Demi Sebuah Kata

Sumber foto: https://pondokyatim.or.id/artikel/ilmu-adalah-cahaya

Oleh: K.H. Abdurrahman Wahid

1. Ilmu Allah

Charles Torrey, orang Amerika, tahun 1980-an mengarang disertasi, yang luar biasa, sampai sekarang tahun 2003 berarti sudah 23 tahun itu masih belum ada yang bisa menandingi. Menurut Torrey:

“Al quran satu-satunya kitab suci yang menggambarkan hal-hal terdalam dari diri manusia, amal sholeh, pahala, keyakinan.”

Ya pokoknya seperti itulah. Dia menyebut semua itu dengan istilah profesional.

Dalam al quran terdapat ayat berbunyi: “Man yuqridhillah qardhan hasanan fa yudha’ifahu lahu adl’afan katsira” (…).

Apakah Allah akan melipatgandakan pengembalian kita pakai ayat itu kan tidak mungkin.

Ada lagi ayat yang berbunyi:

“…man kana yuridu harts al-akhirati nazid lahu fi hartsih“.

(Barangsiapa yang menginginkan hasil panennya di akhirat nanti, akan Aku tambahi katanya Allah di dalam panennya atau pertaniannya).

Jadi ini adalah urusan pahala. Barangsiapa ingin supaya mendapat pahala yang banyak dari Allah ya sudah berbuatlah amal kebijakan dengan niat yang tulus dan ikhlas. Allah akan mengembalikan semuanya di akhirat.

Di sini kaitannya dengan ilmiah, Ilmu Allah. Sementara banyak lain-lainnya di al quran, umpamanya peringatan “Al hakum al-takatsur“,1 (kamu itu lupa dengan tugas-tugas kamu karena ingin memperbanyak harta benda di dunia). Ini sebenarnya lawan dari kapitalistik, greediness atau keinginan, keserakahan kapitalistik yang sering diomongkan Karl Marx dan Friedrich Engels. Banyak pengertian kapitalisme, tetapi ini kapitalisme gila yang digambarkan oleh kedua orang ini, yaitu greediness atau keinginan atau tafakul yang luar biasa itu. Bahwa kapitalisme dapat saja mengalami modifikasi, tetapi dalam pelaksanaannya belum tentu.

Ada lagi dalam surat al-Ma’un (107) ayat pertama:

A ra’aita al-ladzi yukadzdzibu bi al-Din fa dzalika al-ladzi yad’ul yatim. (Kalau tidak mau mengurus anak yatim berarti termasuk golongan orang-orang yang mendustakan agama).

Ini juga ilmu Allah. Ilmu Allah juga dijelaskan dalam ayat ke-177 surat al-Baqarah (2):

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu adalah (1) beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, (2) memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang-orang yang meminta-minta; memerdekakan hamba sahaya; (3) mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan (4) orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji. (5) orang-orang sabar dalam kesepian, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”

Ini syarat dari al-Quran dan termasuk ayat yang paling saya sukai. Jadi jelas sekali ukuran bagi seorang Muslim. Lima ukuran tersebut menurut saya adalah min ilmillah, termasuk ilmu Allah didalam menetapkan sesuatu, kemudian selanjutnya bagaimana urusan kita.

Mungkin ada tambahan-tambahan syarat lain untuk hidup, umpamanya, berjasa A untuk mendapatkan A, berjasa B untuk mendapatkan B. Tetapi itu kan buatan manusia, buatan Tuhan itu ya hanya lima itu.

Jadi kita melihat bahwa terkadang memang pengertian-pengertian kita tentang ilmu, termasuk ilmunya Tuhan, sangat mempengaruhi tindakan-tindakan kita. Ada istilah Khoroq al-adat, orang yang mempunyai kemampuan lebih. Ya, memang teorinya manusia dapat menangkap ilmunya Tuhan. Setiap orang pasti ada ukurannya sendiri. Cuma tangkapan itu kalau dibiarkan begitu saja tidak dibentuk cara-caranya, maka ilmu itu akan menjadi liar. Akhirnya menjadi budaya permisif, sikap membolehkan semuanya.

Ini paling bagus guyonannya Agus Miftah. Gombal satu itu bercerita kepada saya:
“Dulu zamannya Muktamar NU di Situbondo, sekitar jam 09.00 pagi, Kyai As’ad Syamsul Arifin bilang: ‘Saya tadi malam ketemu Nabi Khaidir pada jam-jam mustajabah sekitar 02.00-03.00.’ Katanya, ketua umum NU nanti itu bukan Dur Rahman tetapi Tolhah Man.”

Nah, sekarang kita bertanya, siapa yang mengerti dia betul-betul ketemu Nabi Khaidir? Yang sangat penting bahwa tanpa ada ukuran yang jelas apa yang Anda katakan itu tidak ada artinya. Jadi, karena itu, sering orang awam – saya menganggap diri saya orang awam – sering merasa sesuatu aneh. Tetap karena saya tidak bias memasukkan dalam kerangka apa-apa, saya diam saja.

Saya ingat ketika bukunya Pak Alwi Shihab, disertasi doktor di Universitas ‘Ain Syam, Mesir, akan diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Silakan baca sendiri. Dia minta pendahuluan atau pengantar dari saya saat naik pesawat dari Kairo selama lima jam, saya sempat membaca disertasi-nya. Saya mengatakan “Ente salah besar.” Ketika dia mengatakan bahwa ulama-ulama Indonesia hanya menerina Thoriqot Sunni (aliran Sunni) sebagai ajaran yang dipakai dan tidak menerina thoriqot wihdatul wujud dan wihdatussyuhud (pan-theisme) dari Ibn’Arabi. Ini salah. Inti dari perbedaan aliran Sunni dan wihdatul wujud Ibn’Arabi adalah bahwa pada tassawuf Sunni, orang yang masuk tarekat harus melaksanakan syariat, itu terkenal dengan kata-kata, barangsiapa berhakikat tanpa bersyari’at, maka dia dikatakan zindik, agnostik, tidak betul-betul percaya kepada Allah. Alwi mengatakan, karena itulah maka Ibn’Arabi tidak dipakai, kemudian dipakai oleh orang kejawen, yaitu melaksanakan hakikat tanpa syariat. Memang Syeh Siti Jenar itu dihukum mati oleh Sunan Kudus, ditusuk perutnya dengan keris. Tetapi jangan lupa, ketika darahnya meleleh di tanah membentuk tulisan la ilaha ill Allah. Jadi, Siti Jenar pada dasarnya adalah orang tasawuf, hanya salahnya dia mau menjadikan murid orang yang tidak bersyari’at. Jadilah dia dikatakan muwahid, orang yang wihdatul wujud.

Ini juga dibantah oleh Pak Said Aqil Sirodj. Saya hanya mengatakan pendapat saya. Nah, akhirnya ajaran Syeh Siti Jenar masuk ke dalam kejawen. Contohnya, kasyf itu menjadi weruh sak durunge winarah, tahu sebelum terjadi. Lalu ada wihdatul wujud, manunggaling kawula Gusti, menyatunya Tuhan dan hambaNya. “Wihdah” artinya menyatu. Dan seterusnya.

2. Demokrasi

Ada yang bertanya kepada saya, dikatakan bahwa demokrasi itu adalah solusi. Tetapi Amerika yang selalu ngomong demokrasi justru berlindung di bawah kata demokrasi. Lalu dia mengibaratkan dunia seperti kapal induk. Ada kamar yang namanya Indonesia, Malaysia, dan lain-lain. Di kapal itu ada perebutan kekuasaan, ada konspirasi politik. Kata dia, kita tidak sadar bahwa kapal itu pada waktunya akan berlabuh. Kita saling berebut menjadi nahkoda kapal. Apakah tidak sebaliknya jika umat Islam menyadari itu.

Dia melakukan kesalahan besar, menganggap demokrasi itu kepunyaan Amerika saja. Dia menyamakan demokrasi dengan Bush. Demokrasi hanyalah satu cara. Seorang mantan perdana menteri Inggris pernah mengatakan, demokrasi bukan sistem pemerintahan yang sangat baik, banyak juga cacatnya. Demokrasi bisa memunculkan orang-orang semacam Bush. Tetapi ada juga seperti Rumsfeld, Kennedy, Carter, dan lain-lain. Karena itu, demokrasi tergantung pada siapa yang melaksanakan. Kalau dalam kapal yang dia maksudkan orang-orang geger, salah mereka sendiri. Yang terpenting, sebelum berangkat ditetapkan terlebih dahulu ke mana kapal akan berangkat. Karena itu masalah kepemimpinan menjadi sangat penting.

Ada satu buku lagi yang sangat bagus, The Making of a President dari Raimon Way, bahasa Arabnya Abdurrahman Wahid, (gerrrr…gemuruh tertawa hadirin). Buku itu mengenai pertarungan Kennedy melawan Listent dalam pemilihan presiden tahun 1960. Dua-duanya sama-sama demokratis. Saya ingin menceritakan model kepemimpinan Listent, yaitu kepemimpinan seorang kepala kemudi, zaman kapal laut masih memakai layar. Begitu badai datang dan kapal penuh dengan air, dia mengerahkan tenaga dan seluruh yang ada untuk mengeluarkan air dari kapal. Itulah kepemimpinan model nahkoda kapal. Ketika cuaca mendung dan diperkirakan terjadi badai, begitu paniknya seluruh isi kapal. Ketika badai berlalu, dia mengatakan, “angkat jangkar, mari kita berlayar.” Yang terpenting dalam hal ini adalah kepastian arah laju kapal dan yang menggerakkannya.

Di Amerika Latin, ada demokrasi oligrakis, hanya orang-orang eks Eropa dan turunannya yang bisa memimpin. Penduduk aslinya yang mayoritas malah tidak pernah menang dalam pemilu. Ya, tidak pernah dicurangi langsung tetapi aturan pemilihannya seperti itu. Toh, sekarang ada yang bisa menang yaitu Hugo Chaves Presiden Venezuela. Turunan Indian itu hanya sampai jadi kolonel tidak akan sampai jenderal, wong dia itu tidak menjadi bagian dari oligarki. Dia menjadi politisi setelah dia keluar dari tentara dan menang pemilu, lalu menjadi presiden. Tetapi kemudian dia diobok-obok, digoyang terus oleh oligarki itu yang asalnya dari Eropa, dan bodohnya George W. Bush ikut-ikutan. Sekarang Hugo Chaves menghadapi tantangan dari dalam negeri dan luar negeri. Apakah dia akan kuat bertahan? Kita lihat saja. Tetapi itulah pertama kali di Amerika Latin diwujudkannya demokrasi rakyat, betul-betul rakyat yang menentukan. Karena itu, saya sangat simpati kepada Hugo Chaves.

Sebaliknya, di Afrika, tepatnya di Nigeria, muncul seorang Jenderal Holezigon Basango. Setelah tidak menjadi jenderal, ia membuat partai politik. Nah, berbeda dari jenderal-jenderal politik yang lain termasuk jenderal Muslim Abu Hary, Basango ini Kristen dari suku Youfa tetapi dia berpikir bahwa ternyata model Barat tidak dapat diteruskan dan kenyataannya prosentasenya umat Islam itu sangat tinggi, minimal fifty-fifty. Maka tidak bisa diambil model Barat tetapi juga model yang diterima kaum Muslim. Sekarang geger lagi, hingga akhirnya bagaimana nanti. Dua-duanya itu teman saya.

Di Indonesia, coba lihat kepalsuan yang jadi sekarang ini. Amien Rais, Akbar Tandjung, Hamzah Haz, mereka tidak pernah berani ngomong tentang demokrasi, karena mereka tidak demokratis. Mereka hanya bicara tentang reformasi. Nah, apakah reformasi itu sekadar berubah? Kan tidak. Reformasi itu berubah ke arah yang lebih baik. Sekarang, apakah bangsa kita memang mengalami perubahan yang lebih baik atau lebih buruk? Rakyat kita lebih bisa menilai. Yang terjadi sekarang ini bukan reformasi, melainkan pencurian reformasi. Sehingga ketika mereka bicara tentang reformasi, diketawain sama rakyat. Dan hal itu akan kelihatan pada hasil Pemilu yang akan datang, baik itu Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden.

Kalau saya sendiri tetap ngotot menggunakan kata Demokrasi. Sebab hanya dengan hal itulah, bangsa kita bisa berubah. Karena nyatanya, baik itu Orde Lama, Orde Baru, maupun orde lainnya, sama-sama membuat kita tertinggal dari bangsa lain. Negara kita yang penuh dengan sumber daya alam, ternyata malah menjadi negara yang termiskin, sehingga mau tidak mau harus ada perubahan yang benar-benar menyeluruh dan besar-besaran dalam kehidupan negara kita.

Dalam kita memikirkan peran Islam di dunia, kita belum berbicara mengenai bagaimana pendapat Islam tentang jenis-jenis demokrasi. Yang penting, inti dari demokratisasi di Indonesia ada dua, yaitu kedaulatan hukum dan persamaan atau perlakuan yang sama di hadapan undang-undang. Tidak ada istilah takut begini-begitu. Karena Indonesia penduduk Muslimnya terbanyak, wajar jika Indonesia menjadi pusat negara Islam. Jika Anda berbicara al Quran begini dan begitu, maka alangkah bahagianya jika kemudian dilaksanakan.

3. Profesionalisme

Manusia adalah alat, sebagaimana pentungan untuk mentung orang, gayung untuk mengambil air. Ini kaitannya dengan profesionalisme. Sebagaimana hadits, “idza wussida al-amru li ghairi ahlihi fa intadhir al-sa’ah”. (Ketika suatu persoalan diserahkan pengelolaannya kepada orang yang bukan bidang/keahliannya, maka tinggal kau tunggu saja saat kehancurannya). Profesi manusia, antara lain, seperti tersebut dalam Surat al-Baqarah ayat 177 di atas.

Profesionalisme juga berarti kesetiaan. Seorang pimpinan partai yang profesional tidak akan berpaling dari tugasnya sebagai pemimpin apabila tidak dipilih sebagai menteri (pemimpin dalam pemerintahan). Kita semua tahu apa yang terjadi dengan grassroot, ada kesulitan-kesulitan mengatasi grassroot. Profesionalisme berarti tidak ragu dalam memahami sebab dan akibat, tentang arah dan pengarah. Jika dikatakan ada musibah begini dan begitu apakah diselesaikan satu per satu? Kalau anaknya bunuh diri karena tidak mampu membayar apa langsung kita panggil dan diberi uang Rp 250.000? Maka perlu sekali menerapkan sistem pendidikan yang tidak berbiaya tinggi, syukur-syukur tidak berbiaya sama sekali. Mau tidak mau hal semacam ini harus diperjuangkan di atas.

Namun, profesionalisme butuh tempat yaitu struktur sosial guna menampungnya. Keterlambatan pesawat terbang adalah kesalahan dari seluruh sistem dalam satuan penerbangan. Tidak bisa seorang menteri memarahi pramugari karena keterlambatan itu. Justru ia harus malu karena posisinya sebagai pejabat pemerintah, ia masih terkait dengan sistem itu.

Profesionalisme ada dua macam. Pertama, yang sifatnya umum. Ibu yang profesional mengatur rumah tangga untuk menyenangkan suami. Dalam hal ini, niat menjadi sandaran utama berguna atau tidaknya suatu perbuatan. Istri berbuat karena Allah, suami, dan karena kemanusiaan, atau semuanya. Kedua, profesionalisme khusus yang menyangkut sisi teknis. Tidak pantas misalnya, seorang pelatih olah raga di Amerika marah-marah kepada seorang dekan karena memberikan nilai yang jelek kepada mahasiswanya yang juga olahragawan berprestasi sebab ia terlalu bodoh menyerap pelajaran, sekalipun di Amerika berprestasi sebab ia terlalu bodoh menyerap pelajaran, sekalipun di Amerika olahragawan yang berprestasi mendapatkan beasiswa dan perlakuan khusus dalam hal pendidikan. Amerika menghargai keahlian di bidang tertentu. Namun, bodohnya seorang mahasiswa di satu perguruan tinggi kadang menjadi ukuran kualitas perguruan tinggi itu.

Pertentangan dua institusi seperti di atas harus diperhitungkan. Perlu dibedakan antara pada saat olahragawan berada dalam institusi olahraga (profesionalisme khusus) dan dalam institusi pendidikan (profesionalisme umum).

4. Presiden

Begitu dilantik menjadi Presiden AS pada tahun 1930, Anul Jackson langsung mengangkat gubernur Bank Central AS baru, semua geger. Para industrialis dan kapitalis pemilik modal dan pemimpin industri rebut. Masalahnya, dalam kapitalisme klasik, pemerintah tidak boleh campur tangan didalam ekonomi. Jawab Jackson kepada Kongres, “Seorang gubernur Bank Central bukan hanya mengurus soal ekonomi. Tetapi dalam kenyataannya dia mengurus uang pajak dari rakyat. Jadi, karena itu, dia harus dipilih rakyat dan kalau tidak dipilih rakyat atau orang yang dipilih rakyat, presiden beserta kongres. Karena itu presiden lalu mengusulkan kepada kongres (parlemen). Kalau sudah disetujui oleh kongres berarti disetujui rakyat.”

Dengan cara berpikir demikian sederhana itu, dia mengangkat Gubernur Bank Central AS Allan Grisman. Artinya, tanggung jawab sebagai presiden dia laksanakan tidak pada teori-teori, tetapi kenyataan hidup yang dia lihat, kenyataan yang dia lihat. Dia punya pengetahuan lain atau pemahaman lain yang tidak berdasarkan pada teori, apalagi teori empiris tetapi dia menggunakan empirisisme kenyataan hidup untuk mengatasi teori tadi. Dalam mengambil keputusan berdasarkan ilmu pengetahuan, kadangkala ilmu pengetahuan itu tidak bisa memberikan jawaban sebelum kita sendiri diam-diam menempatkan ilmu pengetahuan itu sebagai apa.

Dalam hal ini Almarhum KH. Abd. Wahab Chasbullah (w. 1972) mengatakan kepada saya:

“Orang kuasa itu seperti berak. Sekitarnya sudah ribut dengan baunya, dia sendiri belum tahu”.

Maksudnya, kuasa di situ adalah penyalahgunaan kekuasaan. Jadi, orang sudah rebut bahwa dia menyalahgunakan kekuasaan. Dia sendiri malah tidak tahu kalau dia menyalahgunakan kekuasaan karena kata “kuasa” mengandung dua arti: Kemampuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan oleh banyak orang, dan keadaan dalam arti kekuatan untuk mengambil atau melakukan kesalahan besar dengan pelanggaran yang besar.

Harry S. Truman, Presiden AS periode 1945-1952 mengatakan bahwa pekerjaan Presiden AS adalah meyakinkan orang. Kalau orang itu berpikir secara rasional, meyakinkan orang itu melakukan sesuatu hal. Kalau orang itu berpikir secara rasional, dia akan menjalankan pemerintahan tanpa persuasif. Tetapi karena ini wilayah politik, menyangkut orang banyak, maka saat menggunakan akalnya harus menggunakan persuasi.

Nah, ini ada juga satu kata yang menarik dari dia, “Back stop here!” Setiap masalah muter-muter itu berhenti di meja sini. Artinya, yang lain tidak berani mengambil keputusan di atasnya sekalipun masalah yang sangat kecil. Ini peringatan untuk kita, presiden menyuruh siapa lagi? Serahkan Tuhan? Presiden di atasnya menteri; menteri pun melempar ke dia itu betul, kalau dia melempar ke menteri itu salah. Kalau dia menunggu usulan menteri untuk mengambil keputusan, itu betul. Tetapi kalau menunggu agar supaya keputusan-nyasama, menteri itu yang salah. Ini masalah yang sangat sepele, tetapi menentukan nilai atau bobot apa yang kita katakan dan kita kerjakan.

Sebelumnya, pada tahun 1951 ketika terjadi perang Korea, Jenderal McArthur adalah seorang panglima tertinggi pasukan Sekutu. Di Semenanjung Korea sudah jelas dari semua laporan bahwa RRT (RRC) mendukung Korea Utara. Dan orang Amerika sudah mati puluhan ribu. Lho, Amerika itu masalah yang mati satu saja ribut, apalagi puluhan ribu orang. Di sana itu Jenderal McArthur mengambil keputusan untuk menjatuhkan bom atom di Sungai Yalu perbatasan. Dengan demikian, bantuan dari RRC tidak bisa masuk karena sungainya akan terkena radioaktif sehingga tentara tidak bisa menyeberang. Kalau dihitung secara militer, paling korbannya 200-an orang. Tetapi Presiden AS Harry Truman waktu itu datang dari Washington DC, dia mendengarkan semua rencana itu. Dia langsung menemui Jenderal McArthur dan mengatakan, “Tidak bisa!” Lalu jawab McArthur: “Mr. President, secara teoretis, secara militer, secara apa saja, harus dijatuhkan bom atom di Sungai Yalu.” Truman yang presiden itu bertanya balik: “Kamu apa saya? Tetapi saya berdasarkan apa yang saya tahu harus saya lakukan. Saya tidak peduli. Baik, saya pecat kamu. Selesai.” Jenderal setinggi itu, yang bertempur merebut pulau demi pulau termasuk Irian, Filipina, kemudian pergi sambil mengatakan: “I will come back”, itu sangat terkenal. Jenderal McArthur berhadapan dengan seorang sipil, presiden. Akan tetapi kekuasaan tetap ada di tangan presiden. McArthur diangkat oleh presiden sebelumnya, Franklin Delano Roosevelt. Dan Roosevelt itu apa katanya tentara.

McArthur pulang dan berpidato di Kongres: “Ada orang-orang yang meminta saya mengadakan perlawanan tetapi perlu saya ingatkan bahwa kekuasaan seorang jenderal sangat terbatas.” Maksudnya, seorang panglima sangat terbatas apa katanya presiden dan Truman terkenal di mejanya itu ada tulisan “Back Stop Here!” kebijakan memindahkan permasalahan-permasalahan berhenti di sini. Jadi, ada presiden memimpin itu yang seperti Truman, kalau memang itu wewenangnya dia, ya dia jalankan.

Jadi semuanya tergantung pada bagaimana seorang itu memandang hidup ini. Truman melihatnya sebagai pelaksanaan perintah, pelaksanaan dan pengambilan keputusan “Back Stop Here!” bahkan ada kata-katanya yang sangat terkenal di dalam buku harian, yaitu: Kewajiban presiden adalah meyakinkan orang untuk melakukan sesuatu kalua mereka mengambil keputusan dengan menggunakan pertimbangan-pertimbangan akal mereka sendiri akan mereka lakukan tanpa persuasinya. Presiden, dengan kata lain, jika tidak ada yang berani mengambil keputusan, presiden yang harus mengambil keputusan.

Sebaliknya, George W. Bush yunior, pikirannya digoda oleh antara “I will” yang jahat. Karena itu, segala macam kejahatan dunia itu harus diberantas. Lha, itu cara pandang. Saya sendiri melihatnya dari sudut lain. Presiden adalah jabatan negara yang tertinggi di negeri ini. Lalu timbul pertanyaan ketika saya diputus MPR. Kalau saya mau berkelahi ya belum tentu, tetapi saya pikir-pikir malam-malam, jabatan di Indonesia itu setting cukup apa sih? Jabatan negara itu kok harus dikorbankan dengan tetesan darah rakyat Indonesia. Ya sudah saya ikuti saja.

Ketika Mao Tse Tung (Mao Ze Dong) merebut Beijing pada tahun 1949 pemerintahan baru, dia tahu kalau dia ke Beijing dan kemudian menjadi penguasa baru. Tetapi dia kurang keras, maka tidak lama lagi dia akan digulingkan, dan Cina akan terus begitu. A digulingkan menjadi B dan B digulingkan menjadi C. Akhirnya Cina tidak kuat-kuat. Nah, sekarang dia ingin Cina yang kuat. Karena itu, begitu menjadi penguasa, dia putuskan mendirikan pengadilan rakyat kalau saksinya lebih dari lima orang. Cukup walaupun tidak ada bukti hukum. Akhirnya, diadakan pengadilan rakyat, saksinya disumpah, saksinya itu rakyat biasa. Rakyat biasa itu kan tidak belajar hukum. Misalnya tanya: “Kamu kenal ini?” Jawab saksi: “Ya.” Kemudian ditanya lagi: “Tahannya betul lima hektar?” Jawab saksi: “Ya.” Lha, di Cina aturannya hanya boleh lima hektar? Ya sudah, hakimnya suruh menghukum mati: 12 juta orang ditembak mati di Cina – sementara seluruh penduduk Jakarta hanya sekitar 10 juta.

Hanya dengan itu Cina yang kuat bisa tegak. Suka tidak suka, itu sudah diambil keputusan untuk, katakanlah, “mengamankan” Cina. Hanya saja Mao Ze Dong begitu bukan karena pribadinya. Dia ingin melihat Cina yang kuat. Jadi, manusia satu per satu di matanya kalah sama negara. Tidak apa-apa mati 12 juta, masih ada 1 miliard lagi. Itu yang terjadi kalau keputusan didasarkan pada hal-hal semacam itu, walaupun salahnya seperti apa, kita masih bisa mengerti.

Mao Ze Dong ditiru oleh Zu Rong Ji, mantan perdana menteri RRC. Dia siapkan 10 peti mati ditaruh di kantornya. Ditanya orang, itu peti mati untuk apa? 9 peti mati untuk orang paling korup di Cina yang kita tembak, 1 peti mati untuk saya apabila korupsi. Orang yang berani seperti inilah yang harus diikuti. Orang yang berani dikritik, orang yang berani mengkritik dan dikritik, orang yang berani menerima akibat-akibat dari langkah-langkahnya.

Nah, sekarang 600 ribu TKI dan TKW diusir pulang, kadang-kadang diperkosa, ada yang dipukuli majikannya. Ada yang ini, ada yang itu, sampai di Cengkareng ditekan-tekan, diperas oleh para pegawai imigrasi dan polisi ini, tanpa pemerintah mengambil sikap apapun. Lho, ini menurut saya tidak menjalankan kewajiban. Kewajibannya tidak boleh begitu. Nah, di sini fungsi kritik menjadi penting diambil intinya, diambil kebenarannya. Timbul pertanyaan, kalau sudah dikritik dia tetap seperti itu bagaimana? Ya tidak tahu, itu sudah titik. Permasalahannya, mengetahui sesuatu untuk kita jadikan pedoman hidup tidak semudah yang Anda duga. Karena itu, alangkah bijaksannya para Fuqaha yang dulu menetapkan:

“Tasharuf al-imam ala al-raiyyah manutun bi al-mashlahah.”

Kebijakan dan tindakan seorang pemimpin atas rakyat yang dipimpin harus terkait langsung dengan kesejahteraan orang yang dipimpin. “Masalah Ammah” itu diartikan kesejahteraan tingkat hidup.

5. Hukum dalam Kata

Kita kembali membahas konsekuensi sebuah kata, “Inskonstitusi” atau “Melanggar undang-undang“, dan kata “insubordinasi“.

Dahulu pernah ada suatu kasus yang disebut Safrinsek. Ada seorang yang tidak ada manfaatnya sama sekali untuk masyarakat. Makanan saja dia mencari di dalam tong sampah, baunya tidak karuan karena jarang mandi. Lalu pada suatu hari dia melihat ada cupbox, mesin yang ada piringan hitam yang bisa dipencet sesuai dengan lagunya. Maka dia tekan tombol dan lagunya keluar. Kakinya derek-derek, itu namanya saperi. Datang seorang perwira polisi: “Stop, mengganggu ketertiban umum. Pergi sana!” Perwira polisi itu memakai kata-kata “mengganggu ketertiban umum”. Orang tadi dibawa ke pengadilan. Hakim menyatakan dia tidak bersalah. Dia bebas. Lalu sang perwira polisi tidak terima. Kasus ini diteruskan ke Pengadilan Tinggi. Di sini pun ia dibebaskan. Pengadilan Tinggi membenarkan orang tadi. Jaksa masih belum terima, naik banding ke Mahkamah Agung. Ternyata sampai di sana diputuskan bahwa orang tadi bersalah. Kali ini gentian, orang tadi yang tidak terima, lalu mengajukan masalahnya ke Mahkamah Agung Federal dengan melalui pengacara. Anda tahu? Persoalan ini melibatkan sampai 300.000 pengacara di bawah pimpinan seorang mantan ketua Mahkamah Agung, namanya… felix… frans…. Untuk apa dia menjadi ketua tim pembela? Dia sudah enak, terima pensiun, dan usianya sudah 78 tahun. Tetapi dia bilang, demi untuk mengetahui kebenaran, siapakah yang berhak menetapkan bahwa ada ketertiban umum yang dilanggar? Dalam sidang yang memakan waktu pembahasan selama 14 tahun, akhirnya Mahkamah Agung Nasional dalam sidangnya memutuskan bahwa kasus safrinsek (derek-derek) seperti itu tidak dianggap mengganggu ketertiban umum. Karena tidak ada di dalam undang-undang manapun yang mengungkapkan bahwa kletek-kletek itu mengganggu ketertiban umum.

Jadi, bukan polisi yang berwenang untuk memutuskan, melainkan harus ada di dalam undang-undang, mengatakan bahwa apabila ketertiban umum dilanggar. Kalau tidak ada, maka dijawab oleh Mahkamah Agung. Kalau tidak ada, maka dia tidak mengganggu ketertiban umum. Begitu pentingnya arti sebuah kata, sampai melibatkan 300.000 pengacara, di bawah pimpinan seorang mantan ketua Mahkamah Agung, dan bersidang selama bertahun-tahun. Bandingkan dengan keterangan dari Kapolri Da’i Bachtiar, bahwa adanya orang-orang yang berdemo ke rumah Megawati itu mengganggu ketertiban umum. Hal ini mestinya ditanyakan dong ke Mahkamah Agung, kalau Mahkamah Agungnya berani.

Saya juga bertanya kepada Mahkamah Agung. Pertama, tanggal 21 Juli 2001. Bahwa sejumlah orang pemimpin parpol dan beberapa orang lagi berkumpul di rumahnya Megawati di daerah Kebagusan, dan memutuskan akan menggelar SI MPR. Nah, hal itu melanggar konstitusi atau tidak? Kok, terus saya dinyatakan bersalah oleh Pansus. Kan, baru diduga. Seharusnya diputuskan dulu oleh Pengadilan. Ini artinya, proses hukum disatukan dengan proses politik, untuk melengserkan saya. Kedua, apakah tindakan panglima TNI Widodo AS dan Kapolri Surojo Bimantoro termasuk insubordinasi, pembangkangan atas perintah presiden untuk menangkap 15 orang yang berniat melengserkan saya? Ternyata, pertanyaan itu sampai sekarang belum dijawab oleh Da’i Bactiar. Hal itu sudah sering saya sampaikan di mana-mana. Implikasinyamenang luas. Sebab kalau berkumpulnya orang-orang itu melanggar undang-undang, konsekuensinya, mereka yang hadir pada saat itu harus ditangkap. Kalau ternyata jawabannya adalah bahwa hal itu merupakan pembangkangan, berarti Surojo Bimantoro dan Widodo AS harus dibawa ke pengadilan.