Tidak Perlu Diatur Pemerintah

Sumber Foto: https://www.kompasiana.com/kartikawulansari11/58dc42255f23bd185e9770a4/mari-bersama-meningkatkan-toleransi

Oleh: K.H. Abdurrahman Wahid

Ibadah merupakan hak bagi setiap pemeluk agama untuk menjalankannya, tidak perlu dibuat suatu peraturan khusus. Setiap agama sudah punya aturan mengenai kewajiban menjalankan ibadah.

Di Indonesia penerapan hukum dan pelaksanaan ibadah masing-masing umat perorangan sudah sangat baik. Toleransi beragama juga terlihat cukup baik. Rumah makan yang buka pada bulan Ramadan hampir semuanya diberi tutup atau pembatas. Itu semua merupakan perwujudan dari toleransi beribadah. Maka tidak mungkin diterapkan suatu peraturan tentang ibadah suatu agama. Indonesia bukan negara Islam, di samping Islam masih ada agama lain. Tidak mungkin hukum Islam diterapkan dalam hukum negara apalagi hukum ibadah.

Seharusnya negara jangan sampai terlalu jauh mencampuri urusan warga negaranya dalam menjalankan ibadah. Meskipun itu berisi perintah yang jelas dalam menjalankan ibadah, aturan itu tidak akan berdaya guna.

Di Kairo, hampir 97% penduduknya beragama Islam. Tapi, masalah ibadah di negara itu tidak diatur dalam suatu aturan pemerintah. Pada kenyataannya warga negara tidak merasa saling terganggu dalam hal beribadah. Pada saat bulan Ramadan, rumah makan dan tempat-tempat hiburan masih tetap buka, toh pemeluk agama Islam di sana tetap khusu’ menjalankan ibadah puasa.

Untuk itu, khususnya ibadah puasa kita serahkan saja pada kesadaran masyarakat sendiri untuk menjalankan ibadahnya, tidak usah diatur-atur. Dengan peraturan pemerintah, pemeluk agama akan merasa sangat terpaksa menjalankan ibadah. Kalaupun ada “gangguan” itu dianggap saja sebagai ujian yang justru akan menambah kekhusukan puasa.

Pemerintah tidak punya hak untuk membatasi/mencegah bukanya rumah makan atau tempat hiburan. Pemerintah hanya boleh meminta dengan kesadaran bagi pengusaha rumah makan dan tempat hiburan agar menghormati sesama pemeluk agama dalam menjalankan ibadahnya.