Saya Punya Hak Bela Diri (Wawancara)

Sumber Foto: https://transindonesia.co/2021/11/13/hidup-bukan-mainan-apakah-perlu-permainan/kupon-judi-sdsb/

Oleh: K.H. Abdurrahman Wahid

Abdurrahman Wahid minta urusan Syuriah dan Tanfidziyah jangan dicampur aduk. Kalau terjadi deadlock, bisa dibawa ke sidang pleno.

KETUA PB NU Abdurrahman Wahid banyak menguap di Ahad pagi lalu, di rumahnya. “Aku capek banget,” katanya, sembari mengusap-usap matanya. la memang baru kembali dari perjalanan jauh keliling Inggris dan Prancis, dan mampir sebentar di Bangkok. Toh ia seperti tersentak dari kantuknya, ketika reporter TEMPO Wahyu Murya-di yang mewawancarainya mulai bicara tentang insiden dana SDSB yang bikin geger itu. Beberapa petikan:

Bagaimana dengan surat yang Anda teken bersama Ghaffar yang ditujukan ke yayasan pengelola SDSB?

Saya kan belum tahu itu surat yang mana. Memang, kalau mau mengopi sih bisa saja, tapi saya bilang besok saja. Saya mau ngaso dulu Saya kan tiap hari mengurusi banyak surat. Wong, nggak ada apa-apanya kok heboh.

Pandangan Anda terhadap SDSB sendiri?

Ya, jelas haram.

Tapi dalam surat itu kan disebutkan kalau tujuannya ke YDBKS, pengelola SDSB, bukan?

Apa itu pengelola SDSB. Saya nggak tahu yang mana pengelola SDSB itu. Saya itu kan nggak pernah tahu sisi-sisi yang mana itu. Sampai sekarang saya sendiri nggak tahu yang mana suratnya. Tapi Anda mendesak terus. Makanya, saya nggak berani bilang apa-apa karena belum tahu duduk perkaranya.

Apa semua surat Anda baca dulu, sebelum diteken?

Saya bukan orang yang asal teken saja, itu ngawur namanya. Tapi saya tidak pernah melihat sepucuk pun surat yang menyebut-nyebut SDSB atau yang berkaitan dengan SDSB. Kalau ada yang mengatakan bahwa ada surat yang disisipkan, nggak mungkin itu.

Apa Gus Dur sendiri yang memerintahkan Ghaffar bikin konsep suratnya?

Kalau cuma soal rutin seperti surat rekomendasi — yang tidak prinsipil — biasanya saya minta dibuatkan saja konsepnya dulu. Itu bisa saja dibuat oleh Pak Ghaffar, Asnawi, ataupun Ichwan. Sesuai dengan hasil pembicaraan, ya, saya teken Masalahnya, surat yang diributkan itu yang mana, saya lupa.

Sekalipun sering lupa, Anda yakin betul tak mungkin menyetujui permintaan bantuan dana yang berasal dari SDSB.

Sudah beberapa kali ada yang minta begitu, dan saya menolaknya. Jadi, nggak mungkin itu.

Apa Anda tidak menaruh curiga mengingat itu ditujukan ke Depsos?

Tidak semua dana yang dari Depsos berasal dri uang SDSB, kan?

Anak-anak dari PMII, Fatayat, mintanya ke Depsos. Di sana kan ada teman saya, Yusuf Thalib (Dirjen Bantuan Sosial Depsos — Red.)

Kiai Ali Yafie bilang, itu bukan cuma surat rekomendasi, tapi berupa permohonan. Bagaimana ini?

Bukan. Kalau model kami, bukan permohonan, tapi merekomendasi. Tapi, masa, saya mempertaruhkan keputusan PB untuk kepentingan satu yayasan. Lucu. Itu keputusan PB NU. Dan ini tak pernah dibicarakan dalam muktamar, karena kami sudah memutuskan yang sama dengan kehendak cabang-cabang. Saya ini sendiri ikut teken dua kali, setelah Situbondo, soal SDSB. Ketika itu kami minta kepada Pemerintah, karena itu judi, supaya dihentikan.

Dana bantuan yang sudah diterima Yayasan Hasyimiyah apa sebaiknya dikembalikan?

Itu bukan urusan NU, tapi urusan Yayasan. Paling-paling, kami cuma bisa minta agar dikembalikan. Itu saja.

Rapat gabungan Syuriah–Tanfidziyah diawali dengan keputusan membatalkan surat itu. Komentar Anda?

Itu memang pekerjaan Syuriah, kalau ada apa-apa. Dulu, ketika Pak Subchan Z.E. (almarhum — Red) diskors, juga begitu. Sikap Syuriah itu, kalau dianggap melanggar hukum agama, bisa diambil tindakan. Memang begitu cara mainnya. Itu kan cara pertanggungjawaban. Sama dengan presiden yang dianggap menyimpang dari garis MPR, kan dibicarakan oleh DPR. Kalau betul, dipanggil SU Istimewa MPR untuk minta pertanggungjawaban presiden.

Kalau Syuriah sudah menyatakan surat itu menyimpang dari sudut agama, pandangan Anda sendiri bagaimana?

Saya kan punya hak untuk bela diri. Masalahnya harus dibawa ke sidang kabinet Syuriah-Tanfidziyah. Di situ saya akan menjelaskan pendapat saya. Jadi, masalahnya akan jelas apakah soal itu termasuk hukum agama, yang jadi urusan Syuriah, atau menyangkut soal-soal administratif, yang jadi urusan Tanfidziyah.

Maksud Anda, selesai secara administratif?

Untuk melaksanakan suatu keputusan, peraturannya namanya administration, Mengapa? Karena administration, persoalan ini kan sudah didelegasikan kepada Tanfidziyah. Kalau sembarang surat kudu nunggoni (harus menunggu – Red.) Syuriah, sampai kapan? Kalau itu sifatnya rutin, bisa dilaksanakan Tanfidzıyah.

Kalau toh tak tercapai mufakat?

Itu bisa dibawa ke sidang pleno, seperti terjadi dalam Munas NU di Ancol dulu.