Membaca Sejarah Lama (20)

Sumber Foto: https://www.wickedlocal.com/story/bulletin-tab/2019/10/10/ten-things-to-discover-about/2570775007/

Oleh: K.H. Abdurrahman Wahid

Oleh M. Yamin kita dibuat terlena akan kebesaran Majapahit, dengan deskripsinya mengenai kebesaran laut kerajaan tersebut– dari Madagaskar di Afrika Timur hingga pulau Tahiti di lautan Pasifik. Penulis sendiri terpana oleh uraian Yamin itu, apalagi ia mengungkapkannya dengan gaya berapi-api dan menggunakan ungkapan-ungkapan bahasa yang faktual. Bahkan, ada sejarawan yang mengungkapkan bahwa sang merah-putih telah berkibar di kedua lautan itu sejak 6000 tahun yang lalu.

Baru belakangan penulis mengetahui bahwa claim itu tidak menggunakan fakta sejarah yang lengkap, melainkan sebagian ditopang dengan data-data tidak historis, dan dengan demikian terjadi distorsi kesejarahan yang cukup fatal. Akibatnya, hampir keseluruhan rekonstruksi sejarah itu tidak dapat dipertahankan secara objektif, dan dengan sendirinya rekonstruksi yang dilakukan harus diulang kembali dengan ketelitian dan kemauan besar untuk mencari kebenaran.

Dalam sebuah buku “1492”, dikemukakan bahwa penemuan benua Amerika oleh Columbus, bukanlah satu-satu-nya kejadian besar yang mengubah jalannya sejarah dunia. Minimal ada empat kejadian lain yang mempunyai bobot sama. Pertama, ketika para pelaut Eropa, menembakkan senjata-senjata api ke arah pasukan sebuah kerajaan di Afrika Tengah. Penembakan senjata api yang dilakukan di daerah pantai itu, memaksa kerajaan tersebut berpindah ke pedalaman, karena ada “setan yang menggunakan lidah api”. Dengan kepindahan itu, leluasalah para pelaut Eropa berlabuh di pantai kawasan barat Afrika itu untuk mengisi air segar bagi kapal-kapal layar mereka dalam perjalanan ke tanjung harapan (cape of good hope) di Afrika Selatan. Dari sana mereka meneruskan perjalanan ke pantai Timur Afrika, pantai Barat India dan kawasan Asia Tenggara.

*****

Hal kedua yang patut diperhatikan adalah diangkatnya seorang anggota keluarga Borgia menjadi seorang Paus melalui suapan, wanita cantik, dan tekanan-tekanan lain. Dengan demikian, skisma antara gereja Katholik-Roma dan orang-orang Kristiani lainnya tidak dapat dicegah lagi. Lahirlah Protestantisme, yang juga menurut seorang sejarawan ekonomi titik bermulanya etika kapitalistik: mengejar keuntungan dan kebahagiaan dunia, sama artinya dengan mencari kebahagiaan akhirat. Skisma besar inilah yang mewarnai pertarungan negara-negara Eropa dalam memperebutkan negara jajahan pada abad ke-18, 19, dan 20 Masehi.

Peristiwa ketiga, terjadi ketika wangsa yang berkuasa di Polandia berhasil mengalahkan wangsa Muskovite di Rusia dan merebut ibu kota Moskwa. Timbul pertanyaan, haruskah bahasa Polandia dijadikan bahasa nasional di Polandia dan Rusia, dengan konskuensi bahasa Rusia harus digusur sebagai bahasa nasional. Ternyata para penguasa Polandia itu memilih untuk membiarkan bahasa Rusia sebagai bahasa nasional mereka, dan dengan demikian, bahasa Polandia dibatasi hanya berlaku bagi bangsa Polandia saja, tidak sebagai bahasa nasional orang-orang Rusia. Dalam dua generasi, bangsa Rusia berhasil mengalahkan wangsa Polandia tersebut, dan bahasa nasional Rusia-setelah itu, menjadikan negeri tersebut sebagai kekuatan yang harus diperhitungkan. Baru satu abad kemudian Uni Soviet yang menjadi kekuatan dunia dihancurkan dan timbullah beberapa negara kecil sebagai gantinya. Kalau saja tidak ada Uni Soviet, maka kebesaran Rusia pun tidak akan terwujud.

Kejadian keempat, yang menggoncangkan dunia menurut buku tersebut, adalah naiknya seorang menteri peperangan Tiongkok menjadi Wali-Raja (Regent) yang masih kecil. Ternyata ia adalah seorang pengikut agama Konghuchu yang fanatik dan ia merasa takut jika kaum China di perantauan akan kembali ke daratan Tiongkok dan membeli tanah-tanah dengan keuntungan yang mereka peroleh di tanah rantau. Kaum rantau (Hoa Kiau) China itu–pada umumnya, beragama Islam dan mereka tersebar dari Madagaskar di Afrika Timur dan Pulau Tahiti di Lautan Pasifik. Kalau mereka berhasil membeli tanah-tanah di daratan Tiongkok itu, maka Islam akan dominan di daratan China. Karena itulah, ia memerintahkan semua kapal-kapal China di rantau dipanggil pulang ke pantai China untuk dibakar dan dihancurkan dalam abad ke-17 Masehi. Sebagai akibat, para keturunan orang-orang China itu, terutama di kawasan Asia Tenggara, tidak dapat bersikap lain kecuali menjadi pribumi.

*****

Dari beberapa contoh di atas, tampak jelas bahwa proses sejarah sangatlah dipengaruhi oleh keinginan, berbagai kecenderungan dan proyeksi yang sangat mempengaruhi jalannya sejarah. Setelah terputusnya kontak antara tanah rantau dan tanah asal, memang peranan interpretasi menjadi sangat penting. Baru setelah pemerintahan kolonial Belanda mendatangkan pekerja dan pedagang kecil Tionghoa kemari, munculah perantau keturunan Tionghoa yang kita kenal selama ini–yang umumnya, beragama Budha atau Konghuchu. Makanya, kalau kita tidak mengerti akan hal ini, kita tidak mengerti sejarah. Karena itulah, penulis mencoba “menggali penafsiran-penafsiran” yang bertanggung jawab.

Rekonstruksi kesejarahan yang dihasilkan proses pemahaman seperti ini, paling tidak akan mengisi kekosongan pemahaman yang terjadi selama ini. Dengan demikian, masih diperlukan sebuah penelitihan lebih mendalam tentang masa lowong dari pemanggilan kapal-kapal laut China untuk dibakar di pantai Tiongkok dalam abad ke-17 hingga munculnya kaum rantau China di negeri ini yang beragama Budha dan Konghuchu dalam abad ke-18 Masehi.

Rasa nasionalisme kita tidak boleh menghilangkan objektifitas sejarah kita. Inilah pendekatan yang benar yang harus kita laksanakan, kalau kita memang benar-benar bersikap ilmiah. Banyak penggalian yang harus dilakukan, perekaman elektronik dan tertulis mengenai bahan-bahan sejarah yang diperlukan. Sekadar sebagai contoh, S.M Kartosuwiryo sebenarnya diperintah oleh atasannya Jenderal Besar Sudirman untuk membentuk Darul Islam (DI) di kawasan Jawa Barat, untuk mengisi kekosongan, akibat perjanjian Renville yang menentukan Republik Indonesia hanya meliputi kawasan Jawa Tengah, untuk mencegah kekosongan kawasan Jawa Barat dari kita sebagai bangsa maka dibuatlah DI. Bahwa ia kemudian berkembang menjadi sebuah pemberontakan adalah masalah lain.