau sebelum Gus Dur menjabat RI 1, beliau seringkali diisukan akan mencalonkan dirinya sebagai presiden, entah itu dari pernyataan dirinya sendiri atau pancingan pertanyaan dari wartawan. Dalam tulisan ini, Gus Dur tidak pernah menganggap serius. Bahkan dijawab dengan santai, dengan nada guyon khasnya, dan sikap merendah.
“Presiden. Yaa, Presiden Taxi-lah. Orang kayak saya kok masih ada yang mau mencalonkan sebagai presiden…. ketawa saya,” jawabnya.
Selain pertanyaan tentang pencalonan dirinya menjadi presiden, isi dari wawancara tersebut antara lain tentang sepakbola, prediksi tim-tim yang kuat di Piala Dunia dan kritik pengelolaan sepakbola di Indonesia. Gus Dur juga bercerita tentang penyakit matanya, yang habis dioperasi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Pertanyaan lain tentang Forum Demokrasi dan Gus Dur menjelaskan apa itu demokrasi yang sebenarnya. Jawaban Gus Dur, bahwa garis besar dari demokrasi adalah kedaulatan hukum, bukan kedaulatan kekuasaan, karena semua warga itu sama kedudukannya di muka hukum, juga di mana hak-hak asasi manusia itu dipraktikkan atau ditegakkan. Jawaban ini sekaligus mengkritik kondisi Indonesia saat itu, bahwa demokrasi yang terjadi adalah semu. Demokrasi seolah-olah. Lembaganya ada, tapi tidak dalam praktiknya.
Di akhir wawancara Gus Dur ditanya tentang kondisi keluarganya, terutama istrinya yang saat itu habis kecelakaan, yang mengakibatkan lumpuh, tidak bisa berjalan. Gus Dur selalu menemani, saat menjalani fisioterapi di tengah kesibukannya sebagai Ketua Umum PBNU.
Tema-tema wawancara selalu random, dari bicara A lalu bicara tentang Z, namun tak jauh dari organisasi NU. Dan isu-isu yang dibicarakan selalu menyangkut tentang kondisi demokrasi di Indonesia.
Buku ini menunjukkan bahwa Gus Dur merupakan primadona bagi banyak media. Analisisnya yang tajam, gayanya yang unik bahkan dianggap kontroversial, begitu juga cara pandangnya yang tak jarang berhadap-hadapan dengan Orde Baru menjadikan Gus Dur begitu disukai oleh media, karena menjual dalam pemberitaan.