Orang NU kok PDI
Oleh: K.H. Abdurrahman Wahid
Tampaknya, potret NU kini semakin menarik. Buktinya, PDI mulai tergila-gila. Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI memberikan kebebasan pada warganya, tentunya yang beragama Islam, untuk masuk dan menjadi anggota NU. Karena, menurut Drs. Surjadi — ketua umum DPP PDI, NU kini merupakan organisasi sosial keagamaan yang mengajarkan kebaikan moral dan ketebalan iman.
Kegandrungan kepala banteng akan NU sudah pula ditunjukkan. Belakangan, DPP PDI mengundang ketua PBNU H. Abdurrahman Wahid berceramah agama di depan masa PDI. Pengajian macam ini, agaknya akan diperluas sampai ke seluruh jajaran dengan menampilkan tokoh-tokoh NU sebagai penceramah. Bahkan dalam pengajian PDI Jatim yang dihadiri Gus Dur, Drs. Surjadi menegaskan, pengajian semacam ini bukan hanya untuk menghadapi pemilu.
Di Jawa Timur, ketua DPD PDI Drs. Marsusi, malah tak henti-hentinya menyeru warganya yang beragama Islam, baik laki, perempuan, pemuda, dan pemudinya, agar segera masuk jadi anggota NU. “Karena ajaran yang diemban NU cocok sekali dengan kehidupan di negara Indonesia,” ujarnya.
Pernyataan pimpinan PDI itu sempat pula ditanggapi Rais Aam NU, KH Achmad Siddiq. Menurut Rais Aam, siapa saja ingin masuk NU harus tahu dulu AD/ART NU serta prosedur dan tata tertibnya. “NU menerima siapa saja yang ingin jadi anggota karena, NU telah membuka diri,” tutur Kiai Ahmad. “Tapi, terbatas hanya untuk umat Islam. Apa itu PDI, Golkar maupun PPP, tidak jadi soal. Bahkan J. Naro pun boleh masuk NU,” tambahnya sambil tertawa.
Selain itu, kiai Achmad juga mengimbau, jika warga Muslim PDI ingin masuk NU hendaknya dilakukan secara perorangan, jangan massal. Karena masuk secara massal itu akan menimbulkan kesan kurang simpatik.
Benar. Berbagai kesan yang di rekam AULA, terasa kurang begitu sedap. Tapi ada pula yang menganggap sebagai angin segar buat NU yang sudah kembali ke Khittah 1926. Karena dengan berkumpulnya warga Muslim PDI, Golkar, dan PPP di NU, justru akan mendukung langkah NU yang berorientasi pada kepentingan sosial keagamaan, kemasyarakatan, dan kebangsaan dalam lingkup Keindonesiaan.
Namun, kesan yang kurang enak terasa lebih keras. Malah ada yang curiga mengapa PDI tiba-tiba menganjurkan warganya masuk NU. Mengapa itu dilakukan justru menjelang pemilu? Apakah bukan sekedar memancing simpati warga NU agar memberikan suaranya pada PDI? Jika benar begitu, berarti pernyataan para pemimpin PDI dan kecintaannya mengundang muballigh NU itu, hanya merupakan taktik dan cara untuk merebut massa NU. Cara seperti itu memang berbeda dengan yang ditempuh kontestan lain, apa itu Golkar, dan lebih-lebih PPP. Pendeknya PDI lebih simpatik.
Tapi apa benar dugaan itu, tentu tak bisa diukur sekarang. Setidaknya menunggu sampai usai pemilu. Apakah sehabis pemilu nanti warga Muslim PDI masih tetap gandrung pada NU? Mudah-mudahan.
Yang terang, kini kita tak boleh terus-terusan curiga terhadap pernyataan para pemimpin PDI. Sebab, di balik pernyataan itu seperti ada niatan yang benar-benar tulus, Niatan untuk menunjukkan kepada khalayak bahwa beberapa aktivis PDI adalah orang NU. Dan ini baru bisa dikemukakan secara terbuka sekarang ini, yakni di saat NU sudah tak lagi ber PPP dan tak terikat secara organisasi– dengan orpol manapun.
Beberapa orang NU (bukan pengurus) yang aktif di PDI dan kini jadi calon DPR memang betul-betul ada. Misalnya, Munasir kini calon anggota DPRD Bojonegoro dari PDI, KH Masykur Mansur calon PDI untuk DPRD Kodya Surabaya, KH Djaelani untuk daerah Lamongan dan H Siraj mewakili daerah Jombang.
Bahkan tokoh PDI yang kini anggota DPRD Jember dan ketua DPC PDI di daerah itu, H Ardiwar, terang-terangan mengaku NU. “Hubungan kami dengan ulama NU di Jember sangat intim. Bahkan sudah seperti keluarga sendiri. Dan sejak dulu keluarga saya memang NU,” katanya tegas. “Saya sendiri secara moril maupun material mendukung NU,” tambahnya.
Nah, berarti memang ada orang-orang NU yang jadi aktivis PDI. Dan itu terjadi bukan baru sekarang ini, tapi sudah sejak zamannya NU masih berpolitik praktis. Jika baru sekarang diungkapkan secara terbuka, adalah wajar. Sebab, NU kini bukan lagi wadah kegiatan politik praktis. NU membebaskan warganya memilih orpol mana yang mereka yakini mampu menyalurkan aspirasi politiknya. Dan NU bahkan menghargai warganya yang menggunakan hak politik secara bersungguh-sungguh dan bertanggung jawab serta dilaksanakan dengan ahlakul karimah.
Karena itu, pernyataan ketua DPP PDI Drs. Surjadi dianggap sebagai permulaan yang baik. Sebuah upaya awal untuk mengakrabkan kembali orang-orang NU di PDI dengan NU yang tak lagi berpolitik praktis. Dan pada gilirannya akan tercipta hubungan intim yang dijiwai semangat khittah 1926. Amien ya robbal ‘alamin.