Umat Islam Seyogyanya Hindari Eksklusivisme

Sumber Foto; https://news.detik.com/kolom/d-4560206/people-power-dan-sumbatan-demokrasi

Oleh: K.H. Abdurrahman Wahid

Umat Islam seyogyanya menghindari eksklusivisme dan lebih menekankan pada agenda nasional bagi kepentingan semua kelompok masyarakat, termasuk minoritas dan non-pribumi.

Hal ini pada hemat saya akan meningkatkan perlakuan yang menguntungkan dari pemerintah dan kelompok lain kepada umat Islam dalam memperjuangkan demokrasi, hak asasi, pembangunan hukum (rule of law), kebebasan berpendapat dan kebebasan berkumpul.

Berulang kali saya menyampaikan imbauan agar umat Islam tidak hanya mengejar kepentingan jangka pendek dan kepentingan Islam semata, tetapi hendaknya lebih menekankan kepada kepentingan nasional, seperti usaha memperbaiki kehidupan rakyat dalam bidang ekonomi, pendidikan, politik, dan sebagainya.

Ada alasan mengapa saya berpendapat demikian. Kalau kalangan Islam hanya menekankan kepentingan sendiri yang bersifat jangka pendek, maka hal itu akan dikhawatirkan akan sentimental (merusak) untuk jangka panjang. Di sisi lain, yang juga perlu mendapatkan perhatian di masa dekat dalam konteks kepentingan politik, kalangan Islam harus berusaha menghindari konflik politik menjadi konflik fisik. Perbedaan pendapat (dissent) yang kini terjadi di kalangan aktor negara dan masyarakat juga harus dicegah, jangan sampai menjadi konflik fisik. Bergulirnya demokratisasi di Indonesia menurut pandangan saya hendaknya tidak mendorong kalangan Islam di Indonesia untuk mewujudkan cita-cita negara Islam. Di Indonesia gerakan Islam mestinya tidak terlalu menekankan promosi kepentingan Islam dalam kerangka demokratisasi, melainkan kepentingan nasional dengan ragam agama, etris, kultur, sosio-ekonomi di dalamnya.

Kegiatan Forum Demokrasi – yang saya ikut terlibat aktif di dalamnya — juga banyak yang mempertanyakan, bahkan mencurigai. Padahal sebenarnya banyak yang belum atau tidak mau memahami bahwa Forum Demokrasi tidak terlalu menekankan aksi dan demonstrasi, melainkan berusaha membangun kultur demokrasi di masyarakat, mengupayakan persepsi dan pengertian yang sama mengenai demokrasi di Indonesia di masa depan.

Dengan berbagai kemungkinan dalam hubungannya dengan suksesi di tahun depan, misalnya, Forum Demokrasi lebih memusatkan kepada pembahasan mengenai demokrasi macam apa yang harus kita bangun, bagaimana konsep sebaiknya, ke mana negara dan masyarakat harus melangkah ke depan, seraya mengembangkan pengertian tentang demokrasi di masyarakat.

Yang terpenting dalam kegiatan Forum Demokrasi adalah bagaimana menginformasikan kepada masyarakat tentang pemahaman tentang demokrasi, kompleksitas pembangunan yang sedang dan akan berlangsung, dan sebagainya.

Tentang Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) saya perkirakan akan terus berkembang, demikian pula kekuatan media massa dalam percaturan ekonomi-politik nasional. Dengan demikian secara bertahap akan ada pengimbang kekuatan negara.

Memang banyak yang meremehkan kehadiran Lembaga Swadaya Masyarakat itu. Padahal kita belum lihat pentingnya lembaga-lembaga itu, kasus Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dalam kampanye Pemilian Umum 1992 lalu. Pada saat itu PDI menggunakan konsep dan isu-isu LSM untuk merebut simpati masyarakat, terutama mengenai kompleksitas pembangunan dan masalahnya di lapisan bawah. Isu dan konsep seperti pembangunan yang manusiawi, hak asasi, demokratisasi, rule of law, dan pembangunan lingkungan, yang dilontarkan para intelektual LSM, telah memberikan dampak sound effects kepada partai politik dan masyarakat. Hasilnya terlihat dari peningkatan perolehan suara dari partai nomor tiga itu secara nasional maupun di daerah-daerah tertentu. Ini bisa dibandingkan dengan miskinnya isu yang dilontarkan oleh kedua organisasi peserta pemilu lain.

Media massa, lembaga swadaya masyarakat dan kaum cendekiawan, pada hemat saya dengan jaringan internasionalnya akan berpengaruh dalam mengarahkan perubahan sosial di Indonesia. Meskipun tidak bisa berlangsung secepatnya, namun pasti.