Arrigo Sacchi dan Ketegaran Strateginya
Ulasan Piala Dunia 1994
Oleh: K.H. Abdurrahman Wahid
Pertandingan Italia lawan Norwegia menampilkan kelas tersendiri bagi Tim Italia, juara dunia tiga kali, tim azzuri (biru-biru) yang kini berkostum biru putih. Seperti dalam Piala Dunia yang lalu. Italia memulai kompetisi sebagai pemula lambat (slow starter). Itu pun dalam kedudukan cukup buruk, dikalahkan 0-1 oleh Irlandia pada pertandingan pertama. Dengan tersisa dua pertandingan grup, Italia harus menang minimal untuk sebuah pertandingan dan seri pada pertandingan lainnya.
Bagi seorang pelatih biasa, yang dicari tentunya kemenangan atas Meksiko dan imbang melawan Norwegia. Apalagi pelatih Italia, Arrigo Sacchi adalah pengagum kualitas tim Norwegia saat ini. “Tim terbaik di Skandinavia,” demikian tuturnya. Dengan kemenangan atas Meksiko dan seri dengan Norwegia, Italia akan memperoleh nilai empat dan berpeluang ke perdelapan final. Namun Sacchi bukanlah Sacchi, kalau dia tidak berani mengambil risiko.
Lawan Norwegia, Sacchi mempersiapkan sebuah strategi gebrakan dan tekanan terus menerus, guna memupus atau memperkecil peluang Norwegia melancarkan serangan balik yang sangat cepat dan menjadi ciri permainan Tim Norwegia. Dengan tempo permainannya yang tinggi, diperkirakan gebrakan demi gebrakan Roberto Baggio dan kawan-kawan, akan mampu membuat celah pada tembok tangguh pertahanan Norwegia. Tembok itulah yang mampu menahan serbuan tim Inggris dan Belanda di penyisihan lalu. Kalaupun gagal, tim asuhan Sacchi minimal akan bermain seri dengan Norwegia, dan dengan demikian kembali kepada skenario biasa-biasa di atas.
Karenanya, Sacchi tidak tanggung-tanggung melepas tim penyerang yang sangat tajam. Di samping Roberto Baggio, dipasang Casiraghi sebagai ujung tombak kembar. Itupun masih didampingi dua wing back Maldini di kiri dan Boenoriva di kanan, yang memiliki daya jelajah hingga ke lapis terbelakang pertahanan lawan. Sedangkan barisan gelandang menyerang dipasang juga Dino Baggio sebagai penyerang lapis kedua (second striker) yang tajam. Untuk pertahanan, Sacchi tetap memasang tim belakang AC Milan, Baresi, Costacurta, Maldini dan hanya Tassotti saja yang tidak dipasang. Entah mungkin karena kondisinya yang kurang fit atau justru melihat daya jelajah tinggi sehingga jauh ke depan, Sacchi menggantikan Tassotti dengan Boenoriva itu.
“……sudah tentu juga karena keyakinan kepada adagium yang sudah terkenal yakni serangan adalah pertahanan terbaik.”
Dengan pola penyerangan total yang memanfaatkan seluruh lebar lapangan, Italia berhasil mengurung pertahanan Norwegia dalam dua puluh tujuh menit pertama. Penempatan Roberto Baggio sebagai pemberi umpan pendek terakhir kepada kawan-kawan sesama penyerangnya, membuat serangan Italia terlihat sangat berbahaya dan gol ke gawang Norwegia seolah hanya menunggu waktunya saja.
Namun kemalangan menimpa Italia. Suatu saat penjaga gawang Pagliuca menjatuhkan penyerang Norwegia, Flo, dengan sengaja dan menghentikan bola dengan tangan di luar kotak pinalti. Hukuman pelanggaran ini hanya satu, yaitu kartu merah. Dengan keluarnya Pagliuca dari lapangan, terpaksalah Sacchi mengorbankan Roberto Baggio, untuk digantikan kiper Marchegiani.
Dasar dari pemikiran Sacchi itu, adalah menjaga bobot pertahanan yang sudah goyah, karena kesalahan yang mengakibatkan kartu merah bagi Pagliuca. Kalau saja Maldini dan Boenariva tidak terlambat kembali ke garis pertahanan dan Baresi tidak lambat antisipasinya, tentulah Pagliuca tidak terpaksa melakukan tindakan kotor, guna menyelamatkan daerah pertahanannya yang sudah kosong.
***
Dilihat dari keputusannya itu, tentunya orang menduga Sacchi akan mengubah strateginya dan mengutamakan permainan bertahan untuk mencapai hasil imbang. Bagaimanapun juga, tim yang bermain sepuluh orang akan susut kekuatannya dan hampir tidak mungkin memenangkan pertandingan. Apalagi ketika terlihat gempuran Italia menjadi sangat berkurang setelah bermain dengan sepuluh orang hingga akhir babak pertama. Penonton tidak mengharapkan permainan agresif Italia, karena pertimbangan “utamakan selamat” yang memang secara instingtif menjadi ciri Sacchi dalam mengasuh sebuah tim.
Ternyata tidak demikian keadaannya. Sacchi tetap tegar pada strateginya dan hanya sedikit saja melakukan pengubahan. Massaro diberi tugas untuk cepat-cepat ke belakang, apabila ada serangan balik dari Norwegia. Melalui pergantian Baresi dengan Apolloni, barisan belakang pada dasarnya sudah cukup solid untuk menghadapi gempuran-gempuran Norwegia. Sudah tentu juga karena keyakinan kepada adagium yang sudah terkenal yakni serangan adalah pertahanan terbaik.
Babak kedua menjadi sangat menarik, karena memperlihatkan pola menyerang tidak berkeputusan. Kemampuan individual pemain Italia yang rata-rata setingkat lebih tinggi, juga memungkinkan pencapaian efek penuh dari strategi penyerangan total bergelombang itu.
Akhirnya apa yang diimpikan Sacchi terwujud juga, yaitu sebuah gol dari tendangan bebas yang dimanfaatkan secara jitu oleh Dino Bagio. Bahkan ketika tim Italia sudah unggul 1-0 itu, Sacchi tidak mengendorkan tekanannya pada gawang Norwegia. Bahkan para pemain Italia seolah-olah sudah mencium bau darah kemenangan.
Permainan Jacobsen dan kawan-kawan menjadi tidak berkembang dan inisiatif berada sepenuhnya di tangan para pemain Italia. Fungsi Mikland sebagai penyalur bola ke depan menjadi sangat terganggu, karena ia harus memikirkan gedoran Italia yang tidak kunjung henti di daerah pertahanannya. Berkat ketangguhan pertahanan Norwegia lah, tim Skandinavia itu tidak kalah lebih besar lagi.
***
Sangat menarik mengamati ketegaran strategi yang diterapkan Sacchi, meski pemainnya tinggal 10 orang saat melawan Norwegia. Kelas Sacchi sebagai pelatih klub tingkat dunia memang telah terbukti selama ini, yaitu melalui prestasi yang dicapai Klub AC Milan yang diasuhnya. Namun kehebatannya sebagai pelatih tim nasional Italia, muncul dengan gamblang dalam pertandingan melawan Norwegia kemarin. Kematangan perhitungannya untuk mempertahankan strategi awalnya dan menerapkannya pada kondisi yang berbeda, ternyata mampu menghasilkan kemenangan dari kekalahan.
Kemampuannya mengetahui dengan tepat daya kekuatan anak-anak asuhannya, seperti terlihat dari kepercayaan yang tetap diberikan pada Boenoriva dan Maldini setelah blunder yang membawa malapetaka kartu merah bagi penjaga gawang Pagliuca ternyata tidak disia-siakan oleh mereka. Dalam rangkaian serangan balik Norwegia yang datang secara bergelombang dalam lima belas menit terakhir. Ternyata kedua pemain belakang Italia itu tetap mampu menjadi benteng pertahanan yang kokoh, sekaligus membantu serangan melalui sayap kanan dan kiri dengan daya jelajah yang sangat tinggi.
Dengan ketegaran strategi yang diperlihatkannya, Sacchi telah membuat posisi Italia menjadi kokoh. Relatif lebih mudah bagi tim Italia untuk menembus pertahanan Meksiko daripada tembok tangguh Norwegia. Kalaupun tidak dengan hasil seri saja, Italia sudah akan memperoleh nilai empat dan hanya dengan menang atas Irlandia sajalah, Norwegia dapat melampaui posisi Italia. Sudah tentu dengan catatan gol rata-rata Italia harus lebih baik dari Norwegia.
Melalui ketegaran strateginya itu, Sacchi berhasil memelihara tradisi keikutsertaan tim Italia dalam kompetisi seberat Piala Dunia. Lambat bangkit pada permulaan, tetapi melaju dengan kecepatan penuh hingga tahap akhir. Karenanya, pantaslah kalau Italia tetap di favoritkan sebagai salah satu calon pemenang Piala Dunia tahun ini.