Judul |
---|
Islamku Islam Anda Islam Kita – Agama Masyarakat Negara Demokrasi |
Penulis |
Abdurrahman Wahid |
Editor (Penyunting) |
Ahmad Suaedi, Rumadi, Gamal Ferdhi, Agus Maftuh Abegebriel |
Penerbit |
The WAHID Institute Jakarta, Agustus 2006 (cetakan ke-1) |
Kategori |
1A Kumpulan Tulisan GD, Judul Buku, Karya Tulis Gus Dur |
Arsip Tahun |
2006 |
Judul Tulisan
BAB I
ISLAM DALAM DISKURSUS IDEOLOGI, KULTURAL DAN GERAKAN
- Adakah Sistem Islami?
- Islam: Pengertian Sebuah Penafsiran
- Islam: Pokok dan Rincian
- Islam dan Deskripsinya
- Islam dan Formalisme Ajarannya
- Islam: Pribadi dan Masyarakat
- Islam: Sebuah Ajaran Kemasyarakatan
- Islam: Agama Populer ataukah Elitis?
- Islam: Apakah Bentuk Perlawanannya?
- Islam: Ideologis ataukah Kultural? (1)
- Islam: Ideologis ataukah Kultural? (2)
- Islam: Ideologis ataukah Kultural? (3)
- Islam: Ideologis ataukah Kultural? (4)
- Islam: Ideologis ataukah Kultural? (5)
- Islam: Gerakan ataukah Kultur?
- Islamku, Islam Anda, Islam Kita
- Kaum Muslimin dan Cita-Cita
- Islam dan Orientasi Bangsa
BAB II
ISLAM, NEGARA DAN KEPEMIMPINAN UMAT
- Negara Islam, Adakah Konsepnya?
- Islam dan Perjuangan Negara Islam
- Negara Berideologi Satu Bukan Dua
- Islam, Negara dan Rasa Keadilan
- Negara dan Kepemimpinan dalam Islam
- NU dan Negara Islam (1)
- NU dan Negara Islam (2)
- Islam: Perjuangan Etis ataukah Ideologis?
- Yang Terbaik Ada di Tengah
BAB III
ISLAM, KEADILAN DAN HAK ASASI MANUSIA
- Islam dan Hak Asasi Manusia
- Penafsiran Kembali Kebenaran Relatif
- Islam dan Kepemimpinan Wanita
- Islam dan Dialog Antar Agama
- Umat Buddha dan Kesadaran Berbangsa
- Islam dan Idiosinkrasi Penguasa
- Ulil dengan Liberalismenya
- Aceh, Kekerasan dan Rasa Kebangsaan
- Ras dan Diskriminasi di Negara Ini
- Keadilan dan Rekonsiliasi
BAB IV
ISLAM DAN EKONOMI KERAKYATAN
- Islam dan Orientasi Ekonomi
- Islam, Moralitas dan Ekonomi
- Islam dan Keadilan Sosial
- Islam dan Masalah Kecukupan
- Islam dan Kesejahteraan Rakyat
- Islam: antara Birokrasi dan Pasar Bebas
- Islam dan Teori Pembangunan Nasional
- Islam dan Globalisasi Ekonomi
- Syari’atisasi dan Bank Syari’ah
- Ekonomi Rakyat ataukah Ekonomi Islam?
- Apakah itu Ekonomi Rakyat?
- Ekonomi Ditata dari Orientasinya
- Benarkah Harus ada Konsepnya?
- Kemiskinan, Kaum Muslimin dan Parpol
- Menyelesaikan Krisis Mengubah Keadaan
BAB V
ISLAM, PENDIDIKAN DAN MASALAH SOSIAL BUDAYA
- Pendidikan Islam Harus Beragam
- Bersabar dan Memberi Maaf
- Berkuasa dan Harus Memimpin
- Tata Krama dan ‘Ummatan Wahidatan
- Agama di TV dan dalam Kehidupan
- Arabisasi, Samakah dengan Islamisasi?
- Penyesuaian ataukah Pembaharuan Terbatas?
- Pentingnya Sebuah Arti
- Sistem Budaya Daerah Kita dan Modernisasi
- “Tombo Ati” Berbentuk Jazz
- Dicari: Keunggulan Budaya
- Keraton dan Perjalanan Budayanya
- Akan Jadi Apakah Para Raja?
- Islam dan Marshall McLuhan di Surabaya
- Diperlukan Spiritualitas Baru
- Doktrin dan Tembang
BAB VI
ISLAM TENTANG KEKERASAN DAN TERORISME
- Terorisme Harus Dilawan
- Terorisme di Negeri Kita
- Bersumber dari Pendangkalan
- NU dan Terorisme Berkedok Islam
- Bom di Bali dan Islam
- Benarkah Mereka Terlibat Terorisme?
- Benarkah Ba’asyir Teroris?
- Sikap yang Benar dalam Kasus Bali
- Kepala Sama Berbulu Pendapat Lain-Lain
- Tak Cukup dengan Penamaan
- Memandang Masalah dengan Jernih
- Kekurangan Informasi
- Gandhi, Islam dan Kekerasan
- Berbeda Tetapi Tidak Bertentangan
BAB VII
ISLAM, PERDAMAIAN DAN MASALAH INTERNASIONAL
- Kita dan Perdamaian
- Perdamian Belum Terwujud di Timur Tengah
- Dicari Perdamaian, Perang yang Didapat
- Kita dan Pemboman Atas Irak
- Saddam Hussein dan Kita
- Adakah Perdamaian di Irak?
- Dapatkah Kita Hindarkan Perang Dunia Ketiga?
- Haruskah Ada Kesepakatan?
- Pertentangan Bukanlah Permusuhan
- Indonesia-Muangthai: Sebuah Kemungkinan Memperluas Kerjasama
- Pembentukan Sebuah Forum di Bangkok
Sinopsis
Esai-esai Gus Dur dalam buku ini tentang hal ihwal keprihatinannya terhadap masa depan Islam. Pembaca akan disadarkan kembali tentang kondisi keberislaman kita hari ini: terutama menyangkut kondisi sosial masyarakat kita. Pertanyaan yang muncul pasca tulisan ini terbit–yang sudah beberapa puluh tahun yang lalu, kira-kira sudah ngapain aja muslim di Indonesia?
Gus Dur menuliskannya tahun 2000 an, ketika beliau tidak menjabat lagi sebagai kepala negara. Namun dari buku 400 an halaman ini akan selalu relevan dalam situasi apapun. Kenapa? karena yang dibahas adalah umat Islam, di Indonesia penganutnya sebagai mayoritas. Problem kebangsaan dan keislaman pasti terjadi.
Tulisan yang tersebar di beberapa media lokal-nasional, bahkan beberapa statusnya ada yang tidak terlacak (bisa dilihat pada lampiran buku), tidak seperti esai yang ditulis pada tahun 70-80an. Yang relatif panjang dan mendalam. Esai-esai di sini cenderung pendek.
Judul buku dipilih dari salah satu tulisan Gus Dur: Islamku Islam Anda, Islam Kita. Islamku sebagai islam yang subyektif. Pemahaman ‘saya’ tentang islam (tentu ada perbedaan dengan muslim yang lain), Islam saya tidak boleh memaksakan atas apa yang saya pahami itu. Begitu juga orang lain (Islam Anda) tidak boleh memaksakan pendapatnya kepada saya. Dari Islamku dan Islam Anda, kita diajarkan untuk saling menghormati pandangan yang berbeda-beda. Hal tersebut menjadi unik, yang dikemudian hari melahirkan berbagai macam tradisi keagamaan.
Lalu, bagaimana dengan Islam kita? nah Gus Dur tampak kesulitan dalam merumuskan Islam Kita ini. Karena masing-masing umat Islam memiliki kerangkanya, antara Islamku dan Islam Anda. Namun dari ketidaksamaan antara berbagai pandangan itu ada isu bersama yang perlu dituntaskan. Karena apa yang dibicarakan oleh Islam Kita adalah tentang nasib umat Islam ke depan.
Dari Islam Kita, Gus Dur memberikan garis tebal atas penolakan ide suatu gerakan yang ingin memaksakan islam menjadi ideologi negara. Menurut Gus Dur hal itu dapat memicu mafsadat yang lebih besar, yakni memberangus kebebasan individu. Sangat jauh dari ajaran Islam itu sendiri.
Kalau diperas dari beberapa bab (ada tujuh bab) dari buku ini, kita akan mampu menangkap semangat dari pemikiran-pemikiran Gus Dur. Tentang kebebasan berpendapat dan berekspresi, kemanusiaan, keadilan, dan kearifan lokal. Puluhan esainya itu berbicara bagaimana agar Islam dapat diterima dengan baik, mampu menyelesaikan persoalan kebangsaan dalam arti memberi manfaat, dan merahmati semua golongan.
Menurut Syafi’i Anwar, dalam pengantarnya, Gus Dur dikategorikan sebagai seorang dengan pemikiran substansif-inklusif, lawan dari legal-eksklusif. Hal itu bisa dibaca bahwa Gus Dur tidak ingin islam menjadi ideologi negara. Gus Dur ingin Islam bisa diterima sebagai agama secara sukarela, tanpa paksaan. Syariat tidak terikat dengan aturan negara, biarkan ia menjadi jalan yang dinamis untuk membangun manusia yang bermoral.
Islam yang dikedepankan oleh Gus Dur adalah yang bisa membawa keadilan, persamaan hukum bagi semua, dan menjunjung kemanusiaan. Pembelaannya kepada beberapa tokoh, seperti Inul, Ulil Abshar Abdalla, Arswendo, bahkan sampai Abu Bakar Ba’asyir, adalah dari apa yang dipahaminya dalam ajaran-ajaran Islam: menjadi rahmat. Perbedaan pendapat tentu wajar terjadi.
Semangat merahmati lainnya ia tunjukkan dalam tulisan Islam, Moralitas, dan Ekonomi. Soal ekonomi, Gus Dur menentang sistem kapitalistik, yang hanya menguntungkan pemilik modal. Dalam Islam kesejahteraan rakyat secara keseluruhan adalah paling utama.
Gus Dur juga mengkritik gerakan ekstremis, gerakan ini muncul karena perasaan ketertinggalan dunia islam dengan budaya barat. Barat vis a vis Timur. Akhirnya muncul fenomena yang serba kearab-araban. Upaya arabisasi menggema dalam setiap nafas kehidupan. Kalau belum arab tidak keren, kurang pede.
Akhirnya Gus Dur menawarkan pribumisasi Islam. Tujuannya supaya kearifan-kearifan lokal (budaya lokal) dijaga dengan baik, tidak semua harus serba arab. Karena arab belum tentu Islam dan Islam tidak selalu identik dengan arab. Prinsipnya tetap berpijak pada nilai-nilai keadilan, tanpa meninggalkan norma-norma islam itu sendiri.
Soal perdamaian internasional, Gus Dur mengkritik apa yang dilakukan oleh Amerika dalam invasinya ke Irak, yang justru melahirkan banyak peperangan dan kekerasan yang tak berkesudahan. Perang tidak akan menyelesaikan masalah. Gus Dur mendorong supaya terjadi perdamaian dunia.
Tulisan dalam buku ini mengajak kita berfikir (rethingking) atas hal yang dirasa baik-baik saja dalam kehidupan di masyarakat. Pembaca akan banyak menemukan pertanyaan-pertanyaan menggelitik tentang keberislaman yang tentu jawabannya dikembalikan ke pembaca sendiri. Itulah uniknya Gus Dur dalam tiap tulisannya.