Kembali ke 1A Kumpulan Tulisan

Demokrasi Seolah-olah – Kumpulan Tulisan Gus Dur Tentang Politik & Demokrasi

1A Kumpulan Tulisan
Demokrasi Seolah-olah – Kumpulan Tulisan Gus Dur Tentang Politik & Demokrasi
Judul
Demokrasi Seolah-olah – Kumpulan Tulisan Gus Dur Tentang Politik & Demokrasi
Penulis
Abdurrahman Wahid
Editor (Penyunting)
Heru Prasetia, dkk
Penerbit
Yayasan Bani Kyai Haji Abdurrahman Wahid, Jakarta, Desember 2023 (cetakan ke-1)
Kategori
, ,
Arsip Tahun

Sinopsis

Jika pembaca ingin menelusuri pemikiran Gus Dur tentang politik dan demokrasi, buku ini adalah jawaban yang tepat. Kompilasi artikel dalam buku ini ditulis dari tahun 1992 hingga 2004, pada situasi yang berbeda-beda. Ada juga yang berbentuk transkrip pidato setelah Gus Dur mengucapkan sumpah jabatan presiden.

 

Dalam pidatonya itu Gus Dur mengatakan bahwa tugas membangun demokrasi tidaklah ringan, tugas yang maha berat. Namun jika hal itu terwujud, maka sendi-sendi kehidupan yang demokratis akan baik di masa mendatang. Diantaranya tentang kepastian hukum, persamaan hak bagi semua warga, dan kebebasan berpendapat.

 

Tim penyusun mensintesa gagasan Gus Dur menjadi empat bab. Pertama, Perjuangan Demokrasi Kita. Kedua, Dinamika Demokratisasi. Ketiga, Agama dan Demokrasi. Keempat, Berkaca pada Demokrasi Negara Lain. Total ada 32 tulisan termasuk pengantar penulis. Buku ini menjadi semacam etalase bagi siapapun yang ingin mendalami gagasan, manuver, dan perjuangan Gus Dur dalam menegakkan demokrasi sebelum dan pasca Reformasi.

 

Judul buku mengambil inspirasi dari tulisan Gus Dur: Sekali Lagi Tentang Forum  Demokrasi. Poin pada tulisan tersebut ialah menegaskan bahwa perjuangan Gus Dur sebagai seorang aktivis (Ketua Forum Demokrasi) maupun Ketua PBNU, adalah untuk menjunjung demokrasi dan melanjutkan amanah konsitusi, yakni berprinsip pada kebebasan dan keadilan bagi segenap bangsa.

 

Era sebelum Reformasi, Gus Dur dihadapkan pada kekuatan Orde Baru, penguasa yang otoriter. Masyarakat dipaksa bermain dalam sistem yang “seolah-olah normal”. Seolah-olah hukum tegak, seolah-olah ada kebebasan, seolah-olah penguasa tunduk pada konstitusi, yang menjamin warga dari kesewenang-wenangan kekuatan negara. Namun kondisi yang terjadi justru sebaliknya. Keberadaan institusi negara, seperti DPR, MPR, dan lembaga penegakan hukum belum berfungsi secara demokratis.

 

Dalam suasana seperti itu Gus Dur banyak melakukan kritik terhadap pemerintahan Orde Baru, diantaranya dengan membentuk Forum Demokrasi. Keberadaan forum ini sebagai ruang untuk menciptakan masyarakat yang demokratis, bertukar ide, adu gagasan, sekaligus membangun gerakan (konsolidasi masyarakat sipil).

 

Banyak penafsiran tentang demokrasi. Setiap pemimpin mempunyai terjemahan masing-masing. Mengutip pendapat Sir Winston Spencer Churchill (Mantan Perdana Menteri Inggris), Gus Dur sendiri menyadari bahwa demokrasi merupakan sistem politik yang lemah, tapi paling baik dibandingkan sistem-sistem politik yang lain. Inti dari demokrasi, kata kuncinya adalah memperlakukan hak yang sama bagi seluruh warga negara dan hukum dapat ditegakkan sesuai dengan UUD dan konstitusi.

 

Jika pemerintah melakukan itu dan menjamin kebebasan warga yang bersuara (termasuk kemerdekaan pres), maka demokrasi di negara ini akan berjalan dengan baik. Proses menuju kemaslahatan yang sangat besar bagi segenap warga bangsa akan terwujud. Itulah semangat Gus Dur dalam tulisan-tulisannya.

 

Memang, dalam demokrasi memungkinkan terpilih pemimpin yang tidak diharapkan (koruptif dan berlaku sewenang-wenang), kebijakannya tidak mampu mewakili kemaslahatan rakyat atau hanya mengakomodir segelintir kelompoknya. Namun inilah bagian dari dinamika demokrasi. Hasil pemilu tidak akan bisa memuaskan pada siapapun, nanti masyarakat akan belajar dengan sendirinya.

 

Tulisan-tulisan di dalam buku ini akan selalu relevan sampai kapanpun karena menyangkut kehidupan berbangsa, terutama membincang politik dan kekuasaan yang tidak pernah usang dibicarakan dalam agenda lima tahunan.