“Ada yang Kebakaran Jenggot…” (Wawancara)
Oleh: K.H. Abdurrahman Wahid
KASUS SITUBONDO disusul dengan Kerusuhan Tasikmalaya di pengujung tahun lalu membuat Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) K.H. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sibuk. Hari-harinya belakangan ini diisi dengan kegiatan sebagai pembicara dalam pelbagai acara diskusi dan seminar tentang kerukunan beragama yang digelar di beberapa kota.
Tujuan Gus Dur hanya satu: menjernihkan masalah kerusuhan berbau suku, agama, ras, dan antargolongan itu, terutama mengenai tidak terlibatnya warga NU dalam aksi tersebut. Tuduhan itu bisa terjadi karena kedua tempat itu selama ini dikenal sebagai kantung NU. Di lain pihak, ada yang lantas menghubungkan peristiwa itu dengan kepentingan “kalangan tertentu” untuk mendiskreditkan NU dan, terlebih, untuk “menggoyang” Gus Dur. yang selama ini dinilai bersikap nyeleneh terhadap kekuasaan.
Berbagai tuduhan itu membuat Gus Dur terus diburu wartawan di mana saja ia berada. Itu juga yang terjadi ketika ia usai berbicara mengenai kebebasan beragama di Indonesia dalam kuliah umum yang diselenggarakan Yayasan Wakaf Paramadina, Sabtu malam, 18 Januari. Para kuli tinta sibuk mengajukan pertanyaan seputar “cobaan” yang tengah dialami NU, khususnya masalah “Operasi Naga Hijau”, yang dilansir Ketua PW NU Jawa Timur (Jatim) K.H. Drs. Hasyim Muzadi, yang konon diadakan “pihak tertentu” untuk mengaduk-aduk NU Jatim. Berikut petikannya.
Apakah penyebab timbulnya kasus kerusuhan di beberapa tempat, seperti di Situbondo, Tasikmalaya, dan Sanggauledo, bisa ditarik benang merahnya?
Lain-lain sebabnya, kok. Singkawang masalah etnis, Situbondo dan Tasikmalaya itu soal salah pengertian antarumat beragama, yang kemudian didorong timbulnya oleh kondisi sosial yang tidak menggembirakan, misalnya kesenjangan sosial. Tapi, kita juga harus hati-hati, kesenjangan sosial bukan satu-satunya penyebab. Kenapa itu tidak muncul di kota-kota besar? Karena, kesenjangan sosial terjadi paling nyata dan mencolok itu kan di kota-kota besar. Jadi, sebabnya itu sangat rumit, tidak bisa dilihat satu sebab saja. Isu kesenjangan sosial memang ada dipakai. Tapi, karena lemahnya kesadaran agama yang betul-betul dan besarnya kesenjangan sosial, dua-duanya lalu dicampur. Yang nyampur kan ada toh, gini, lo, maksudnya.
Benarkah itu karena peran Darul Islam (DI)/Tentara Islam Islam (TII) seperti dituduhkan Soedomo?
Ah. itu tanya saja Pak Domo, jangan tanya saya. Tapi, untuk mencegah terulangnya peristiwa itu perlu dikembangkan saling pengertian antarumat beragama yang lebih utuh.
Tapi, soal DI/TII, apakah memang masih ada?
Kalau secara pemikiran, kalau Islam harus eksklusif, masih ada memang pemikiran itu.
Sekjen Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), yang berada di lingkungan NU, mengaku ada warganya yang terlibat kasus Tasikmalaya….
La, enggak usah seperti itu kita juga sudah tahu. Tapi, di samping dia ada juga dari Himpunan Mahasiswa Islam, dari Yayasan Humanika, dari berbagai pihak, jangan lupa itu, dong. Saya tidak akan jawab siapa orang yang menggerakkan, saya tidak menyebut orang per orang.
Kerusuhan itu kan terjadi di kantung-kantung NU. Anda masih melihat ini sebagai upaya mendiskreditkan NU?
Ya, ya, betul, walaupun juga harus diteruskan, ya, bahwa itu terjadi di kalangan warga NU yang belum mencapai kesadaran diri. Dengan kata lain, saya menyatakan bahwa kondisi obyektifnya memang warga NU ada yang rawan, tapi itu juga karena disulut orang.
Berarti Operasi Naga Hijau seperti disinggung PW NU Jatim itu memang ada…..
Saya enggak mau ngomong banyak. Ya, saya belum tanya PW NU Jatim.
Tapi, kira-kira sumbernya dari mana, Gus?
Kalau saya, sih, gampang aja: ngomong gitu aja, kok, ada yang kebakaran jenggot.
Sebetulnya apakah ada Operasi Naga Hijau dan Naga Merah itu, apa benar ABRI berada di belakangnya?
Oh, ndak. Penyelamatan siamang dulu itu namanya juga operasi (wartawan pun tertawa).
Apakah statemen PW NU Jatim itu sepengetahuan Anda?
Oh, ndak, itu bukan statemen, itu keterangan ketuanya.
Apakah NU membentuk tim pencari fakta di daerah-daerah itu?
Ndak ndak. PMII buat laporan kan sudah cukup.
Lalu, siapa yang Anda maksud dengan orang-orang yang menggerakkan kerusuhan tapi dibiarkan oleh petugas keamanan?
Ya, enggak usahlah disebut.
Kalau PMII terlibat…..
PMII tidak terlibat, perorangan warganya ada yang terlibat karena digosok-gosok orang lain, karena diongkosi orang lain. Ya biar aja, nanti negara yang akan mengambil tindakan kepada mereka.