Antara Keyakinan dan Keuletan

Sumber Foto: https://twitter.com/UEFA/status/1404498873113010181

Ulasan Piala Eropa 1992

Oleh: K.H. Abdurrahman Wahid

Menebak hasil pertandingan Swedia-Jerman dalam semifinal Piala Eropa 1992 adalah kerja sulit. Beberapa faktor yang sebelumnya tidak diduga, ternyata muncul kepermukaan. Pertama adalah absennya beberapa pemain penting kedua belah pihak. Jerman kehilangan pemain depan andalannya Rudi Voeller dan kemungkinan juga Guido Buchwald, menyusul ketidak hadiran Lothar Matthaeus sejak pertandingan awal. Hilangnya Matthaeus berarti hilangnya daya dobrak Jerman, sehingga masih menjadi pertanyaan apakah akan tercapai keseimbangan antara pertahanan dan penyerangan. Ia adalah tipe pemain yang memiliki kemampuan bertahan besar dan sekaligus dapat menjadi pengatur serangan (playmaker). Effenberg belum mampu menjadi pembagi bola yang baik, yang mampu menstimulasikan serangan bertubi-tubi ke daerah pertahanan lawan.

Tanpa kehadiran Matthaeus sebagai kapten kesebelasan, pertahanan Jerman juga kehilangan kemampuan untuk membuat serangan balik kilat ketika lawan belum siap bertahan sehabis menyerang. Hal ini lebih diperburuk lagi oleh performance kiper Bodo Illgner. Kenyataan ini mengharuskan kedua belakangan Stefan Reuter dan Andreas Brehme untuk sedikit menunda lari mereka ke depan untuk mendukung serangan langsung setelah serangan lawan dapat dipertahankan.

Itulah sebabnya mengapa dalam pertandingan penentuan melawan Belanda semalam, Jerman tidak mampu membobolkan gawang lawan melalui serangan yang dibangun dari belakang. Gol Jerman terjadi ketika ada bola mati dalam bentuk tendangan penjuru yang dimanfaatkan dengan baik oleh striker Juergen Klinsmann. Bahwa penyerang serba bisa ini harus sering kerepotan di belakang untuk mengimbangi rapuhnya pertahanan Jerman, menunjukkan prospek tumpul dari serangan Jerman itu.

Di hadapan pertahanan barisan Swedia dengan kiper piawai Thomas Ravelli dan bek tanpa kompromi Roland Nilsson dan dan lan Erriksson, rasanya penyerangan Jerman hanya akan mengandalkan beberapa peluang yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya. Jika gelandang penyerang Thomas Haessler berada dalam kondisi puncak, Jerman masih memiliki kemungkinan mendobrak secara sporadis. Itupun kalau ia memperoleh dukungan pengacauan gerak pertahanan lawan oleh Karl Heinz Ridle dan Klinsmann.

Di pihak lain, Swedia juga bukannya bebas dari kesulitan. Absennya pemain belakang Stefan Schwarz dan Joachim Bjorklund karena telah mengumpulkan dua kartu kuning akan sangat mengganggu. Bjorklund adalah palang pintu yang sangat tangguh untuk mengimbangi skill dan kecepatan para penyerang Jerman yang sangat tinggi. Sedangkan Schwarz adalah pemain belakang yang tidak hanya bermain mematikan lawan saja, tetapi juga menjadi titik awal dari serangan Swedia yang dibangun dari bawah.

“Antara keyakinan dan keuletan itulah akan kita lihat mana yang dapat memenangkan pertandingan.”

Sebenarnya, pemain tersebut adalah menjadi titik sentral peralihan bentuk permainan dari sistem Inggris dengan formasi 4-4-2 ke formasi mutakhir 3-5-2. Bahwa pelatih Tommy Svensson mampu membuat efektif pola permainan Inggris, bergantung sangat besar kepada mobilitas pemain seperti Schwarz. Di depan para penyerang Tomas Brolin, Kennet Andersson merupakan macan lapar yang sangat berbahaya, apalagi apabila inisiatif penyerangan oleh Martin Dahlin. Tidak boleh dilupakan, kepiawaian dan naluri mencetak gol sangat tinggi yang dimiliki Jhonny Ekstrom harus menggantikan salah satu dari dua penyerang.

Gelandang penyerang dengan daya jelajah tinggi. Andrea Limpar, merupakan kerepotan tersendiri bagi pertahanan lawan. Dengan kontrol bola yang prima, mobilitas sangat tinggi dan kecepatan yang mengagumkan, Limpar senantiasa menjadi ancaman melalui umpan-umpan akuratnya yang sering menuju arah yang tak terduga.

Kecemerlangan Brolin, Dahlin, K. Andersson dan Ekstrom menunjukkan potensi sangat tinggi dari pihak Swedia dalam menggedor pertahanan Jerman yang terkenal tangguh dan kokoh itu. Namun jika Gullit dan Brian Roy melalui mobilitas tinggi dan perpindahan tempat yang tidak terputus mampu mengacaukan pertahanan Jerman, hal yang sama diperkirakan akan dilakukan oleh para pemain seperti Brolin, Dahlin dan Ekstrom.

Dari dua tilikan atas kelemahan dan kelebihan kedua kesebelasan tersebut dapat diperkirakan pertandingan Swedia-Jerman akan mampu menyuguhkan tontonan sangat menarik. Dalam keadaan demikian, maka menjadi sangat penting arti pola permainan dan strategi serangan yang dikembangkan para pelatih, Berti Vogts dan Svensson.

Keyakinan akan masih efektifnya pola permainan inggris, jika dilaksanakan dengan benar, telah mampu memberikan kemenangan pada Svensson atas pelatih Inggris, Taylor. Sebaliknya keuletan jerman yang mampu membalikkan kekalahan menjadi minimal hasil seri, seperti dibuktikan Vogts ketika melawan CIS (The Commonwealth of Independent States, Negara Persemakmuran pecahan Uni Sovyet—red), menunjukkan daya tahan kesebelasan Jerman yang sudah termasyhur sejak lama. Antara keyakinan dan keuletan itulah akan kita lihat mana yang dapat memenangkan pertandingan. Yang jelas, kita akan disuguhi tontonan yang akan sangat menarik.