Judul |
---|
Menggerakkan Tradisi — Esai-Esai Pesantren |
Penulis |
Abdurrahman Wahid |
Editor (Penyunting) |
Hairus Salim HS |
Penerbit |
LKiS Yogyakarta, Januari 2010 (cetakan ke-3) |
Kategori |
1A Kumpulan Tulisan GD, Judul Buku, Karya Tulis Gus Dur |
Arsip Tahun |
2010 |
Judul Tulisan
- Pesantren Sebagai Subkultur
- Pesantren dalam Kesusastraan Indonesia
- Dinamisasi dan Modernisasi Pesantren
- Pesantren dan “Sekolah Umum”
- Pendidikan Tradisional di Pesantren
- Pesantren dan Pendidikan Kependudukan
- Manfaat Koperasi bagi Pesantren dan Lembaga Pendidikan Islam
- Pesantren dan Pengembangan Watak Mandiri
- Kurikulum Pesantren dan Penyediaan Angkatan Kerja
- Standardisasi Sarana Ilmiah di Pondok Pesantren
- Pesantren dan Pengembangannya
- Kepemimpinan dalam Pengembangan Pesantren
- Paradigma Pengembangan Masyarakat Melalui Pesantren
- Asal Usul Tradisi Keilmuan di Pesantren
- Prinsip-Prinsip Pendidikan Pesantren
- Program dan Kebijakan Pembangunan Berorientasi Budaya: Kasus Pesantren di Indonesia
Sinopsis
Buku ini adalah cetakan ketiga. Tidak jauh berbeda isinya dari cetakan pertama dan kedua pada Maret 2001 dan April 2007 oleh penerbit LKiS. Hanya saja, pada cetakan ketiga ini cover buku diganti. Yang awal mula foto suasana pembelajaran di kelas (pesantren). Sementara edisi ini foto santri dihadapkan pada teknologi, yang sedang mencari ma’khad atau dalil melalui laptop. Saat itu di kalangan pesantren sedang jamak menggunakan aplikasi atau CD dari Maktabah Syamilah (perpustakaan digital yang memuat ribuan referensi yang biasa dirujuk oleh kalangan pesantren). Tinggal klik kata kunci tertentu, dalil keluar, tanpa membuka-buka kitab kuning.
Buku cetakan ketiga ini tidak jauh berbeda dari buku sebelumnya, berisi 16 esai-esai pesantren yang ditulis Gus Dur pada rentang waktu 1970-1980 an. Terbit di media nasional seperti Kompas maupun jurnal pesantren. Sebelum dicetak oleh LKiS, CV Dharma Bhakti menerbitkannya dengan judul “Bunga Rampai Pesantren” pada tahun 1985. Penerbit LKiS kemudian menambahkan empat esai (Paradigma Pengembangan Masyarakat Melalui Pesantren, Asal-usul Tradisi Keilmuan di Pesantren, Prinsip-Prinsip Pendidikan Pesantren, dan Program dan Kebijakan Pembangunan Berorientasi Budaya: Kasus Pesantren di Indonesia)—semuanya itu pernah tayang di jurnal dan sudah dipresentasikan oleh Gus Dur.
Esai-esai pesantren dalam buku ini ringkasnya adalah perhatian Gus Dur terhadap dunia pesantren: membincang peta sejarah pemikiran, tradisi keilmuan (pendidikan islam), serta pergumulan suatu sub budaya di pesantren. Dari ketiga buku yang sudah terbit, diawali dengan tulisan Pesantren sebagai Subkultur. Tulisan inilah yang membuka wawasan pembaca tentang dunia kepesantrenan.
Istilah subkultur menyangkut aturan atau norma yang ada di pesantren, corak pendidikan, tradisi kaum santri, dan ciri khas pesantren yang unik, tiap daerah memiliki karakternya masing-masing. Gus Dur menyertakan kritik sekaligus pujian terhadap dunia pesantren dalam tulisan ini. Beberapa kekurangan atau kelemahan dunia pesantren pada saat Gus Dur menulis esainya itu perlu dijadikan sebagai catatan untuk kita para pemerhati pesantren saat ini.
Ada banyak istilah ‘asing’ yang disajikan Gus Dur dalam keseluruhan esainya. Pembaca diajak menyelami istilah-istilah itu. Semakin memudahkan pembaca dan menambah kosa kata baru (istilah asing) yang belum kita punya. Antara lain seperti, pris interpares, rechenhaftigkeit, spartan etchics, pseudo modernisme, share cropper, dan masih banyak lagi. Namun Gus Dur juga menyebut istilah khas yang akrab dengan dunia literasi pesantren, seperti, tikrar, mudarasah, jam’iyyah, barakah, badal, dan sebagainya.
Tidak hanya membincang subkultur pesantren, Gus Dur juga menuliskan refleksi atas kesusastraaan pesantren, yang jarang dijadikan obyek sastra. Padahal sastrawan-sastrawan yang sudah punya nama itu dulunya pernah mengenyam pendidikan di pesantren, mengapa demikian? ciri khas tulisan Gus Dur dari paragraf pertama sudah membuat penasaran pembaca.
Walaupun sudah empat dekade esai ini ditulis, namun masih relevan dengan tantangan dunia pesantren saat ini, terutama membincang dinamisasi dan modernisme di lingkungan pesantren. Dua kosa kata itu harapan Gus Dur akan memunculkan cara pandang baru seseorang dalam melihat pesantren, lebih-lebih bisa melahirkan pemimpin nasional dengan latar belakang pesantren.
Pernyataan dari Gus Dur yang perlu direnungkan, bahwa pesantren memiliki potensi kekuatan yang sangat besar, namun belum memiliki kemampuan mengeksekusi berbagai proyek yang seharusnya bisa dimanfaatkan keberkahannya secara luas. Maka cara pandang kehidupan berorientasi pada ukhrawi saja perlu dikoreksi, karena salah jika hanya mempersepsikan pesantren sebagai lembaga pendidikan yang mencetak ulama atau kiai. Pesantren juga harus memberikan bekal keterampilan kepada santri untuk siap kerja.
Pemikiran yang dibayangkan Gus Dur dalam esai-esainya antara lain, ada lembaga penelitian tentang kepesantrenan, yang kemudian melahirkan ide-ide kerjasama antara pesantren dengan lembaga ilmu pengetahuan, dan juga lahir perpus nasional tentang literatur pesantren. Selain itu, pesantren bisa mendirikan sekolah umum supaya menjembatani tingkat putus sekolah yang tinggi. Watak kemandirian pesantren mendapatkan pujian dari Gus Dur dalam esainya; rasa ikhlas yang tulus, dan aktivitas apapun selalu diniati ibadah. Namun perlu juga memikirkan ihwal duniawi-nya, kekuatan ekonomi atau kemandirian umat.
Dalam buku ini juga dijelaskan tentang peranan atau pelibatan pesantren dalam isu nasional seperti program Keluarga Berencana. Bagaimana cara menarik lingkungan pesantren supaya aware terhadap isu kependudukan itu. Melalui pengajian-pengajian umum atau upacara-upacara khusus, misalnya. Gus Dur mencontohkan pelibatan ide dengan risalah pendek yang disusun Kiai Bisri Mustofa tentang KB. Tidak hanya itu, Gus Dur mengusulkan program ini supaya bisa masuk ke studi kurikuler di sekolah-sekolah formal dari SD-SMA. Terkait perekonomian umat, Gus Dur mendorong pesantren untuk mendirikan koperasi sebagai bentuk pendampingan kepada masyarakat petani, agar dapat mandiri secara finansial.
Buku Menggerakkan Tradisi ini mengajak pembaca melihat tradisi-tradisi keagamaan pesantren yang unik, tentang tata nilai dan pandangan hidup, yang terus dirawat, dijaga, dan perlu mengambil atau mengembangkan hal-hal baru yang lebih baik. Kaidah yang sering dikutip Gus Dur, al-muhafadzatu ‘ala qadimi ash-shalih ma’a al-akhdzi bi al-jadiddi al-ashlah.