Gus Dur di Tugu Proklamasi: Seruan untuk Demokrasi yang Adil

Sumber Foto: Kompas.com

Oleh: K.H. Abdurrahman Wahid

Saudara-saudara sekalian, hari ini kita tengah mengalami cobaan yang berat. Proses demokratisasi yang kita rintis dengan pengorbanan besar di Trisakti Semanggi 1 dan Semanggi 2 ternyata sekarang telah dikebiri oleh orang. Karena itu menjadi kewajiban kita untuk memperjuangkan terus demokrasi sampai berhasil. Dalam hal ini, perlu saya kemukakan bahwa perjuangan yang harus kita jalankan ini adalah perjuangan berjangka panjang, tidak sebentar. Karena itu janganlah mengharapkan akan tercapai hasil dalam waktu cepat. Banyak di antara orang-orang yang anti demokrasi telah mempelajari apa yang terjadi di masa lampau. Sekarang mereka mengambil tindakan-tindakan yang kelihatannya tidak anti demokrasi, tetapi dalam kenyataannya benar-benar menghancurkan demokrasi.

Teman-teman kita, saya mendapat laporan ada yang ditahan, fair sudah mulai dikebiri. Sesuatu yang kita banggakan selama ini bahwa Indonesia sekarang mengalami kebebasan pers, sekarang sedikit demi sedikit mulai diambil lagi. Ini semua mengharuskan kita untuk terus berjuang sekuat mungkin, dengan segala macam daya dan tenaga. Karena itu mengingat panjangnya perjuangan kita ini, maka saya minta anda juga berbekal kesabaran. Tidak cukup hanya dengan semangat saja. Karena kalau hanya dengan semangat saja menghadapi orang-orang yang akalnya panjang, dalam waktu sebentar kita sudah loyo. Karena itu kesabaran kita sangat penting, artinya dalam hal ini perlu saya kemukakan bahwa saya meninggalkan Istana Merdeka pada hari Kamis yang lalu, itu bukan kemarin ya. Itu karena para dokter sejak seminggu sebelumnya sudah menganjurkan kepada saya, meminta dengan sangat untuk segera memeriksakan kesehatan ke Johns Hopkins Hospital. Karena apa? Karena tekanan darah saya naik turun tidak menentu. Itu semua saya jalani pemeriksaan di Johns Hopkins dengan intensif, ternyata sebabnya karena obatnya sudah kadaluarsa. Karena itu, karena itu ya dulu enggak periksa soalnya. Karena itu lalu diadakan perubahan obat. Mudah-mudahan dengan perubahan obat ini, maka tidak ada lagi masalah yang dihadapi. Yang lain-lain hasilnya sangat baik, tidak ada masalah apa-apa. 

Dalam perjalanan ke Baltimore itu, saya terus terang saja selomotan lagi. Sebab saya sudah mengatakan kalau toh saya itu kembali dari Baltimorer harus ke Ciganjur, minta diberi surat perintah meninggalkan istana. Sebab seumur hidup saya enggak pernah melanggar peraturan. Ternyata, sampai sekarang surat itu enggak ada. Jadi, Jenderal bintang empat yang ngomong sama saya itu pembohong. Teman dekat tapi pembohong. Nah, saya kembali ke Ciganjur. Ditanya oleh Jenderal bintang empat itu, “Anda ngapain di Ciganjur nanti?” yaudah, saya akan memulai perjuangan menegakkan demokrasi secara moral. Bisanya secara moral ya moral. Kalau Pak Alwi Sihab secara politis dia di PKB, saya secara moral. Apa arti secara moral? Ya tetap saja, kalau ada pengaduan-pengaduan mengenai pelanggaran hak-hak asasi manusia. Ada pengaduan bahwa kedaulatan hukum tidak dijalankan. Itu saya terima pengaduannya, hanya saya tidak akan menyalahkan siapa-siapa. Cukup menyatakan ini yang terjadi biar rakyat sendiri yang menilai. Mereka sudah tahu siapa yang melakukan hal itu. Jadi karena itu saya seperti tadi kan, saya bilang beberapa orang LSM sudah ditahan. Saya enggak bilang siapa yang nahan. masa enggak tahu juga ya kebangetan. 

Selama berada di perjalanan saya merenung dalam sekali, bahwa semua ini terjadi ya karena adanya kualitas sangat rendah dari para politisi kita. Mereka bersekongkol dengan kekuatan-kekuatan anti demokrasi, untuk katakanlah melanggar Undang-Undang Dasar dan memberhentikan presiden. Jadi, karena itu saya tidak perlu nunjuk sudah tahu semua kok. kan kalau belum tahu. Jadi itu ya jadi, ya jadi karena itu orang-orang itu ada yang memakai baju reformasi dan segala macam, itu omong kosong. Pendusta saja yang begitu.

Tidak akan mungkin demokrasi ditegakkan dengan melanggar Undang-Undang Dasar. Betul? Jadi karenanya harus jelas. Tapi ketika saya pikirkan secara mendalam segera tampak oleh saya, bahwa ini semua adalah karena kesalahan kita juga. Kesalahan kita bahwa, kita menganut orang lain di dalam teori pembangunan kita. Teori pembangunan yang berdasarkan kapitalisme maupun yang berdasarkan komunisme, sosialisme dan isme-isme lain, semuanya itu ujungnya adalah materialisme. Nah, karena itu harus disusun kembali sebuah teori pembangunan yang tidak berdasarkan materialisme. Kita menghargai materi, tetapi untuk apa materi itu? Ini penting sekali. Akibat dari itu, maka terjadilah pergesekan-pergesekan yang tidak perlu, pertumpahan darah yang sangat memilukan seperti terjadi di Aceh. Di Aceh sederhana saja orang ingin menjalankan syariat Islam, tetapi ditembak orang, dikubur orang, macam-macam yang terjadi itu semua salah. Mestinya ya, mari kita turuti dan akhirnya semuanya nurutin. Aceh menjadi daerah khusus, itu. Jadi, seandainya ini disadari dari awal kan tidak perlu terjadi korban-korban yang ribuan orang itu. Ini juga terjadi di Irian, terjadi di mana-mana, ya. 

Karena itu Saudara-saudara, marilah kita juga menyusun kembali teori-teori pembangunan kita. Hendaknya kita menghitung kembali dasar-dasar yang sudah kita jalankan itu, dasar materialistik itu apakah sudah betul apa tidak? Itu. Jadi bukan hanya sekedar menegakkan demokrasi, kita juga mulai kembali mengulang pembuatan teori-teori pembangunan kita. Inilah, Saudara-saudara, mahasiswa ini orangnya muda-muda. Muda dalam arti mereka masih membawa dari masa lampau romantisme yang tinggi. Tidak tahan melihat adanya ketidakadilan. Nah, kebetulan pada saat itu mereka juga sudah dibekali oleh pisau Analisa, karena mahasiswa tingkat 2, 3, 4 sudah dikasih Analisa. Dengan pisau analisa yang tajam disertai rasa sebagai orang muda yang tidak tahan melihat ketidakadilan dengan sendirinya mahasiswa lalu tergugah.

Jadi kalau mau paham mahasiswa mudah saja kok. Ya, lihat aja kalau mahasiswanya marah, berarti tidak ada keadilan. Betul enggak? Itu saja gampang. Nah, masalahnya sulitnya adalah mengakui tidak adanya ketidakadilan itu sulit mengakui itu. Ya, tanya kepada orang-orang di pemerintahan, mereka enggak mau mengakui. Dianggap semuanya adil aja. Sudah, jadi tugas kita berjuang dengan sungguh-sungguh. Untuk itu, maka di Ciganjur saya mendirikan sebuah yayasan namanya Yayasan Manusia Merdeka. Saya harapkan masyarakat melaporkan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia, pelanggaran-pelanggaran kedaulatan hukum dan sebagainya, tanpa tedeng aling-aling. Tetapi, saya karena sudah mengikrarkan akan membuat perjuangan moral tidak akan menyiarkan siapa pelakunya. Biar masyarakat sendiri dan pemerintah sendiri yang mengatasi. Ya, kita tidak menyiarkan, tapi mengatakan pada pemerintah ini orangnya silakan bertindak, kalau enggak mau biar pemerintah yang dihukum rakyat.

Jadi saya sudah mengatakan tidak akan saya sebut namanya dalam siaran, tapi korban disebut namanya. Ya, si A itu harus itu disebut namanya si A jadi korban. Lalu orang jadi tahu siapa yang berbuat, ya semuanya diusut. Apa yang tidak bisa kita buktikan hendaknya nanti kita buatkan rekonsiliasi, karena enggak bisa dibuktikan secara hukum. Jadi mau tidak mau harus ada rekonsiliasi. Artinya dengan tawakal kita terima kenyataan yang ada bahwa kita tidak memperoleh bukti. Tetapi sepanjang ada bukti itu maka harus tetap ditegakkan kedaulatan itu.

Saya sangat tertarik dengan ungkapan dari para perwira tinggi jenderal-jenderal angkatan bersenjata Afrika Selatan. Mereka mengatakan “jangan hukum itu prajurit-prajurit, mereka enggak bertanggung jawab. Yang bertanggung jawab kami!” Coba, di sini ada enggak yang begitu? bolak-balik yang disalahin tentara kroco. Karena itu, ya itulah. Jadi orang kita itu ngomongnya doang jujur, dalam kenyataannya enggak jujur kepada diri sendiri. Inilah saudara-saudara ya, jadi karena itu saya sekali lagi mengharapkan agar supaya kita ini benar-benar mentaati aturan yang ada, tetapi juga tetap berjuang. Karena apa? Aturan itu diadakan untuk menjaga negara ini supaya tetap ada. Tanpa negara tidak ada wadah bagi kita untuk berjuang. Itu penting sekali. Nah, ini anak muda suka itu pelaturan itu dianggap enggak ada gitu aja ya. Enggak apa-apa nganggap gitu itu, tapi jangan diterus-terusin ya. Nah, jadi karena itu kita lihat caranya yang baik.

Begini ini, kalau teriak-teriak saja enggak ada gunanya. Kirim surat, kirim surat ke Jalan Irian nomor 7, kepada saya. Nah, biar ribuan surat dari rakyat semuanya ya. Nanti kalau sudah ngumpul semuanya saya kirim ke DPR, nih!. Kan gampang toh, ya begitu aja kok repot. Jadi, karena itu kita hendaknya bisa berjuang dengan cara yang benar, ya. Dengan cara yang benar, bukan dengan bakar-bakar. Kalau mau bakar-bakar itu namanya bonek. Karena itu kita caranya demikian tadi. Kalau surat kita ini banyak ya, puluhan ribu, ratusan ribu, masa iya orang enggak dengar. Kalau budek, dioperasi dong. Cara operasi kan macam-macam. Jangan khawatirlah, kalau soal itu. Ya, itulah ya. Jadi karena itu sekali lagi ya, posko kita di mana? Poskonya, tunggu tanggal main. Baru datang tadi pagi ditanya pos.

Habis ini saya mempunyai juga tugas lain. Berbagi tugas. Satu memperjuangkan demokrasi. Dua, mencoba mencari teori-teori pembangunan yang benar. Ketiga, tugas internasional tidak boleh dilupakan. Karena apa? Kasihan teman-teman kita. Teman-teman kita di luar, itu semuanya adalah orang-orang yang benar-benar mengharapkan peranan negeri kita. Karena itu, saya berjanji kepada mereka, insyaallah. Di samping itu juga kita enggak bisa berjuang begitu aja. Mesti ada dananya dong, kita cari keluar. Fundraising, pencarian dana di luar harus dilakukan. Pertama kali saya yang keliling, yang kedua kali nanti siapa orang lain lah. Ya, gitu ya.  Jadi begitu ya, Saudara-saudara. Sekarang ini yang jelas, bahwa kita tidak boleh emosional. Kita harus berkepala dingin, berjuang dengan berencana. Taatlah kepada pimpinan. Itu yang jadi modal kita bersama. Saya rasa demikian saja.