Judul |
---|
Menggerakkan Tradisi — Esai-Esai Pesantren |
Penulis |
Editor: Hairus Salim HS |
Penerbit |
LKiS Yogyakarta, Januari 2010 (cetakan ke-3) |
Kategori |
Judul Buku, Karya Tulis Gus Dur, Kumpulan Tulisan GD |
Arsip Tahun |
2010 |
Judul Tulisan
- Pesantren Sebagai Subkultur
- Pesantren dalam Kesusastraan Indonesia
- Dinamisasi dan Modernisasi Pesantren
- Pesantren dan “Sekolah Umum”
- Pendidikan Tradisional di Pesantren
- Pesantren dan Pendidikan Kependudukan
- Manfaat Koperasi bagi Pesantren dan Lembaga Pendidikan Islam
- Pesantren dan Pengembangan Watak Mandiri
- Kurikulum Pesantren dan Penyediaan Angkatan Kerja
- Standardisasi Sarana Ilmiah di Pondok Pesantren
- Pesantren dan Pengembangannya
- Kepemimpinan dalam Pengembangan Pesantren
- Paradigma Pengembangan Masyarakat Melalui Pesantren
- Asal Usul Tradisi Keilmuan di Pesantren
- Prinsip-Prinsip Pendidikan Pesantren
- Program dan Kebijakan Pembangunan Berorientasi Budaya: Kasus Pesantren di Indonesia
Sinopsis
Ini adalah buku karya-karya Abdurrahman Wahid. Kali ini, temanya bersifat spesifik yaitu Pesantren. Gus Dur sudah terkenal sebagai tokoh yang berasal dari pesantren, kendati demikian, sedikit sekali masyarakat yang tahu bagaimana sebenarnya pemikiran Gus Dur mengenai pesantren dalam menghadapi gelombang perubahan.
Esai-esai dalam buku ini sebelumnnya pernah dimuat Kompas, Jurnal Pesantren, dan beberapa diantaranya merupakan bahan presentasi di berbagai seminar dan pelatihan. Rentang waktu perumusannya antara awal tahun 1970-an hingga akhir tahun 1980-an, tahun-tahun dilancarkannya program pembangunan (medernisasi) oleh rezim Orde Baru. Dengan demikian, fokus penting dalam esai-esai ini adalah hubungan pesantren, negara, dan pembangunan. Berseberangan dengan pandangan pemegang kebijakan dan para pengamat saat itu, Gus Dur menegaskan bahwa pesantren bersifat dinamis, terbuka pada perubahan, dan mampu menjadi penggerak perubahan yang diinginkan.
Selain elaborasi terhadap hubungan pesantren dan pembangunan, esai-esai ini juga memuat deskripsi dari budaya pesantren, yang disebut Gus Dur sebagai “subkultur” tersendiri. Deskripsi Gus Dur ini turut mempersempit kesenjangan dan kekeliruan pengertian antara pihak luar dan pihak dalam mengenai dunia pesantren.
“Tawaran Pembangunan” yang dikemukakan oleh Gus Dur untuk Pesantren, seperti dalam hal penyusunan kurikulum, peningkatan sarana, pembenahan manajemen kepemimpinan, pengembangan watak mandiri, dan beberapa yang lainnya tetap merupakan agenda pesantren hingga sekarang ini. Tawaran agenda ini yang dulu sangat asing dan sempat mengundang kecurigaan, beberapa di antaranya memang telah dijalankan oleh kalangan pesantren, sehingga ini sudah tidak asing lagi.
Buku ini bisa menjadi suatu peta sejarah pemikiran pendidikan dan pergumulan suatu sub-budaya (pesantren) berhadapan dengan gagasan-gagasan dari luar, gagasan modernisasi.