K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur): Berbuatlah Seperti Bung Karno

Oleh: K.H. Abdurrahman Wahid
Setelah turun dari kursi kepresidenan, Gus Dur tidak berkurang pamornya Sebagai tokoh Partai Kebangkitan Bangsa, Gus Dur tidak hanya menjadi panutan kalangan Nahdlatul Ulama dan para kiai sepuh, tapi juga tokoh-tokoh lintas agama dan lintas budaya.
Saya tahu dia bergerak di bidang budaya dan seni, dengan sendirinya saya tahu bagaimana sosok seorang Guruh. Di Indonesia ini kan ada dua macam seni. Pertama, seni tradisional budaya daerah. Kedua, seni yang seperti dikembangkan Mas Guruh itu, yaitu mencoba menyatukan dan memadukan semua macam-macam itu menjadi satu irama Indonesia. Ya, itu “irama Guruh” namanya dan nanti kita lihat bagaimana perkembangannya.
Saya tidak begitu tahu kiprah Guruh di bidang politik. Yang saya tahu hanya kiprahnya di bidang seni. Saya hanya dengar bahwa baru-baru ini ia dicalonkan untuk menjadi Ketua Umum PDI Perjuangan Saya tidak tahu apakah modal politik Guruh itu karena nama Bung Karno, apa bukan. Cuma saya pesan kepadanya, jangan terlalu mengidolakan Bung Karno. Orang sudah bosan. Bukan kepada Bung Karno atau ajarannya, tapi pada praktik-praktik pengidolaannya itu. Dari dulu, idola tidak ada yang benar, mungkin nanti 100 tahun lagilah orang akan tahu Bung Karno dengan sungguh-sungguh. Saran saya, berbuatlah seperti Sukarno yang berjuang dengan ikhlas, dan seluruh hidupnya diabdikan kepada kepentingan bangsa dan negara. Dan patut dicontoh Guruh, bahwa Sukarno tidak pernah berpikiran, sebagai golongan nasionalis ingin memisahkan diri dari yang lain-lain. Jadi yang harus diperhatikan Guruh, Sukarno sebagai idola saja tidak cukup, harus ditambah dengan yang lain.
Mengenai posisi Ketua Umum PDI Perjuangan yang diperebutkan oleh Mega maupun Guruh, saya hanya bisa bilang salah satunya pasti akan terpilih nanti dan tentunya ia harus sanggup mengambil yang terbaik dari yang kalah-kalah itu. Lalu dia membuat program berdasarkan itu. Mestinya dia bisa mencapai spektrum paling jauh, paling banyak dan paling besar di lingkungan PDI Perjuangan. Saya melihat bahwa untuk masa depan itu kita perlu membuat sistem politik yang baru sama sekali. Sistem politik ini berasal dari tiga kekuatan orsospol. Satu, mahasiswa, LSM dan intelektual. Kedua, Tentara Nasional Indonesia (TNI). Karena di antara keduanya sering terjadi friksi, maka partai politiklah yang menjadi penengah. Partai politik yang menjadi penengah itu tiga yang paling tinggi, bagus dan besar, di antaranya PDI Perjuangan. Mari kita kerahkan segenap kekuatan-kekuatan untuk membesarkan PDI Perjuangan sebagai partai politik sehingga dia berperan menjadi jembatan. Begitu juga dengan PKB maupun Golkar.