Komedi Sebagai Aturan

Sumber Foto: https://hardrockfm.com/tiga-dara-film-legendaris-yang-mengundang-tawa/

Oleh: K.H. Abdurrahman Wahid

Kalau kita tonton film-film komedi kita, terasa kesan adanya sikap umum tidak memperhatikan aturan pembuatan film yang baik. Kecuali beberapa komedi yang matang (Tiga Dara, Tamu Agung dan Kejarlah Daku Kau Kutangkap), film-film komedi kita umumnya dibuat untuk memenuhi apa yang dianggap sebagai kesenangan penonton. Sebagaimana semua penonton di dunia, para penonton kita juga senang dengan slapstick, seperti saling berlemparan kue dan barang-barang lain yang membuat muka menjadi cemot. Dengan kata lain, kekonyolan adalah kesukaan universal manusia yang normal. Normal dalam arti masih bisa merasakan humor.

Tetapi kekonyolan tidak pernah bisa berdiri sendiri. la adalah bagian dari situasi yang memang pada dasarnya sudah lucu. Karenanya, kekonyolan tidak bisa dilepaskan dari unsur-unsur yang membentuk kelucuan. Salah satu unsur utama kelucuan adalah relevansinya dengan beberapa aspek kehidupan manusia. Kekonyolan Chaplin adalah kekonyolan anak manusia yang wawasan hidup perorangannya dilanda oleh mekanisasi kehidupan akibat industrialisasi, atau kekonyolan hipokritas kolektif dari masyarakat, seperti dapat dilihat dari The Great Machine dan The Dictator.

Karenanya, kekonyolan tidak banyak berbicara kepada penonton, kalau hanya sekadar berupa kekonyolan semata-mata. Muka yang diusahakan menampangkan distorsi fisis tidak akan mendorong tawa penonton, bahkan mungkin menerbitkan belas kasihan saja. Konyalnya papan nama CV SABAR KASIHAN TUHAN dalam film Bulan di Atas Kuburan mendorong tawa kita bukan karena sekadar ia konyol saja, tetapi karena ia memiliki gugatan ironisnya terhadap keadaan manusia: orang miskin yang harus memproyeksikan kehidupan orang kaya bagi dirinya.

Kalau hal-hal di atas dimengerti, dengan sendirinya menjadi jelas bahwa film komedi terutama adalah garapan sutradaranya, bukan lahan dominasi para pemainnya. Pemain komedi kelas satu, seperti Chaplin dan Danny Kaye, adalah sineas yang kreatif, yang bisa melihat karya-karya yang mereka rancang sebagai keutuhan, bukannya sekadar potongan-potongan lelucon belaka Karenanya, seberapa jauh slapstick mereka masukkan ke dalam film-film mereka, tetap tidak mengganggu keseluruhan film. Setiap lelucon yang dimasukkan harus menjadi bagian dari cerita dan medukung kelancaran cerita, bukannya justru memotang-motongnya menjadi sekian bagian yang tidak bersambung satu sama lain.

Aktor film komedi yang mengabaikan hal ini tidak akan pernah mampu meningkatkan permainan mereka. Abbott dan Costello tilak dapat menyajikan lebih dari sekadar kejar-kejaran, pukul-pukulan, terpeleset jatuh dan hal-hal fisis lain.  Hiburan dalam pengertian dangkal seperti ini memang menyenangkan para penonton yang tidak mencari makna lebih jauh dari situasi yang menghasilkan kekonyolan.

Orang bisa saja mempertentangkan antara humor berselera baik di satu pihak dan tahap ‘kebutuhan’ penonton yang masih di situ-situ juga. Dari persepsi ini lalu wajar saja diambil sikap tidak mempedulikan soal selera, karena ‘untuk apa bikin film dengan humor halus, tetapi tidak ada yang menonton’. Dalam hal ini terjadi kasus ‘salah pandang’. Tidak benar bahwa semua film komedi bermutu baik lalu tidak disenangi penonton. Contoh film Tiga Dara dan Kejarlah Daku Kau Kutangkap dapat dikemukakan dalam hal ini.

Seperti semua film, usia yang dapat dijangkau oleh aktualitas juga merupakan penentu bagi film komedi. Film komedi yang hanya mementingkan kekonyolan hanya akan memiliki umur beberapa tahun saja sebagai tontonan yang digemari orang. Sebaliknya, film komedi yang mampu menggabungkan kelucuan dengan tema-tema yang menyentuh, akan ditonton dalam jangka waktu lebih lama, seperti terbukti dari film-film komedi klasik yang masih dicari orang setelah setengah abad ia dibuat. Memang sulit memperhitungkan modal yang ditanam jika harus dipergunakan proyeksi keuangan sekian panjang masanya itu, dan kebanyakan penanam modal lebih mementingkan hasil cepat (quick yield). Tetapi kenyataan ini tidak berarti semua pembuat film komedi lalu mengabaikan faktor hasil dalam jangka panjang itu, apalagi kalau dikombinasikan dengan kemampuan menarik perhatian penonton dalam waktu dekat juga. Dalam hal daya tarik jangka pendek dan keawetan perhatian khalayak dapat digabungkan, sudah selayaknya jika para pembuat film komedi kita mau melayangkan pandangan mereka kehorison lebih jauh lagi.

Bagaimanapun juga, masa depan para pembuat film ditentukan oleh kemampuan antisipasi perubahan selera penonton, bukan hanya sekadar melayani kemampuan melayani kecenderungan jangka pendek, apalagi yang bersifat pelarian dari kenyataan hidup (eskapisme).