Nigeria, Hasil Kerja Westerhoff
Ulasan Piala Dunia 1994
Oleh: K.H. Abdurrahman Wahid
Kesebelasan Nigeria telah terhempas dari putaran kedua Piala Dunia 1994. Dikalahkan Italia setelah unggul hingga menit ke-89 dan perpanjangan waktu 2 x 15 menit, orang masih mendecakkan kagum kepada kepiawaian pemain-pemain berkulit hitam dari tepian barat benua Afrika itu. Kalau ada kata-kata kalah terhormat, itulah yang dialami Nigeria. Dalam kekalahannya ia tetap dikagumi, bahkan oleh lawannya sekali. Ini tentu bukanlah ungkapan pelipur lara, tetapi merupakan modal untuk berprestasi dalam piala dunia yang akan datang.
Memang banyak titik kelemahan Nigeria, terutama karena mentahnya pengalaman mereka. Tetapi juga tidak kurang-kurang karena kekalahan strategi, seperti serangan monoton yang datang dari tengah dan tidak mempergunakan seluruh lebar lapangan. Mungkin ini disebabkan oleh kekhawatiran untuk mengirimkan wing back kiri dan kanan jauh ke depan, karena menjaga kemungkinan diserobot oleh penyerang-penyerang Italia, terutama Daniel Massaro. Padahal, dengan absennya Lentini dan Casiraghi, serobotan Italia itu sebenarnya tidak merupakan bahaya utama.
Tetapi apapun kesalahan strategi itu, yang jelas kemampuan Nigeria untuk menggebrak dan mengurung pertahanan Italia sangatlah mengagumkan. Hal itu terbukti dari gagalnya penyelesaian akhir tiap serangan yang dilancarkan Nigeria. Bahkan gol yang dihasilkan pun bukanlah hal yang dirancang bangun serangan yang orisinal, melainkan dari insting tajam para pemain Nigeria yang mampu memanfaatkan bola-bola mati dan bola-bola muntah. Sepanjang 120 menit pertandingan, serangan Nigeria tetap steril, menunjukkan betapa besarnya potensi membahayakan yang dimilikinya. Ini terjadi karena ketangguhan barisan belakang Italia yang kali ini dijenderali oleh Paolo Maldini sebagai pengganti kapten kesebelasan Franco Baresi.
Ketangguhan pertahanan Italia itulah yang harus diperhitungkan para pelatih: Carlos Alberto Pareira, Berti Vogts, dan Dick Advocaat dalam putaran-putaran selanjutnya dalam kompetisi akbar ini. Pasangan Maldini dan Alessandro Costacurta yang mampu menjelajah jauh ke depan tanpa mengorbankan kekokohan pertahanan, merupakan tantangan utama yang harus ditaklukkan oleh tim-tim lain dalam perempat final, semifinal, dan final Piala Dunia ini, kalau Italia terus berjaya.
Bahwa Yekini dan Oliseh tidak mampu mendobrak hingga tuntas pertahanan Italia, bukan berarti itu disebabkan oleh rendahnya mutu serangan mereka. Mungkin hanya ketajaman kombinasi Bebeto-Romario, apabila diberi umpan sangat matang oleh Dunga atau Rai yang dapat menggebuk pertahanan Italia secara tuntas. Bisa juga dibuat skenario, Bebeto menarik pemain belakang Italia ke samping dan meluangkan tempat bagi “gedoran” Rai sebagai penyerang lapis-kedua (second striker). Skenario seperti itu bisa juga dipakaikan pada barisan penyerang Jerman ataupun Swedia dengan Tomas Brolin sebagai ekuivalen Rai.
Alur serangan dengan umpan-umpan tusukan dari Chidi Nwanu yang diteruskan Oliseh seringkali menjadi umpan manis bagi gelandang menyerang, Okocha. Walaupun pemain-pemain Italia terkenal pandai memanfaatkan lini tengah mereka dengan kecepatan tinggi untuk membuat serangan tiba-tiba ke daerah pertahanan lawan, ternyata dalam pertandingan kali ini sangat sedikit terjadi keberhasilan menerobos pertahanan Nigeria, karena lemahnya lini tengah mereka. Dikombinasikan dengan ketangguhan penjaga gawang Peter Rufai, ketajaman daya dobrak Italia tidak begitu tampak menggigit. Karenanya, barulah pada menit ke-89 Roberto Baggio dapat memperlihatkan kematangannya sebagai penyerang kaliber dunia.
***
Keberhasilan Nigeria membangun tim yang seperti itu disamping karena banyaknya pemain-pemain alami dengan insting bermain bola yang luar biasa bagusnya, juga karena hasil kerja pelatih Clemens Westerhoff. Pelatih berkebangsaan Belanda ini berhasil memberikan bentuk permainan dan pengorganisasian rapi bagi tim Nigeria, di samping kecepatan stamina dan insting yang mereka miliki selama ini. Arah permainan tim Nigeria menjadi lebih mengacu pada bagaimana mereka memenangkan pertandingan, bukannya sekedar bermain cantik belaka. Efisiensi pengorganisasian kesebelasan menjadi sesuatu yang dianggap paling diutamakan. Westerhoff dalam hal ini mengikuti ketajaman arah permainan yang dikembangkan para pelatih Belanda seperti Rinus Michels, Admos, Benhakker, dan sekarang Advocaat. Hanya Johan Cruyff, pelatih Barcelona pada saat ini, yang tidak terlihat fanatik terhadap kebutuhan efisiensi permainan tersebut.
“Arah permainan tim Nigeria menjadi lebih mengacu pada bagaimana mereka memenangkan pertandingan, bukannya sekedar bermain cantik belaka. Efisiensi pengorganisasian kesebelasan menjadi sesuatu yang dianggap paling diutamakan.”
Memang sangat ideal tugas yang dipilih Westerhoff. Bagaimana menjadikan Nigeria sebuah negara raksasa sepak bola yang baru, di samping sejumlah tim besar lainnya. Tentunya Westerhoff bermimpi menjadikan Nigeria sebagai tim sepak bola yang bisa mengimbangi raksasa-raksasa seperti Jerman, Inggris, Belanda, Italia, Brasil, dan Argentina. Impian yang mungkin tampak terlalu melamun ketika digagas untuk pertama kalinya, tetapi sekarang telah menjadi kenyataan yang tidak terbantah. Bahkan Westerhoff pun sekarang dapat bermimpi untuk menjadikan Nigeria juara dunia yang akan datang, Tidak akan ada yang menertawakannya karena kekurangan Nigeria sekarang ini tinggal terletak pada kurangnya pengalaman. Tentunya Westerhoff sudah menyadari dan memperhitungkan hal ini.
Dengan bermodalkan pemain-pemain yang sudah dibentuknya sedemikian rupa itu. Westerhoff sudah mulai dapat mengarahkan mereka pada tim-tim tangguh Eropa yang akan merekrut bakat-bakat luar biasa itu, guna memungkinkan pengembangan kemahiran menguasai teknik persepak bolaan dan pengembangan wawasan strategis pada diri masing-masing pemain. Dengan cara itu dalam masa empat tahun Westerhoff sudah akan mampu membangun sebuah kesebelasan raksasa yang baru dalam artian sebenarnya. Masalahnya adalah masihkah ia dipercayai menangani tim Nigeria hingga Piala Dunia 1998, ataukah Nigeria akan mengalami masa terombang-ambing dari satu ke lain pelatih?