Judul |
---|
Santri Tanpa Shalat |
Penulis |
Abdurrahman Wahid |
Editor (Penyunting) |
Hairus Salim HS |
Penerbit |
Penerbit Gading, Yogyakarta, Januari 2024 (cetakan ke-1) |
Kategori |
1A Kumpulan Tulisan, Judul Buku, Karya Tulis Gus Dur |
Arsip Tahun |
2024 |
Judul Tulisan
DAFTAR ISI
- Antara Westernisasi dan Bid’ah-phobia
- Bagimu Agamamu, Bagiku Agamaku
- Becocok Tanam di Surga
- Bobot Sangkaan
- Citra Kiai
- Islam dan Dua Risalahnya
- Islam dan Teori Sosial
- Janji Surga
- Kawin dengan Dua Wajah
- Kematian Seorang Pangeran
- Ketidakrelaan Orang Yahudi dan Kristen
- Kiai: Makelar atau Pemula
- Konsep
- Logika Kiai Fatah
- Malaikat, Bolehkah Divisualisasikan?
- Maulid Nabi: Memerangi Orang Kristen
- Nasional, Tetapi Khas
- Orang Masyumi Bertasawuf
- Peci Tidak Perlu Dicuci
- Pelacur dan Anjing, Kiai dan Burung
- Rukun Iman, Rukun Islam dan Rukun Tetangga
- Salah Paham Terhadap Sebuah Faham
- Santri Tanpa Shalat
- Surga Ada di Dunia Ini
- Syukur Tidak Bisa Memanjat Sendiri
- Teologi Pembangunan, Membangun Teologi
- Topi Koboi di Madinah Al-Munawwarah
- Tuhan dan BajuNya
- Tuhannya Cak Nur dan Naguib Alatas
- Yang Halal, Yang Subhat
- Yang Muda Yang Bercinta
Lampiran
Sinopsis
Buku ini merupakan kumpulan esai Gus Dur yang pernah dimuat di Koran Pelita, dari tahun 1988-1989. Koran Pelita pertama kali terbit pada 1 April 1974, dan edisi terakhir pada tahun 2019. 45 tahun koran ini mengudara ke publik.
Walaupun di bawah bayang-bayang rezim Orde Baru, koran ini memberi panggung kepada para cendekiawan, aktivis, termasuk Gus Dur. Tulisan-tulisan kritis Gus Dur bertema demokrasi, keadilan sosial, kemanusiaan, dan keindonesiaan tertuang dalam buku ini, total ada 32 esai.
Sebelumnya, esai-esai Gus Dur tersebut pernah diterbitkan kembali pada buku Dalam Pelita Hati (1989), terbit bersama esai-esai Nurcholish Madjid dan Abdul Gofur. Menurut penyunting, diterbitkannya buku ini, selain ada kekeliruan secara substansial (pada buku Dalam Pelita Hati), alasan mendasar lainnya adalah apa yang dikemukakan Gus Dur 30an tahun silam itu masih relevan dengan konteks hari ini walaupun beberapa kasus dan contoh yang disampaikan sudah kadaluwarsa.
Beberapa esai yang lain juga dimuat ulang pada buku Pergulatan Negara, Agama, dan Kebudayaan (2001), dan Tuhan Akrab dengan Mereka (2024). Penyunting juga menambahkan dua artikel lainnya dalam lampiran-lampiran—yang dinilai masih relevan dengan kondisi sekarang.
Yakni tulisan “Menetapkan Pangkalan-pangkalan Pendaratan Menuju Indonesia yang Kita Cita-citakan”. Tulisan Gus Dur ini terbit pertama kali di Bulletin Optimis tahun 1980, kemudian dimuat ulang pada buku Dialog: Indonesia Kini dan Esok, diterbitkan oleh Lembaga Penunjang Pembangunan Nasional (LAPPENAS), bersama 11 tulisan lainnya hasil wawancara dengan sejumlah politisi, cendekiawan dan teknokrat, yang membincang permasalahan Indonesia.
Tambahan tulisan lainnya adalah “Pancasila Sebagai Ideologi dalam Kaitannya dengan Kehidupan Beragama dan Berkepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa”, yang dimuat dalam buku bunga rampai Pancasila sebagai Ideologi, bersama dengan tulisan dari para cendekiawan, akademisi, dan birokrat.
Buku ini menjadi semacam jembatan untuk kembali menelaah pemikiran-pemikiran Gus Dur pada era 80an, apalagi Koran Pelita dan buku-buku jadul lainnya saat ini susah diakses. Tidak hanya sekadar menerbitkan ulang tulisan Gus Dur. Penyunting juga memberikan beberapa catatan, melengkapi peristiwa yang disebutkan oleh Gus Dur dan menambahkan hal-hal penting yang butuh penjelasan, seperti tahun kelahiran-wafat, salah cetak, typo, dan beberapa hal yang dinilai cukup fatal.
Judul buku ini menarik, mengambil pengalaman spiritual Gus Dur saat bertemu dengan sosok Mbah X, seorang yang dulunya merupakan santri yang di kemudian hari tidak mengerjakan salat, karena mendapatkan mimpi (wangsit) dari penghuni makam (petilasan) Majapahit. Walaupun demikian, dalam kehidupan Mbah X, beliau menunjukkan rasa penuh kasih, kejujuran, dan semangat kebersamaan, srawung dengan masyarakat sekitar, seperti ikut terlibat dalam pembangunan langar (tempat ibadah), maupun aktif dalam kegiatan keagamaan seperti Maulid Nabi.
Tulisan Gus Dur ini sangat singkat, padat, sederhana—begitu juga tulisan-tulisan lainnya dalam buku ini. Berisi perenungan, reflektif, menyangkut masalah aktual, dan perspektif unik dari Gus Dur. Pembaca diajak kembali merenungkan beberapa peristiwa, dan Gus Dur, sebagaimana gaya khasnya, mengajak kita berpikir dengan pertanyaan-pertanyaan provokatifnya.
Dalam tulisan Santri Tanpa Shalat, Gus Dur ingin menyampaikan bahwa kehidupan beragama tidak cuma diukur dari sisi ritual formal (lahiriah) saja, tetapi juga nilai-nilai yang memberi dampak baik kepada masyarakat. Gus Dur berpesan, bahwa penting untuk membuka ruang dialog antara agama dan penghayat kepercayaan.