Judul |
---|
Gus Dur Menjawab Perubahan Zaman – Kumpulan Pemikiran KH. Abdurrahman Wahid Presiden ke-4 Republik Indonesia |
Penulis |
Abdurrahman Wahid |
Editor (Penyunting) |
Frans M. Parera, T. Jacob Koekerits |
Penerbit |
Penerbit Harian KOMPAS dan Gramedia Literary Agents, Jakarta, Oktober 1999 (cetakan ke-1) |
Kategori |
1A Kumpulan Tulisan, Judul Buku, Karya Tulis Gus Dur |
Arsip Tahun |
1999 |
Judul Tulisan
Bagian Pertama: Agama Islam dan Negara
- Semata-mata dari Sudut Hukum Agama
- Islam yang Melunak
- Islam dan Hubungan Antar Umat Beragama di Indonesia
- Kongres Umat Islam: Mencari Format Hubungan Agama dengan Negara
- Anwar, UMNO, dan Islam di Malaysia
- Kisah Tiga Berita: ABRI dan Islam dalam Dialog Politik
- Bercermin dari Para Pemimpin
Bagian Kedua: Kepemimpinan Politik
- Pemimpin, Kepemimpinan, dan Para Pengikut
- Ukurannya Jelas, Bukan Sekedar Nomor Sepatunya Akbar Tanjung (Catatan Kecil Buat Saur Hutabarat)
- Anwar, Mahathir, dan Kita di Indonesia
- Pasangan Soeharto-Try dan Masa Depan Kita
- Presiden dan Agama
Bagian Ketiga: Kepemimpinan Moral Spiritual
- Perjalanan Romo Yang Bijak
- Gus Miek: Wajah Sebuah Kerinduan
- In Memoriam: Kiai Achmad Siddiq
- Tuan Guru Faisal, Potret Kepribadian NU
Bagian Keempat: Membangun Tradisi Politik dan Demokrasi
Sinopsis
Kepingan tulisan yang ada di dalam buku ini adalah buah pemikiran Gus Dur yang pernah dimuat di Harian Kompas, tahun 1991-1999. Diterbitkan pertama kali pada tahun 1999, sebelum Gus Dur menjabat sebagai Presiden RI.
Lalu diterbitkan ulang, yakni cetakan ketiga (tahun 2010) dimaksudkan untuk menghormati dan mengenang jasa-jasa Gus Dur, yang tak lama berpulang pada 30 Desember 2009. Harapannya supaya warisan pemikiran Gus Dur dapat dikaji kembali. Terutama cara Gus Dur menjawab perubahan zaman.
Buku ini dibagi menjadi empat bab. Tema yang dibicarakan tentang Islam, politik, kenegaraan, dan kebangsaan, termasuk yang terkait dengan isu-isu moral dan demokrasi. Buku ini terbilang laris di pasaran hingga naik cetak empat kali. Yang membedakan cetakan pertama-kedua dan ketiga-keempat hanya bagian cover saja.
Menikmati tulisan-tulisan Gus Dur dalam buku ini, kita diajak untuk melihat konteks yang terjadi pada tahun-tahun silam, sehingga pembaca diajak untuk menelusuri ada peristiwa apa saja saat itu sehingga Gus Dur menuliskannya di Harian Kompas.
Bab pertama, berisi Agama Islam dan Negara. Pada bab tersebut, diantara tema yang dibicarakan oleh Gus Dur adalah peristiwa perang teluk yang menjadi tragedi besar. Banyak kehancuran, dari segi fisik, ekonomi, dan trauma psikologis. Gus Dur menyoroti bagaimana keberpihakan Amerika terhadap negara diktator. Gus Dur mengkritik fatwa yang dikeluarkan oleh ulama Indonesia yang menjadi korban manipulasi politik. Dalam setiap tulisannya, Gus Dur mengajak pembaca dalam melihat setiap persoalan secara lebih dalam dan kritis, tanpa terjebak klaim dan pembenaran negara adidaya maupun tokoh agama.
Di era disrupsi seperti saat ini, menganalisa persoalan dengan kaca mata Gus Dur sangat penting, supaya kita tidak terjebak pada satu sudut pandang.
Bab kedua, kita akan belajar pada model kepemimpinan. Gus Dur sangat piawai dalam model kepemimpinan di mana pun saat ia berada. Ia berhasil memposisikan dirinya, sebagai Ketua PBNU, Ketua DKJ, Ketua Fordem, hingga ke level nasional, Presiden RI. Beliau belajar dari tangga paling bawah. Teruji dalam segala situasi bahkan pada level yang membahayakan dirinya sendiri.
Dalam tulisan Pemimpin, Kepemimpinan, dan Para Pengikut. Kita diajak berpikir tentang tiga hal yang saling terkait. Gaya kepemimpinan, budaya politik, dan independensi birokrasi. Hubungan ketiganya ini dapat mempengaruhi arah suatu negara.
Selain itu, Gus Dur mengajak kita untuk belajar kepada tokoh pemimpin dunia seperti Mahatma Gandhi di India, Tokugawa di Jepang, dan Martin Luther King Jr di Amerika. Mereka memiliki gaya yang berbeda-beda, namun gaya kepemimpinannya yang mengabdi kepada rakyat mampu membawa dampak yang besar tanpa banyak kekerasan.
Bab ketiga berisi ulasan Gus Dur tentang otobiografi pemimpin umat. Yang membimbing masyarakat secara moral dan spiritual. Bahkan keteladanan dari mereka sampai sekarang masih dibicarakan. Seperti Romo Mangun, Ibu Gendong, Gus Miek, Kiai Ahmad Siddiq, dan Tuan Guru Faisal.
Bab keempat, ulasan Gus Dur tentang politik dan demokrasi di Indonesia. Poin-poin penting dalam tulisan ini bila dipahami dan dilakukan, niscaya Indonesia akan menjadi negeri yang maju dan kokoh. Ternyata persoalan yang terjadi saat Gus Dur menulis dengan sekarang tidak jauh berbeda. Tentang reformasi institusi (keamanan dan pemerintah), hambatan struktural demokrasi, dan lemahnya reformasi hukum.
Membaca buku Gus Dur Menjawab Perubahan Zaman adalah kita diajak untuk berkaca pada peristiwa masa lalu, yang selalu berulang-ulang, dalam arti kasus serupa masih terjadi pada masa sekarang.