Kembali ke Buku

Islamku Islam Anda Islam Kita

Islamku Islam Anda Islam Kita
Judul
Islamku Islam Anda Islam Kita
Penerbitan
The WAHID Institute, Jakarta, Agustus 2006
Penulis
Abdurrahman Wahid
Kategori
, ,
Arsip Tahun

Judul Tulisan

BAB I ISLAM DALAM DISKURSUS IDEOLOGI, KULTURAL DAN GERAKAN

BAB II ISLAM, NEGARA DAN KEPEMIMPINAN UMAT

BAB III ISLAM, KEADILAN DAN HAK ASASI MANUSIA

BAB IV ISLAM DAN EKONOMI KERAKYATAN

BAB V ISLAM, PENDIDIKAN DAN MASALAH SOSIAL BUDAYA

  • Pendidikan Islam Harus Beragam
  • Bersabar dan Memberi Maaf
  • Berkuasa dan Harus Memimpin
  • Tata Krama dan ‘Ummatan Wahidatan
  • Agama Di TV dan Dalam Kehidupan
  • Arabisasi, Samakah dengan Islami?
  • Penyesuaian Ataukah Pembaharuan Terbatas?
  • Pentingnya Sebuah Arti
  • Sistem Budaya Daerah Kita dan Modernisasi
  • “Tombo Ati” Berbentuk Jazz
  • Dicari: Keunggulan Budaya
  • Keraton dan Perjalanan Budayanya
  • Akan Jadi Apakah Para Raja?
  • Islam dan Marshall McLuhan di Surabaya
  • Diperlukan Spiritualitas Baru
  • Doktrin dan Tembang

BAB VI ISLAM TENTANG KEKERASAN DAN TERORISME

  • Terorisme Harus Dilawan
  • Terorisme di Negeri Kita
  • Bersumber dari Pendangkalan
  • NU dan Terorisme Berkedok Islam
  • Bom di Bali dan Islam
  • Benarkah Mereka Terlibat Terorisme?
  • Benarkah Ba’asyir Teroris?
  • Sikap yang Benar dalam Kasus Bali
  • Kepala Sama Berbulu Pendapat Lain-Lain
  • Tak Cukup dengan Penamaan
  • Memandang Masalah dengan Jernih
  • Kekurangan Informasi
  • Gandhi, Islam dan Kekerasan
  • Berbeda Tetapi Tidak Bertentangan

BAB VII ISLAM, PERDAMAIAN DAN MASALAH INTERNASIONAL

  • Kita dan Perdamaian
  • Perdamian Belum Terwujud Di Timur Tengah
  • Dicari Perdamaian Perang Yang Didapat
  • Kita dan Pemboman Atas Irak
  • Saddam Hussein dan Kita
  • Adakah Perdamaian Di Irak?
  • Dapatkah Kita Hindarkan Perang Dunia Ke Tiga?
  • Haruskah Ada Kesepakatan?
  • Pertentangan Bukanlah Permusuhan
  • Indonesia-Muangthai: Sebuah Kemungkinan Memper luas Kerjasama
  • Pembentukan Sebuah Forum Di Bangkok

Sinopsis

Gus Dur menyimpulkan bahwa Islam yang dipikirkan dan dialaminya adalah Islam yang istimewa, yang diistilahkan dengan “Islamku Namun Gus Dur menyatakan, “Islamku” atau “Islam Gus Dur” hendaknya dilihat sebagai rangkaian pengalaman pribadi yang perlu diketahui orang lain, namun tidak bisa dipaksakan kepada orang lain.

Sementara yang dimaksud dengan “Islam Anda, lebih merupakan apresiasi dan refleksi Gus Dur terhadap tradisionalisme atau ritual keagamaan yang hidup dalam masyarakat. Dalam konteks ini, Gus Dur memberikan apresiasi terhadap kepercayaan dan tradisi keagamaan sebagai “kebenaran” yang dianut oleh komunitas masyarakat tertentu yang harus dihargai…

…Adapun perumusan tentang “Islam Kita” lebih merupakan derivasi dari keprihatinan seseorang terhadap masa depan Islam yang didasarkan pada kepentingan bersama kaum Muslimin. Visi tentang “Islam Kita” menyangkut konsep integratif yang mencakup “Islamku” dan “Islam Anda” dan menyangkut nasib kaum Muslimin seluruhnya.

Tetapi persoalan mendasar dalam konteks “Islam Kita” itu terletak pada adanya kecenderungan sementara kelompok orang untuk memaksakan konsep “Islam Kita” menurut tafsiran mereka sendiri. Monopoli tafsir kebenaran Islam seperti ini, menurut Gus Dur bertentangan dengan semangat demokrasi.

 

“Pembelaan” itulah kata kunci dalam kumpulan esai-esai tu- lisan Abdurrahman Wahid kali ini. Bisa dikatakan, esai-esai ini berangkat dari perspektif korban, dalam hampir semua kasus yang dibahas. Wahid tidak pandang bulu, tidak membedakan agama, keyakinan, etnis, warna kulit, posisi sosial apapun untuk melakukannya. Bahkan, Wahid tidak ragu untuk mengorbankan image sendiri-sesuatu yang seringkali menjadi barang mahal bagi mereka yang merasa sebagai politisi terkemuka, untuk membela korban yang perlu dibela.

Maka orang sering terkecoh bahwa seolah Wahid sedang. mencari muka ketika harus mengorbankan dirinya sendiri. Munculnya tuduhan sebagai ketua ketoprak, klenik, neo-PKI, dibaptis masuk Kristen, kafir, murtad, agen zionis Yahudi dan sebagainya, tidak menjadi beban bagi dirinya ketika harus membela korban.

Dalam esai-esainya ini, Wahid melakukan pembelaan mulai dari Inul Daratista yang dikeroyok oleh para seniman terke- muka di Jakarta dengan alasan agama, Ulil Abshar Abdalla aktivis Islam Liberal yang divonis hukuman mati juga dengan alasan agama Islam oleh para ulama terkemuka, sampai ancaman untuk menutup pesantren Al-Mukmin di Ngruki, Solo oleh polisi, meskipun ia tetap mengkritik pandangan Abu Bakar Ba’asyir dan pengikutnya.